Tintasiyasi.com -- Belasan mahasiswa dari salah satu Politeknik di Sumatera Barat menjadi korban TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) melalui modus magang ke luar negeri tepatnya negara sakura, Jepang. Pengungkapan kasus ini bermula saat dua orang korban melaporkan hal ini kepada pihak KBRI Tokyo, Jepang.
Magang pada pelajar mahasiswa ternyata rawan menjadi celah TPPO. Magang seharusnya menjadi jalan pembelajaran secara langsung bagi siswa atau mahasiswa. Magang jelas berbeda dengan bekerja. Sayangnya magang disalah gunakan akibat kerakusan oknum.
Para mahasiswa yang dikirim ke Jepang untuk melakukan program magang malah dijadikan sebagai buruh perusahaan di Jepang yang sudah bekerja sama dengan pihak Politeknik sejak tahun 2012. Artinya praktik TPPO ini sudah berlangsung selama puluhan tahun lamanya. Para mahasiswa harus mau bekerja selama 14 jam lamanya terhitung mulai dari jam 08.00 pagi sampai jam 10.00 malam.
Jangankan untuk beristirahat, untuk sholat saja mereka tidak diberikan waktu, bahkan waktu untuk makan pun dibatasi yakni hanya 10-15 menit saja. Dan mirisnya, mereka harus bekerja setiap hari tanpa libur (7 hari full dalam sepekan). Padahal bagi Umat Islam, sholat merupakan kewajiban yang harus ditunaikan, namun hak mereka untuk melaksanakan sholat turut dirampas oleh para pemilik modal.
Awalnya para mahasiswa ini dikirim ke Jepang menggunakan visa belajar selama 1 tahun. Namun setelah setahun berlalu, pihak perusahaan memperpanjang visa mereka menjadi visa bekerja selama 6 bulan secara sepihak. Ketika para korban melaporkan kepada pihak kampus bahwa visa mereka diperpanjang secara sepihak, mereka justru mendapatkan ancaman DO dari pihak Polteknik.
Tak hanya sampai di situ saja, eksploitasi yang diterima oleh para mahasiswa ini kian lengkap dengan pemberian upah yang tak sebanding dengan jam kerja. Mereka hanya digaji sebesar Rp. 5.000.000/Bulan dan upah ini harus disetor kepada pihak kampus sebesar Rp. 2.000.000 dengan embel-embel dana kontribusi.
Tampak jelas bagaimana para kapitalis (Pemilik modal) memainkan perannya. Bahkan mereka seolah menghilangkan rasa empatinya demi memperoleh keuntungan, meskipun harus mengorbankan para generasi penerus peradaban. Inilah potret bobroknya kehidupan ketika aturan Allah tak lagi dijadikan sebagai pegangan hidup, tak lagi dijadikan sebagai rujukan dalam berbuat dan tak lagi dijadikan sebagai landasan dalam berfikir.
Sehingga para penguasa yang lahir dari sistem ini adalah para penguasa yang hanya memikirkan kepentingannya sendiri dan mengatasnamakan kepentingan umat diatas kepentingan pribadi. Peraturan yang diterapkan dalam negara juga bisa berubah-ubah tergantung kepentingan pihak-pihak tertentu, karena peraturan-persturan ini dibuat menggunakan akal manusia.
Pada akhirnya peraturan yang seperti ini tidak akan mampu menyatukan umat justru menimbulkan perpecahan antar umat manusia, karena setiap manusia pasti memiliki pemikiran yang berbeda-beda dan memiliki kepentingan yang berbeda pula.
Hanya aturan Allah yang mampu menyatukan umat manusia dan menjauhkan manusia dari perbuatan keji dan munkar. Karena hukum Allah itu bersifat baku dan akan selalu relevan dengan perkembangan zaman, meskipun ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat, namun hukum Allah tidak akan pernah berubah.
Islam menjadikan sistem pendidikan sebagai salah satu perioritas yang harus dipenuhi oleh negara, sehingga mampu menyiapkan SDM yang berkualitas. Sistem pendidikan Islam dibangun berlandaskan penanaman Aqidah Islamiyah bagi setiap individu, pada akhirnya setiap individu akan merasa terikat dengan hukum Allah dan menjalankan kehidupan sesuai dengan perintah Allah.
Demikian pula dalam menyediakan pendidikan praktis guna menguatkan permbelajaran, negara akan memfasilitasi setiap generasi yang ingin belajar dan mengeksplor perkembangan ilmu sains, teknologi, indsutri dan lain-lain, sejauh mungkin. Karena negara sangat mendukung lahirnya para ilmuan-ilmuan yang berkepribadian Islam.
Sehingga dalam ajaran Islam tidak boleh adanya aktivitas eksploitasi dalam dunia kerja. Islam memiliki konsep antara buruh dan pemilik modal, yang mana baik buruh maupun pemilik modal memiliki hak dan kewajiban yang tidak boleh dilanggar satu sama lain ini dinamakan aqad ijarah. Bagi pemilik modal, hak mereka adalah mendapatkan jasa yang diberikan buruh sesuai kesepakatan.
Sedangkan kewajibannya adalah menjelaskan kepada buruh secara detail mengenai waktu atau durasi pekerjaan, besar upah yang diterima, jenis pekerjaan, tempat pekerjaan dan hal-hal yang terkait dengan pekerjaan.
Jadi tidak boleh adanya keputusan yang dibuat secara sepihak seperti kasus perpanjangan visa mahasiswa magang tadi. Pemilik modal tidak boleh mengulur pembayaran upah, tidak boleh memberi beban kerja diluar kontrak kerja, mendzolimi hak-hak buruh misalnya tidak memberi waktu libur, waktu sholat dsb.
Dalam Islam upah tidak ditentukan berdasarkan upah minimum suatu wilayah atau daerah. Besaran upah harus disesuaikan dengan besaran jasa yang diberikan oleh buruh, jenis pekerjaan, waktu bekerja dan tempat bekerja. Tidak dikaitkan dengan standar hidup minimum masyarakat.
Khilafah akan menyediakan khubara’ (tenaga ahli perburuhan) untuk menyelesaikan masalah diantara keduanya secara netral. Disamping itu Khilafah sebagai pengurus kebutuhan rakyat, akan memastikan kebutuhan pokok tersedia secara cukup dan terjangkau bagi masyarakat.
Adapun kebutuhan dasar publik seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan akan disediakan secara gratis oleh negara. Jaminan seperti ini akan membuat masyarakat terpenuhi kebutuhannya secara layak, sekalipun mereka adalah kaum buruh.[]
Oleh: Marissa Oktavioni, S. Tr. Bns
(Aktivis Muslimah)
0 Comments