Tintasiyasi.com -- Kegiatan yang menggabungkan olah raga dan pariwisata, popular dengan istilah sport tourism, menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Selain menyelenggarakan acara olahraga, sport tourism digunakan untuk mengenalkan obyek wisata yang menarik di daerah penyelenggara acara tersebut.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, pada seminar virtual Pengembangan Pariwisata Olah raga untuk Pemuda Kemenpora pada 8 Juli 2021, memperkirakan nilai sport tourism atau wisata berbasis olahraga di Indonesia bisa mencapai Rp 18,790 triliun pada 2024 yang akan datang
(https://kemenparekraf.go.id).
Sementara itu, Pelaksana tugas(Plt) Vice President(VP) Corsec Jakpro Melisa Sjach, mengatakan bahwa hal ini merupakan angin segar yang menjadi langkah awal dalam membangkitkan pariwisata dan ekonomi di Indonesia, sekaligus membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya (Tirto.id.11/08/2023).
Era pasar bebas memberikan peran makin besar kepada kaum kapitalis untuk melakukan ekspansi pasarnya, termasuk sektor pariwisata. Pariwisata sendiri merupakan sektor yang diandalkan dalam strategi pasar bebas agar terjadi arus modal dan investasi dari berbagai negara, baik oleh korporasi maupun personal ke suatu negara. Sehingga terkesan bahwa sektor ini mampu menggairahkan pertumbuhan ekonomi rakyat.
Namun faktanya, pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat karena keuntungan dari sektor pariwisata kembali kepada pemilik modal.
Di sisi lain, justru terjadi pemiskinan sistematis pada penduduk di sekitar lokasi wisata. Penduduk setempat yang awalnya merupakan pemilik tanah, terpaksa harus menjual tanahnya dengan harga murah karena tekanan pihak yang lebih kuat. Pada akhirnya mereka hanya menjadi “buruh berseragam” di wilayahnya sendiri atau menjadi pekerja non formal, karena tidak sanggup bersaing dengan pendatang yang lebih mengerti bisnis wisata.
Interaksi antara penduduk lokal dengan turis asing tanpa disadari akan menimbulkan transfer nilai-nilai kehidupan. Seperti perubahan , bahasa, gaya hidup,cara berpakaian, hingga timbulnya pembiaran atau toleransi terhadap perilaku wisatawan.
Karena pariwisata merupakan cara paling efektif dalam menyebarkan pemikiran asing, patut diwaspadai bahwa sektor pariwisata yang dibungkus dengan berbagai kegiatan atau atraksi, menjadi alat penjajah berpaham liberalisme kapitalis dalam rangka mengokohkan penjajahannya di Indonesia
Jika hal ini terjadi terus-menerus dan dalam waktu yang lama, dikhawatirkan terjadi pengikisan pemahaman terhadap agama penduduk setempat. Akibatnya, mereka mudah menerima pemikiran-pemikiran liberal
Begitu juga untuk olah raga. Hukum asal olahraga adalah halal atau dibolehkan, sepanjang tidak disertai perkara- perkara yang dilarang oleh syariat Islam. Olahraga yang dilakukan seorang muslim akan bernilai pahala jika diniatkan untuk mencari ridho Alloh dan untuk kemaslahatan dirinya, agamanya, dan kaum muslimin secara umum. Bukan untuk mendapatkan harta melimpah, ketenaran, atau hal-hal yang bertentangan dengan syariat Allah
Syariat Islam melarang terjadinya pembiaran asing berkuasa atas kaum muslimin. Sebagaimana firman Allah yang artinya:
“Dan Allah sekali kali tidak memberikan jalan pada orang kafir untuk menguasai orang beriman.” (TQS An Nisa:141)
Dalam sistem Islam, negara tidak akan membuka celah bagi asing dalam bentuk berbagai kerja sama meskipun hanya kerjasama sektor pariwisata. Karena negara berkewajiban mencegah dan membendung nilai-nilai asing yang merusak akidah dan akhlak umat.
Negara dengan sistem Islam tidak mengandalkan pariwisata sebagai sumber pemasukan negara yang utama. Negara akan mengandalkan sumber pemasukan dari pos zakat, jizyah, kharaj, fa'i, ghanimah hingga dharibah.
Dalam Islam, pariwisata digunakan sebagai sarana dakwah dan propaganda, yaitu untuk menanamkan pemahaman Islam dan meyakinkan siapa saja tentang bukti-bukti keagungan dan kemuliaan peradaban Islam. Karena manusia biasanya akan tunduk dan takjub ketika menyaksikan keindahan alam.
Allah SWT menciptakan segala sesuatu tidak ada yang sia-sia,termasuk anugerah sektor pariwisata. Hanya saja, manusia harus tepat dalam memposisikan dan mengambil manfaat karunia tersebut demi kemaslahatan umat, disamping dalam rangka menjaga dan menegakkan syariat Allah. Wallahu ’alam bishshawab.[]
Oleh: Puji SR, S.ST
(Sahabat Tinta Siyasi)
0 Comments