TintaSiyasi.com -- Tradisi merupakan hal yang sangat diagung-agungkan di negeri ini, terkadang memang tradisi membawa kepada kebaikan namun terkadang juga dapat berujung pada malapetaka. sebut saja tradisi brandu, tradisi yang telah lama ada di Padukuhan Jati, Kalurahan Candirejo, Kapanewon Semanu, Kabupaten Gunungkidul yang diduga menjadi penyebab sebanyak 87 warga terpapar antraks.(news.republika.co.id. 7/7/2023).
Penularan antraks terhadap puluhan warga tersebut menjadi buah bibir di kalangan masyarakat. Tradisi brandu disebut-sebut sebagai biang kerok masifnya penyebaran antraks. Hal ini disampaikan oleh kementerian pertanian. Apakah warga tidak sadar akan bahaya memakan hewan yang sakit atau bahkan yang telah mati? Ternyata menurut sebuah invertigasi yang dilakukan oleh Balai Besar Veteriner Wates dan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Gunungkidul, disebutkan bahwa warga sebenarnya sadar akan bahaya mengonsumsi ternak yang sakit atau mati mendadak dan sadar pula akan risiko antraks. (cnn.indonesia.com, 8/7/2023)
Namun mengapa masih terus dilakukan? ternyata, peneliti menjelaskan bahwa ada dugaan tradisi tersebut terus berjalan akibat kondidi sosial-ekonomi masyarakat pedesaan. Dari sisi peternak, ada dorongan untuk mempertahankan ekonomi dari ternak yang mati. Dan dari sisi masyarakatnya, tradisi ini dianggap sebagai asas gotong royong dan bentuk kepedulian terhadap masyarakat yang mengalami musibah. (cnn.indonesia.com, 8/7/2023)
Terdapat beberapa hal yang menjadi masalah yang ada dalam kasus ini. Pertama, Budaya brandu jelas menunjukkan potret kemiskinan yang parah di tengah masyarakat. Bukan rahasia lagi bahwasanya kemiskinan menjadi salah satu problematika umat yang sampai sekarang belum ada titik terang akan penyelesaiannya. Penyelesaian yang ada agaknya tidak cukup untuk mencabut akar kemiskinan sampai ke akar-akarnya. Alhasil banyak sekali kasus baik kasus kriminal, kematian dan kasus lainnya yang berawal dari kemiskinan. Kemiskinan dapat membuat orang melakukan apa saja tidak peduli baik buruk halal haram untuk mendapatkan sesuatu. Mengapa hal ini bisa terjadi. Karena mereka harus mengisi perut mereka yang merupakan pemenuhan jasmani yang kebutuhannya mendesak dan jika tidak dipenuhi akan membawa kepada kemudaratan bahkan kematian.
Kedua, kasus ini juga menggambarkan betapa rendahnya tingkat literasi masyarakat sehingga biasa mengkonsumsi binatang yang sudah sakit. Walaupun menurut mereka tahu bahwa mengonsumsi hewan sakit atau mati berbahaya, namun mereka tidak diberitahukan bahayanya kenapa. padahal penyakit ini bukan hanya bisa menyerang hewan namun antraks merupakan penyakit yang dapat menular ke manusia (zoonosis) yang disebabkan oleh bakteri Bacillus antracis. Penyalurannya juga bisa melalui 3 jalur salah satunya pernapasan. Agaknya banyak warga yang mengira jika mereka memasak daging sapi yang telah mati atau sakit dengan durasi yang lama dan suhu yang tinggi akan menyebabkan bakteri yang ada pada daging akan mati. Padahal hal ini berlaku hanya pada daging yang hidup yang disembelih dan tidak terjangkit antraks. Sedangkan kasus kematian yang terjadi di kabupaten Gunungkidul setelah diambil sempel pada tanah lokasi penyembelihan ternyata terdapat spora antraksnya. Antraks sendiri merupakan virus yang sulit diberantas karena virus ini ditularkan melalui spora antraks yang tahan di tanah selama bertahun-tahun. Sebelum sempat dimasak spora yang ada pada darah sapi akan terkontamidasi dengan udara dan dengan cepat menyebar. Spora tersebut akan dihirup oleh manusia sehingga menyebabkan sesak napas hingga yang paling parah berujung pada kematian.
Ketiga, tradisi ini sudah berjalan selama bertahun-tahun hanya karena ada kebaikannya. Padahal kebaikan saja tidak cukup dalam melakukan suatu amalan. Walaupun banyak dari warga yang ada di kapubaten Gunungkidul tempat kejadian merupakan warga mayoritas non muslim namun yang muslim juga melakukan tradisi tersebut. Dan perlu diketahui bersama bahwa peristiwa ini bukan kali pertama terjadi namun Sudah lima kali terjadi wabah di wilayah tersebut yaitu pada Mei 2019, Desember 2019, Januari 2020, Januari 2022, dan yang terbaru Mei-Juni 2023. (bbc.com, 7/7/2023).
Bukankah seharusnya negara melarang tradisi yang dapat menimbulkan mudharat bagi rakyatnya? Namun agaknya sangat sulit menghilangkan tradisi jika kita masih berada dalam sistem kapitalisme yang menjadikan tradisi sebagai salah satu hukum yang dijunjung tinggi. Dalam sistem kapitalisme dengan asas kebebasannya membebaskan masyarakatnya untuk berpendapat, berperilaku sesuai dengan kehendak masing-masing tanpa mempertimbangkan halal haram dan baik buruk.
Sungguh miris, dari beberapa paparan fakta di atas, semakin jelas menggambarkan lalainya penguasa dalam mengurus rakyat, sehingga tradisi yang membahayakan tetap berlangsung, bahkan tradisi ini melanggar aturan agama yang mengharamkan memakan bangkai. Ditambah lagi dalam sistem kapitalisme kemiskinan menjadi hal yang harus dimaklumi karena dalam sistem ini agaknya memang meniscayakan orang kaya semakin kaya daan orang miskin semakin miskin. Yang menguasai kekayaan alam hanyalah penguasa dan pemilik modal sedangkan rakyat yang tidak memiliki keduanya harus menerima kenyataan bahwa mereka harus mengais sisa limbah dari para kapital.
Berbeda halnya dengan sistem kapitalisme, Sistem Islam akan menjamin rakyat hidup sejahtera, karena negara akan menjamin bahwa seluruh rakyat yang ada dalam sistem Islam terpenuhi kebutuhan pokoknya seperti sandang, pangan dan papan. Negara akan menuntaskan kemiskinan dengan mengelola sumber daya alam yang hasilnya akan didistribusikan kepada rakyat. Negara juga akan memerintahkan para laki-laki untuk bekerja namun bukan hanya sekedar memotivasi dan memerintah namun negara juga menyediakan lapangan kerja.
Selanjutnya mengenai edukasi, dalam negara Islam yang menerapkan sistem pendidikan Islam yang berlandasakan akidah Islam tentu akan menanamkan pendidikan akidah terutama halal haram dan baik buruk sesuai dengan syariat Islam. Sehingga masyarakat akan paham aturan agama maupun aturan yang terkait dengan kesehatan dirinya. Dalam Islam jelas sekali dalam Al-Quran tentang larangan memakan bangkai hal ini ada dalam Qs. Al-Maidah ayat 3 yang artinya:
"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih.." (Q.S Al-Maidah: 3)
Jika terdapat sapi yang teridentifikasi ada virus antraks maka khalifah sebagai pemimpin negara akan melakukan isolasi kepada sapi-sapi tersebut sambil menunggu para ahli membuat vaksin untuk hewan tersebut. Jika sudah ada hewan yang mati maka akan dikubur dengan kedalam sampai 2 meter di dalam tanah.
Terakhir, dalam sistem pemerintahan Islam, hukum dibuat oleh sang pencipta yaitu Allah Swt. Sehingga hukum yang kita ambil berasal dari Qur’an, sunnah, ijma' sahabat dan qiyas. Selain itu maka tidak bisa dijadikan hukum. Mengenai tradisi dalam Islam tidak bisa dijadikan sumber hukum. Jika ada tradisi yang melanggar syariat maka harus dihilangkan. Sehingga tradisi seperti brandu jelas tidak akan ada dalam sistem Islam. Wallahu’alam.
Oleh: Nada Navisya, S.Pd.
Aktivis Muslimah
0 Comments