Tintasiyasi.com -- Kabar 34 juta data paspor Republik Indonesia (RI) yang diduga bocor dan kembali diperjualbelikan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab mendapat respons Direktorat Jenderal Imigrasi. Kabar kebocoran ini mencuat di media sosial selama sepekan terakhir. rakyatsulsel.fajar (13/7/23).
Direktur Jenderal Imigrasi Silmy Karim mengatakan data biometrik yang berisikan sidik jari dan wajah pada pemegang paspor 2023 aman dan tidak ada kebocoran. Menurut Silmy Karim, tim dari Direktorat Sistem dan Teknologi Informasi Keimigrasian (SISTIK) dan Direktorat Intelijen Keimigrasian Ditjen Imigrasi telah berkoordinasi dengan para pihak bersangkutan (Rakyatsulsel.fajar, 13/7/23).
Benar-benar sudah darurat jika terus dibiarkan, Karena data paspor bukan data biasa terlebih lagi ada data penting yang tertera ini terjadi karena tidak adanya perlindungan jadi mudah saja untuk dihacker dan dijual belikan.
Padahal penguasa sudah mengesahkan RUU perlindungan data pribadi sah menjadi UU (undang-undang) pada bulan September 2022 tahun lalu. Maka UU PDP (undang-undang perlindungan data pribadi) menjadi landasan hukum yang sudah dianggap kuat oleh negara untuk menjamin serta memastikan bahwa sudah terlindungan data pribadi rakyatnya.
Tetapi justru UU (undang-undang) tersebut gagal dalam mengatasi kejahatan yang dilakukan oleh cyber tersebut. Hal ini semakin menunjukkan bahwa UU (undang-undang) tidak bisa mengatasi permasalahan pada saat ini khususnya pada kelemahan data.
Maka dari itu kelemahan UU (undang-undang) tidak terlepas dari paradigma yang membuat aturan tersebut yakni paradigma sekulerisme-kapitalisme yang menjadikan keuntungan dan materi menjadi landasan dalam kehidupan mereka, akal manusia pun menjadi penentu dalam segala hal.
Sejatinya manusia merupakan makhluk yang lemah, pemikiran yang lahir dari akal manusia pun hakikatnya lemah, sehingga tidak akan menyelesaikan masalah. Apalagi adanya suatu kepentingan yang membuat UU (undang-undang) berpihak kepada oligarki dan tidak peduli terhadap rakyatnya.
Akibatnya negara tidak berhasil membangun infrastruktur serta instrumen yang dapat menunjang keamanan data pribadi milik rakyatnya, ditambah lagi liberalisme yang diadopsi di negeri ini menjadikan pribadi rakyat jauh dari Islam sehingga membuat rakyat yang memiliki sifat materialistik dan sekuler.
Hal ini membuat rakyat tidak memiliki pondasi keimanan yang kuat dan menjadikan rakyat tidak peduli lagi halal-haram. Kejahatan yang dilakukan cyber menjadi suatu pilihan yang sangat menarik. Permasalah ini membutuhkan solusi yang hakiki yakni mampu menuntaskan sampai ke akarnya.
Sangat dibutuhkan peran negara yang dapat menjadi pelayan bagi rakyat dan menjadi pelindung bagi rakyat. Hal ini dapat benar-benar terwujud serta diterapkan melalui sistem Islam kaffah yakni khilafah Islamiyyah dengan menjalankan pemerintahan berdasarkan pada pondasi akidah Islam.
Dalam sistem khilafah yang berlandaskan dari sumber Al-Qur'an dan sunnah tidak menyampingkan perkembangan teknologi yang begitu pesat dan cepat. Khilafah akan membangun insfrastruktur dan instrumen yang kuat serta terdepan untuk keamanan data pribadi rakyatanya.
Sebab hal ini menjadi suatu kewajiban yang harus dipenuhi secepatnya dan hak rakyatnya yang masuk dalam kebutuhan asasiyah yaitu penerapan aturan Islam memiliki "Maqaasid Syariah" diantarannya adalah: menjaga harta dan jiwa umat, karena disisi lain adanya kebocoran pada data pribadi dapat terjadi pemerasan online, dan tindak kriminal lainnya. Jadi akan menghambat terwujudnya perlindungan data pribadi, harta dan jiwa.
Alhasil khilafah akan membangun infrastruktur secara mandiri tanpa adanya campur tangan dari pihak swasta dan pihak asing, keamanan tersebut bersangkutan dengan data pribadi rakyat, harta dan jiwa yang harus ditegakkan. Pengurusan keamanan pada pihak asing akan menghilangkan kedaulatan negara, Maka khilafah akan mampu melahirkan pejabat-pejabat yang amanah dan memberikan pelayanan optimal kepada rakyatnya.
Pejabat yang bertanggungjawab atas tugasnya menjaga keamanan data pribadi rakyatanya tidak akan bertindak curang karena memahami amanahnya menjadi tanggungjawab diakhirat kelak. Di dalam khilafah pejabat yang bertugas mengatasi keamanan data pribadi rakyatnya akan bekerja sama dengan departemen dalam negerinegeri, departemen penerangan dan polisi.
Polisi mempunyai bekal keahlian jadi penjagaan keamanan di sosial media akan dapat mudah diwujudkan secara nyata. Begitupun dengan sistem pendidikan yang diterapkan khilafah akan dapat mencetak generasi-generasi yang ber _syaksiyyah_ Islam dan masyarakat menyadari bahwa hakikatnya kehidupan di dunia hanyalah sementara, setiap perbuatan akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak serta mereka beramal sesuai dengan apa yang dihalalkan dalam Islam.
Jika masih ada kejahatan pencurian data pribadi rakyat dalam sistem khilafah negara akan bertindak tegas dan memberikan sanksi yang tegas pula. Inilah beberapa mekanisme yang diterapkan dalam sistem khilafah yang akan menjaga, melindungi dan adil dalam menjaga data pribadi, harta dan jiwa rakyatnya. Wallahu'alam bishshawab.[]
Oleh: Yafi'ah Nurul Salsabila
(Aktivis Muslimah)
0 Comments