Tintasiyasi.com -- Akhir-akhir ini kita mendapai berbagai berita menyayat hati tentang kondisi remaja saat ini, mulai dari kasus kekerasan dikalangan remaja seperti kasus bullying antar pelajar hingga sampai pembunuhan. Seperti baru-baru ini viral di media, mahasiswa Universitas Indonesia (UI) Depok, berinisial MNZ (19 tahun) ditemukan tewas dalam keadaan terbungkus plastik di kamar kosnya di kawasan Kukusan Beji kota Depok, Jumat ( 4/8/2023). Polisi mengungkap bahwa korban dibunuh oleh seniornya sendiri (Republika.co.id , 5 Agustus 2023).
Demikian juga berita perundungan yang terjadi di sekolah, federasi Serikat guru Indonesia (FSGI) mencatat adanya empat kasus perundungan dilingkungan sekolah terjadi pada bulan Juli 2023 disaat tahun pelajaran baru 2023-2024 belum berlangsung satu bulan (Tempo.com,04/08/ 2023).
Berita yang tak kalah menyita perhatian adalah dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan siswa dengan inisial ARR (15 tahun) siswa sekolah menengah atas, menikam teman satu sekolah, inisial MRB (15 tahun) saat pelajaran berlangsung, dan penusukan dilakukan dalam kelas (Kompas.com,02/08/ 2023).
Jika ditelusuri lebih lanjut, motif kekerasan ini kebanyakan dilakukan atas dsar unsur ekonomi, iri hati dan ketersinggungan. Sebagaimana kasus pembunuhan yang dilakukan oleh mahasiswa UI, Karena pelaku iri dengan kesuksesan korban dan terlilit bayar kosan serta pinjol, maka mengambil laptop dan hp korban (Republika.co.id, 5/08/ 2023).
Sungguh memilukan hati, kekerasan ini terjadi di institusi kesatuan pendidikan mulai sekolah dasar, menengah hingga perguruan tinggi, yang Nota Bene tempat untuk membina generasi.
Bukannya dalam tujuan pendidikan Nasional menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (liputan 6.com, 06/06/2023).
Sungguh tujuan yang sangat mulia, namun jika melihat fakta kakerasan yang ada, siapapun akan berfikir tujuan pendidikan ini belum bisa terealisir. Maka tentu menimbulkan pertanyaan besar, kira-kira apa yang menyebabkan tujuan ini belum bahkan seakan tidak terwujud?
.
Jika kita mencoba menelisik lebih jauh dan mendalam, maka masalah ini tidak terlepas bahwa kondisi pendidikan di negeri ini dilandasi oleh sekulerisme kapitalisme. Sekuler adalah memisahkan antara agama dari kehidupan.
Pendidikan yang dilandasi sekulerisme menjadikan pelajaran agama hanyalah sisipan semata, melahirkan peserta didik jauh dari agama. Remaja melakukan apapun yang melanggar norma akhlaq ,perundungan bahkan pembunuhan dianggap hal biasa karena tidak takut dosa.
Terlebih lagi sekulerisme melahirkan kapitalisme yang memandang standart kesuksesan diukur seberapa besar capaian materi semata. Oleh karena itu tidak heran jika hasil pendidikan saat ini hanya melahirkan generasi yang ingin meraih materi sebanyak banyaknya tanpa memperhatikan cara memperolehnya, apakah halal atau haram.
Berbeda dengan sistem pendidikan yang dilandasi oleh Islam, sistem pendidikan Islam akan mewujudkan generasi yang berkepribadian Islam yaitu pola pikir Islam serta pola sikap islam. Pola pikir Islam yaitu memiliki intelektualitas yang tinggi dilandasi oleh iman dan taqwa.
Ilmunya akan digunakan sesuai perintah Allah, memiliki pola sikap islam artinya dalam memenuhi kebutuhan dan nalurinya berdasarkan halal haram jika halal ia laksanakan, jika haram ia tinggalkan. Generasi seperti ini lahir dari negara yang dilandasi Islam, inilah yang kita dambakan karena bisa membawa bangsa berwibawa dan bermartabat di hadapan dunia. Wallahu a'lam bishshawab.[]
Oleh: Dewi Asiya
(Pemerhati Masalah Sosial)
0 Comments