TintaSiyasi.com -- Pemerintah dinilai tak terapkan pengamanan data dengan baik. Baru saja kembali terjadi kebocoran data paspor Warga Negara Indonesia (WNI) yang diduga sekitar 34 juta data paspor atau keimigrasian yang kemudian diperjualbelikan. Data tersebut dijual antara 10 ribu dolar AS atau sekitar 150 juta rupiah.
Sebagaimana dilansir dari tirto.id usai beredar kabar tersebut, pihak Ditjen Imigrasi pun langsung menindak lanjuti perihal dugaan kebocoran data paspor. Melalui pesan singkat yang diunggah pada kamis,6 Juli 2023 Silmi menyebut sedang bekerja sama dengan Kementerian Kominfo, Badan Siber, dan Sandi Negara (BSSN). BSSN juga mengimbau kepada seluruh penyelenggara Sistem Elektronik, Pengendali Data Pribadi, dan Subjek Data Pribadi untuk senantiasa meningkatkan keamanan data pribadi dan sistem elektronik yang dioperasikan.
Dikutip dari tempo.com, pakar keamanan siber Alfons Tanujaya menilai kebocoran data berulang yang terjadi diaplikasi dan laman pemerintah menunjukan tidak adanya prosedur pengamanan data yang baik. Ia mengusulkan bahwa keamanan data bisa dicegah dengan menerapkan standar imternasional ISO 27001 dan 27701 sebagai kerangka atau pedoman dalam melindungi data pribadi.
Kebocoran yang kini menimpa kekhawatiran masyarakat Indonesia menggambarkan upaya pengamanan yang di lakukan pemerintah kalah dengan pihak swasta. Badan swasta dinilai lebih cekatan dalam melakukan evaluasi setelah mengalami kebocoran. Pemerintah dinilai tidak serius mengamankan data pribadi milik masyarakatnya. Bukankah seharusnya pemerintah memprioritaskan kebutuhan masyarakatnya? Sebagaimana yang dijunjung negara demokrasi, dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Lalu ke mana bunyi penerapan suara itu?
Demokrasi Gagal
Kini yang patut diketahui segenap rakyat Indonesia, bahwa amat jelas ketidakseriusan pemerintah dalam menangani keamanan rakyatnya. Padahal keamanan data rakyat merupakan hal yang sangat penting bagi negara apalagi di tengah gencarnya arus transformasi digital di Indonesia. Sayangnya justru kini jaminan keamanan tidak terwujudkan.
Jika ditelisik kembali mengenai terjadinya pembobolan keamanan data pribadi ini, pemerintah sendiri telah menerapkan UU tentang PDP yang menjadi landasan hukum yang dipandang kuat bagi negara ini. Sebab, secara akal manusia dengan diterapkannya UU pemerintah yakin dapat menjaga keamanan data pribadi warganya. Tapi ternyata pemerintah gagal. Dan ini menjadi salah satu bukti, bahwa UU yang diterapkan tidak dapat menjawab persoalan hingga titik terendah.
Sebuah kewajaran lahirnya kegagalan yang dilahirkan di atas paradigma sekuler yang mengagungkan nilai materi semata. Yang menuhankan akal manusia sebagai penentu sesuatu dalam menyuburkan kehidupannya.
Di samping UU berlaku yang terlahir dari otak manusia yang memiliki segala keterbatasan, pemerintah juga memiliki motif lebih berpihak pada oligarki dalam mengesahkan UU dan abai terhadap persoalan umatnya sendiri.
Bocornya keamanan data warga ini bukti bahwa negara gagal dalam membangun infrastruktur dan instrumen yang menunjang keamanan pribadi rakyat di tengah pembangunan jor-joran. Ditambah lagi liberalisme yang dijunjung tinggi, yang menjadikan rakyat kini jauh dari kacamata Islam.
Demokrasi ini gagal memahamkan masyarakat mengenai hakikat privasi, padahal Islam dalam menyoal privasi data pribadi sangatlah ketat dan diberlakukan sanksi yang lahir bukan sekadar pandangan materi semata.
Menyoal Solusi
Aturan yang terlahir dari pemikiran otak manusia pada hakikatnya tidak layak diterapkan. Banyak sekali problematika yang lama terjadi kemudian terjadi lagi, atau bahkan lahir kembali permasalahan lebih besar lagi, padahal banyak juga masalah yang lahir sejak dahulu belum tuntas diselesaikan.
Ini menjadi tanggung jawab negara. Ketika maksiat terus berlalu-lalang kemudian mengkhawatirkan masyarakat tidak akan ditebas habis tanpa satu suara utama yang wajib digaungkan oleh negara. Negara memiliki potensi yang amat besar dalam penerapan aturan bagi masyarakatnya. Maka tak heran terjadi kekerasan, pencurian, dan selainnya terus terjadi jika negara belum mengesahkan aturan tegas yang mampu menjawab hingga akar permasalahan.
Ketika kita kaji. Dahulu Islam pernah berjaya menaungi 2/3 dunia. Islam adalah agama yang diturunkan oleh Sang Pencipta manusia dan seisi alam semesta. Islam hadir membawa segenap solusi yang diciptakan oleh Sang Maha Pencipta, Ia Allah yang Mengetahui segala hal sesuai takaran kemampuan manusia.
Di dalam Islam menjadikan halal-haram sebagai pondasi melakukan perbuatan. Dalam sistem Islam ketika melakukan pengelolaan infrastruktur itu tidak akan mencampuradukkan dengan tangan swasta apalagi asing. Sebab hal tersebut terkait dengan keamanan yang harus tegak.
Berbeda dengan sistem yang diterapkan saat ini, Islam memandang adanya campur aduk tangan asing dalam perihal keamanan, misalnya, akan menghilangkan kedaulatan negara. Islam menjadikan para pejabatnya bertanggung jawab atas keamanan masyarakatnya, tidak akan melakukan kecurangan karena memahami hakikat amanah yang diemban oleh para pejabat akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Usaha yang dilakukan pejabat dalam sistem Islam ialah berkolaborasi antara dapartemen dalam negeri, dapartemen penerangan, dan polisi.
Sistem Islamlah yang akan membangun infrastruktur yang kuat untuk menjaga keamanan data umat karena hal ini merupakan bentuk perlindungan harta dan jiwa masyarakat.
Kesejahteraan rakyat akan terwujud dengan sistem yang berasaskan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Dengan izin-Nya juga sistem ini akan kembali memakmurkan bumi Allah lagi. Wallahu a'lam. Allahu Akbar! []
Oleh: Dinda M. Farhanah
Aktivis Muslimah
0 Comments