Tintasiyasi.com -- Indonesia hingga kini masih terus membuka keran investasi sebesar-besarnya bagi para investor baik local maupun asing. Terbukti baru-baru ini kepulangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dari China rupanya berkaitan dengan komitmen investasi yang didapatkan dari perusahaan asal China, Xinyi International Investment Limited senilai US$ 11,5 miliar atau setara Rp 175 triliun (asumsi kurs Rp 15.107 per US$). Pemerintah Indonesia pun mengapresiasi dan menyambut baik rencana investasi yang akan dilakukan Xinyi Group (CNBCIndonesia.com/29/7/2023).
Menanggapi hal tersebut, Peneliti China-Indonesia di Center for Economic and Law Studies (Celios) Muhammad Zulfikar Rakhmat mengatakan bahwa terdapat dampak serius yang perlu menjadi perhatian akibat hubungan investasi ini. Salah satunya adalah potensi menambah ‘utang’ Indonesia dan terjerumus dalam jebakan utang.
Selain itu, Investasi asing tanpa perhitungan juga berpotensi menjadi bentuk penjajahan terselubung yang semakin menguatkan negara pemberi utang, apalagi uang tersebut dalam skema riba. Kondisi ini tentu akan semakin membuat negeri ini tunduk kepada asing.
Dari fakta ini seharusnya kita memandang bahwa ini merupakan indikasi adanya ancaman terhadap kedaulatan negeri ini. seperti yang terjadi pada Zimbabwe dan Sri Lanka yang terjerat dengan hutang China sehingga Zimbabwe harus mengganti mata uang nya menjadi Yuan dan Sri Lanka harus menyerahkan Pelabuhan nya kepada China akibat gagal membayar utang. Inilah yang disebut dengan ancaman kedaulatan. Kita tentunya tidak menginginkan hal itu terjadi dinegeri kita.
Seperti inilah gambaran sistem ekonomi kapitalisme. Utang riba merupakan hal biasa karena sistem ekonomi kapitalisme berdiri atas dasar sekularisme. Dalam sistem ekonomi kapitalisme, utang juga dianggap sebagai sumber pemasukan negara. Padahal Indonesia sudah memiliki hutang luar negeri yang sangat banyak.
Maka, jika Indonesia ingin terbebas dari utang dengan negara lainnya maka kita harus mengadopsi aturan Allah SWT itulah syariat Islam kaffah dalam naungan khilafah. Karena hanya dengan kita menerapkan Islam secara kaffah kita dapat terbebas dari jerat kapitalisme. Islam tidak akan menerima investor swasta ataupun asing untuk memberikan bantuannya karena itu semua akan berimbas pada politik balas jasa.
Negara khilafah Islam telah memiliki meknisme tertentu agar sebuah negara memiliki sumber pemasukan yang kuat. Islam dengan sistem ekonomi dan politiknya mampu menyediakan modal yang sangat besar untuk pembangunan negara tanpa utang. Salah satu cara nya adalah memproteksi beberapa kategori kepemilikan umum. Seperti minyak, gas dan barang tambang.
Terlebih lagi Indonesia sangat kaya dengan sumber daya alam tersebut. Semua pemasukan dari kepemilikan umum tersebut akan masuk dalam pos kepemilikan umum Baitul maal dan akan digunakan untuk membiayai kebutuhan Masyarakat yang akan memberi kemaslahan bagi mereka termasuk infrastruktur.
Sumber pemasukan baitul maal dalam Daulah khilafah berasal dari fa’I, ghanimah, kharaj, anfal, jizyah dan masih banyak yang lainnya. Tentu semua sumber pemasukan tersebut jumlahnya sangat banyak dan mampu mencukupi perekonomian negara.
Maka, negara dijamin tidak akan terjerat utang asing ataupun Lembaga global seperti saat ini dan kedaulatan negara menjadi aman. Dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah Indonesia akan menjadi negara adidaya, tidak terikat utang budi dengan negara asing manapun.
Maka, hanya dengan menerapkan Daulah khilafah Islam, negeri ini akan terbebas dari jeratan utang asing dan dari cengkraman asing. Selain itu, utang riba juga merupakan dosa besar disisi Allah SWT sehingga Allah tidak akan menurunkan keberkahan nya untuk negeri ini. Sungguh tidak lah mungkin kita ingin berlama-lama dalam perbuatan dosa. Untuk itu, sudah saatnya kita Kembali kepada sistem Islam dalam naungan Daulah khilafah Islam. Wallahua’lam Bishshawwab.[]
Oleh: Pipit Ayu
(Aktivis Muslimah)
0 Comments