TintaSiyasi.com -- Kasus kecelakaan kereta api dengan tranportasi darat terjadi lagi di lintasan rel yang tidak dilengkapi penjagaan. Kecelakaan terjadi antara KA 423 (Rapih Dhoho) dengan mobil yang menyebabkan enam orang meninggal dunia serta dua lainnya mengalami luka berat. Tabrakan antara kereta api dengan mobil ini terjadi di perlintasan sebidang yang tidak terjaga, tepatnya di km 85 antara Stasiun Jombang-Sembung, Jawa Timur. Menurut Manajer Humas PT KAI Daop 7 Madiun Supriyanto, pihaknya menjelaskan kecelakaan maut itu berawal saat kereta api sedang melaju pada sabtu (29/7/2023) malam sekitar pukul 23.14 WIB. Di saat bersamaan, terdapat juga mobil yang akan lewat. Pihaknya mengatakan saat tabrakan kondisi jalur KA terhalang oleh material kendaraan yang menemper KA Dhoho. Akibat tabrakan itu, enam orang meninggal dunia sedangkan dua lainnya mengalami luka berat.
“Mobil berkendara dari arah utara ke selatan, padahal sudah diperingatkan dan diteriaki oleh warga sekitar yg melihat, namun pengendara mobil tidak mendengar dan terus melaju melewati perlintasan KA, sehingga mobil menemper (menempel) KA 423 Dhoho," katanya saat dikonfirmasi republika, Ahad (30/7/2023).
Tidak hanya sampai disitu, belum lama ini juga tercatat ada tabrakan antara kereta api dengan truk tronton di perlintasan sebidang di wilayah Semarang, Jawa Tengah. Jika sedikit mundur kebelakang, ada dua kejadian lainnya yang juga melibatkam perlintasan sebidang. Tiga kasus kecelakaan yang tercatat paling baru diantaranya, KA Brantas relasi Jakarta – Blitar dengan truk trailer di Kota Semarang, Jawa Tengah. Lalu, KA Kuala Stabas dengan truk bermuatan tebu relasi Tanjung Karang-Baturaja di Desa Blambangan Pagar, Kecamatan Blambangan, Kabupaten Lampung Utara, Lampung. Serta KA Sri Bilah Utama dengan minibus Nissan Juke di Km 02+800 relasi Rantauprapat - Medan, Kecamatan Kisaran Timur, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Menurut Pengamat Transportasi dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah MTI Pusat Djoko Setijowarno mencatat, perlu adanya sosialisasi yang lebih masif soal perilaku masyarakat di perlintasan sebidang. Tujuannya, mencegah kejadian-kejadian serupa di kemudian hari.
Bagi Djoko, syarat untuk meminimalisir kecelakaan di perlintasan sebidang kereta api, adalah pengendaran kendaraan di jalan harus mematuhi aturan lalu lintas. Artinya, sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat perlu ditingkatkan. Sebab kereta api yang sudah laju di perlintasan ini, tidak bisa dihentikan secara mendadak. Selain itu juga, moda kereta api yang membawa ratusan orang bisa berdampak fatal apabila mengalami gangguan saat melintasi perlintasan.
"Perlu adanya himbauan berupa pemasangan videotron yang menunjukkan kasus kecelakaan dan bahayanya jika pengendara secara sengaja melanggar aturan di perlintasan sebidang, himbauan ini bertujuan agar masyarakat yang melihat memahami risiko yang akan mereka tanggung jika melanggar," paparnya pada Liputan 6.com, Minggu, 27/7/2023.
Berulangnya kasus kecelakaan transportasi KA akibat perlintasan sebidang yang tidak ada palang pintunya menunjukkan masih kurangnya jaminan keselamatan bagi para pengendara dan pengguna fasiltas transportasi publik. Meski pemerintah berupaya meminimalkan kecelakaan dengan berbagai aturan UU tentang lalu lintas, namun kecelakaan tetap saja terjadi. Tentu kondisi ini menjadikan rakyat jauh dari rasa aman dan nyaman saat melintasi jalan raya dan menggunakan transportasi umum.
Berbagai kasus kecelakaan KA diatas, apabila ditelusuri penyebabnya tidak bisa dilepaskan dari penerapan sistem sekularisme kapitalisme yang diterapkan oleh negri ini. Sekularisme menjadikan negara tidak memiliki visi melayani rakyat dan kapitalisme menjadi masifnya komersialisasi transportasi publik. Pun dalam sistem ini negara hanya berperan sebagai regulator semata, sedangkan untuk pengelolaanya diserahkan pihak swasta. Pihak swasta yang berasal dari para capital (pemegang modal) yang dalam penyediaan transportasi umum, pasti bertujuan untuk mencari keuntungan. Alhasil, negara melepaskan tanggung jawabnya melayani publik, khsusnya dalam memberikan jaminan keselamatan transportasi umum.
Berbeda halnya dengan Islam. Dalam Islam, negara bertanggung jawab dalam memberikan keselamatan dan menghargai nyawa manusia. Transportasi publik sangatlah penting bagi kehidupan rakyat, sehingga negara memiliki kewajiban untuk memenuhinya secara langsung. Oleh karena itu, negara dalam sistem Islam akan menyediakan moda transportasi yang memadai sehingga tidak terjadi kecelakaan hingga hilangnya nyawa.
Negara Islam (Khilafah) juga bertanggung jawab untuk mewujudkan perlindungan dan menjamin keselamatan rakyat. Negara akan menyediakan moda transportasi umum, beserta kelengkapannya. Dengan berasaskan untuk melayani umat, yaitu bahwa negara akan bertugas sebagai penanggung jawab dan pelindung (raa’in dan junnah). Maka negara akan berupaya semaksimal mungkin menyediakan moda transportasi dengan teknologi terkini dengan tingkat keselamatan yang tinggi, serta para SDM yang terdidik dan terampil. Sedangkan untuk pembiayaannya, semua itu didapatkan melalui pengelolaan berbagai kekayaannya secara benar (sesuai syariat Islam) sehingga negara akan memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk menjalankan fungsi dan tanggung jawab pentingnya.
Oleh karena itu, inilah yang semestinya negara lakukan untuk menjamin keselamatan rakyat, bukan sekedar membuat kebijakan, serta memasang iklan iklan yang tidak memberikan efek bagi para pengendara jalan raya. Jadi hanya Islamlah yang mampu meminimalisasi kecelakaan kereta api di berbagai lintasan jalan. Karena keamanan dan keselamatan rakyat adalah yang utama dan menjadi kebutuhan pokok rakyat di Negara Islam. Wallahualam bissawab.
Oleh: Rey Fitriyani, AmdKL
Aktivis Muslimah
0 Comments