Bangun pemudi pemuda Indonesia....
Tangan bajumu singsingkan untuk negara...
Masa yang akan datang kewajibanmu lah...
Menjadi tanggunganmu terhadap nusa...
Menjadi tanggunganmu terhadap nusa...
Lirik lagu itu dulu sering terdengar dan dinyanyikan saat upacara bendera di sekolah. Tapi itulah, hanya sebatas nyanyian, tanpa perenungan, apalagi aksi nyata. Kalaulah hal tersebut dilakukan, tentu kemerdekaan hakiki telah berhasil diraih.
Lagu tersebut diciptakan sebagai penyemangat agar pemudi pemuda pada jamannya dapat membebaskan diri dari penjajah dan membangun negeri secara mandiri. Dan yang mengisi negeri ini saat ini, adalah pemudi pemuda pada saat lagu itu diciptakan beserta anak dan cucunya. Ini menunjukkan sudah berapa generasi tergantikan tapi tetap tidak bisa merealisasikan makna lagu tersebut.
Secara, kemerdekaan yang diraih adalah kado dari penjajah dimana kemerdekaan tersebut bukanlah hal yang sebenarnya. Karena kenyataannya hanyalah pergantian penjajahan dari fisik menjadi fsikis dan pemikiran. Peperangan dan jihad yang telah dilakukan para pahlawan, sontak terkoyak seiring terkoyaknya piagam Jakarta. Sebuah penghianatan yang luput dari pelajaran. Pemudi pemuda sengaja dibuat lupa dengan mengaburkan dan menguburkan sejarah perjuangan kemerdekaan yang sebenarnya.
Sejak saat itu upaya menyingsingkan tangan pemudi pemuda untuk meraih kemenangan hakiki senantiasa dihalangi oleh selimut tebal nan lembut yang berhasil menina bobokan, sehingga banyak pemudi pemuda saat itu enggan bangun. Bangun untuk mengganti hukum penjajah dengan hukum Allah. Bangun menata kehidupan bernegara sesuai yang diajarkan pemuda idaman langit dan bumi, yaitu Rasulullah SAW.
Padahal masa yang akan datang adalah kewajiban pemudi pemuda saat itu, kini, dan nanti. Dan apa yang terjadi saat ini, diakui atau tidak adalah buah dari apa yang diusahakan dulu. Kalaulah sejak awal yang dipakai adalah hukum Allah, kalaulah yang menjadi panutan adalah Rasulullah SAW, yakin pemudi pemuda saat ini adalah pemudi pemuda cemerlang yang mampu bangkit dari keterpurukan, dan siap memimpin. Bukan dicukupkan dengan mampu jadi pemimpin upacara, pemimpin kelas, pemimpin gang sepermainan, pemimpin/kapten di sebuah cabang olahraga, pemimpin perusahaan, atau hanya pemimpin sebuah negeri kecil. Melainkan mejadi pemimpin yang dapat menyatukan manusia di seluruh dunia.
Semakin hari pemudi pemuda semakin tersibukkan oleh pemuasan kesenangan materi. "Harta, tahta, idola (pria/wanita)" bahkan sudah dijadikan simbol peraihan kepuasan. Kalau sudah banyak harta, berarti sudah merdeka. Kalau sudah memiliki tahta/jabatan, maka kemerdekaan apalagi yang harus diraih. Karena dengan serta-merta akan diidolakan dan dikelilingi banyak idola. Sungguh pemikiran yang dangkal. Apa bedanya dengan binatang?
Tidak heran, segala bentuk kejahatan mudah saja ditemui saat ini. Kejahatan yang lebih jahat dari kejahatan kaum yang langsung mendapat peringatan dari Nabi mereka. Kejahiliyahan yang lebih jahiliyah. Kebengisan dan kebuasan yang melebihi binatang. Dan pelakunya adalah pemudi pemuda jaman dulu, dan sekarang. Gen A-Z bisa saja menjadi pelaku sadis kejahatan, kekerasan, dan perundungan. Mereka yang tidak mampu meraih ketiga hal tadi, akan berusaha sekuat tenaga untuk meraihnya. Tidak peduli halal atau haram jalan yang ditempuhnya.
Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Komarudin mengatakan bahwa kasus tawuran di Kawasan Jakpus meningkat dari Juni hingga Juli 2023. Setidaknya selama Juli, telah terjadi belasan tawuran di Johar Baru, Sawah Besar, dan Tanah Abang. Mirisnya, 90% pelaku tawuran adalah remaja, baik itu pelajar ataupun yang putus sekolah. Sebagian besar dari mereka anak-anak yang tengah mencari jati diri dan salah pergaulan. Mereka tawuran sekadar gaya-gayaan (Kompas, 3-8-2023).
Belum lagi narkoba, data dari Badan Narkotika Nasional (BNN), terdapat 49 jaringan narkotika internasional dan nasional yang telah menyebar di desa dan kota di Indonesia. Prevalensi pengguna narkoba meningkat mencapai 4,8 juta dan kebanyakan dari mereka adalah remaja.
Begitu pun dengan pergaulan bebas anak remaja yang kian hari kian dianggap biasa. Sedangkan pergaulan bebas menjadikan pelakunya bermasa depan suram dan menjadi pintu terbukanya problematik lainnya, seperti tingginya aborsi, angka kematian ibu, stunting, remaja putus sekolah, dan lain-lain.
Bukan individu lagi, bukan satu tempat saja. Tapi menyeluruh. Kerusakan ini sudah sistemis. Maka solusinya juga harus sistemis. Tidak cukup dengan menggemakan lagu di atas, tidak cukup dengan aksi pengumpulan tanda tangan menolak kekerasan/kejahatan/perundungan, tidak cukup dengan hanya memperbanyak ibadah ritual perseorangan.
Bila dirunut, akar masalah dari semua ini ada pada keburukan sistem yang dipakai. Sistem yang dipakai saat ini tidak mampu membangkitkan manusia ke tarap yang lebih mulia dalam pandangan Pencipta manusia. Jelas karena sistem yang dipakai adalah buatan manusia, sedang manusia adalah makhluk yang lemah dan memiliki kekurangan yang dalam penentuan keputusannya senantiasa diwarnai dengan hawa nafsu.
Belumlah terlambat untuk membangunkan pemudi pemuda dari keterpurukan ini. Belumlah terlambat untuk meraih kemerdekaan hakiki. Syaratnya dengan menyingsingkan lengan baju dan berjuang bersama mengganti sistem buatan manusia dengan sistem buatan yang menciptakan manusia, yaitu sistem Islam. Hanya dengan sistem Islam, kemerdekaan hakiki dapat diraih. Dan untuk semua itu, tidak bisa dilakukan oleh individu. Mari rapatkan barisan bergabung dengan pemudi pemuda Islam ideologis. Sekarang, tanpa nanti tanpa tapi. Allahu akbar. Wallahu'alam bishshawab.[]
Oleh: Imas Royani, S.Pd.
(Aktivis Muslimah)
0 Comments