TintaSiyasi.com - Lagi, LPG melon langka lagi. Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menilai langkah pemerintah meluncurkan produk LPG 3kg non subsidi bermerek Bright dengan harga yang lebih mahal di tengah masyarakat yang kesulitan mendapatkan gas LPG 3 kg bersubsidi, sebagai sebuah tindakan yang ia sebut “super tega” pada masyarakat.
Kebijakan itu akan membuat pengadaan dan pendistribusian LPG 3 kg bersubsidi makin terbatas dan sulit. Ujung-ujungnya masyarakat dipaksa membeli LPG 3 kg non subsidi,” ungkap Mulyanto dalam siaran persnya (www.dpr.go.id, 27/7/2023).
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati buka-bukaan soal penyebab LPG 3 kg langka. Ia mengatakan kelangkaan terjadi karena peningkatan konsumsi. "Juli ini memang ada peningkatan konsumsi sebesar 2 persen sebagai dampak dari adanya libur panjang beberapa waktu lalu. Kami sedang melakukan recovery dari penyediaan distribusinya untuk mempercepat," ujarnya melalui keterangan resmi. (www.cnnindonesia.com, 27/07/2023).
Konversi Minyak Tanah ke LPG menjadi fenomena penting program konversi energi di Indonesia. Sejak mulai dilaksanakan tahun 2007 hingga menjelang akhir 2010 telah dibagikan paket perdana sebanyak 44.675.000 ke seluruh wilayah Indonesia atau lebih dari 100 persen dari target.
Alasan terpenting adalah biaya produksi LPG lebih murah dibanding Minyak Tanah. program konversi yang diikuti dengan pengurangan volume Minyak Tanah bersubsidi ditujukan untuk memperbaiki distribusi agar lebih tepat sasaran. Kini wacana LPG murah dan bersubsidi bak ilusi, kelangkaan LPG Melon untuk kalangan menengah ke bawah menjadi ancaman bagi masyarakat yang sehari-hari menggunakan Gas LPG bertuliskan "Hanya Untuk Masyarakat Miskin" tersebut.
LPG 3 kg subsidi kembali langka di sejumlah daerah. Ada berbagai penyebab, termasuk peningkatan konsumsi dan dugaan tidak tepat sasaran. Di sisi lain, pemerintah meluncurkan LPG 3kg non subsidi. Ketersediaan LPG menjadi tanggung jawab pemerintah. Kelangkaan ini adalah tanda gagalnya pemerintah memenuhi kebutuhan pokok rakyat. Adanya LPG non subsidi dalam waktu yang bersamaan apalagi diklaim lebih aman, jelas memberikan ‘pasar’ pada pengusaha.
Subsidi tak tepat sasaran menjadi kambing hitam sekaligus menjadi alasan meluncurkan produk baru. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Gintings menjelaskan karena bukan barang bersubsidi, harga Bright Gas 3 Kg mengikuti harga gas dunia seperti yang kemasan 5,5 kg dan 12 kg. Begitu juga jika ada penurunan harga gas dunia, maka harga Bright Gas 3 Kg juga ikut turun. Pertamina kini menjual Bright gas 3 Kg seharga Rp56.000, jauh kebih mahal dari gas melon yang sekitar Rp20.000 karena sudah disubsidi pemerintah (kompas.tv, 26/7/2023).
Padahal, Sejak 2015, Indonesia masuk sebagai 10 besar negara di dunia yang banyak menghasilkan gas alam. Sementara pada kawasan Asia Pasifik, Indonesia berada di urutan ketiga negara dengan cadangan gas alam terbesar. Namun "kasus" langkahnya Gas LPG masih terjadi hingga hari ini.
Penyebab langkahnya Gas LPG merupakan perkara sistemik. Terlebih Indonesia memakai sistem ekonomi kapitalis yang masih mengadakan jual beli dengan rakyat. Semua memakai standar untung-rugi dan manfaat. Sungguh, sistem ekonomi kapitalisme yang tegak di negeri ini telah menghalalkan jalan bagi kaum korporat untuk merampok SDA seolah tanpa menyisakan sedikit pun bagi ratusan juta rakyat yang membutuhkannya
Islam menetapkan negara berkewajiban menyediakan kebutuhan pokok rakyat termasuk LPG. Sistem ekonomi islam meniscayakan ketersediaannya untuk semua rakyat, dengan harga murah atau gratis, karena Islam mengharuskan pengelolaan SDA oleh negara. Rasulullah bersabda, "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Sehingga apa-apa yang kemudian menjadi milik umum tidak akan diprivatisasi. Pemerintah pun berperan sebagai regulator yang amanah agar sumber daya alam dapat digunakan sebagaimana mestinya. Khilafah menggunakan standar syarak untuk mengklasifikasi jenis-jenis harta kepemilikan umum yang tidak boleh dimiliki individu dan negara. Demikian juga ketika mengklasifikasi jenis-jenis harta milik negara yang tidak boleh bercampur dengan harta kepemilikan individu maupun umum.
Khilafah wajib memberikan rasa aman dan nyaman untuk setiap warganya, termasuk aman karena kebutuhan pokok mereka terpenuhi. Dalam Baitul Mal ada pos-pos pengeluaran yang ditujukan untuk kemaslahatan umum termasuk pengelolaan SDA. Wallahu a'lam. []
Oleh: Leny Agustin, S.Pd.
(Aktivis Muslimah)
0 Comments