TintaSiyasi.com -- Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) mengatakan ada 58 proyek strategis nasional (PSN) era Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang belum rampung hingga saat ini. Namun, mereka mengklaim proyek tersebut tidak mangkrak.(CNN, 9/5)
Terancam mangkrak, adalah salah satu resiko dari sebuah pembangunan besar. Termasuk proyek strategis nasional atau PSN ini.
Perlu dipahami terlebih dahulu, sebenarnya atas keperluan apa proyek tersebut dicetuskan. Memang, Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang juga Ketua Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) Airlangga Hartarto, keberhasilan PSN selama delapan tahun ini telah memberikan banyak manfaat dan dampak nyata yang berkelanjutan khususnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.(rumah.com (15/5).
Namun jika kita telisik lebih lanjut, sebenarnya ada banyak hal lain yang statusnya lebih urgent dibanding proyek-proyek strategis tersebut. Seperti jalan-jalan yang rusak, bahkan masih banyak gelandangan di pinggiran jalan yang bahkan untuk makan saja kesulitan.
Perkara semacam ini tak bisa diremehkan. Kehidupan manusia atau masyarakat dalam sebuah instansi negara adalah tanggungjawab negara tersebut. Tidak bisa dikatakan bahwa masalah psn adalah perkara lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan gelandangan.
Kenapa? Sebab dana besar-besaran yang dikeluarkan untuk PSN, sesungguhnya lebih layak dikerahkan untuk masalah-masalah dalam negara yang tak kunjung selesai, seperti masalah kemiskinan, kriminalitas dan pendidikan. Namun nyatanya masalah-masalah urgent tersebut tersingkirkan oleh proyek strategis nasional.
Dari sini kita bisa melihat potret prioritas negara. Sumber standarisasinya, tentu dari sistemnya yang berasas Kapitalisme-Demokrasi.
Tak ayal bahwasanya pembangunan-pembangunan itu tak keluar dari asas manfaat. Cuan. Kemana perginya keuntungan, tentu kepada para oligark yang bersangkutan.
Ini dia, hati kita berhak bicara. Bahwa hari ini kita banyak dizalimi. Bahwa hari ini penelantaran itu nyata. Proyek-proyek 'kepentingan' itu merajalela, disamping kriminalitas yang juga membahana.
Inilah satu lagi sisi gelap kapitalisme, yang tidak menjadikan kebutuhan sebagai prioritas. Inilah potret ketidakmampuan negara dalam mengatur tatanan kehidupan bernegaranya.
Lalu apa solusinya, tentu saja Islam. Islam tidak hanya mencakup ibadah ritual saja, tapi juga mencakup aturan bernegara.
Dalam islam, yang jadi prioritas adalah kondisi masyarakatnya. Sebagai contoh yang terkenal, yakni pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz r.a.
Beliau r.a rajin mengirim pasokan harta pokok, hingga sampai di titik di mana harta yang beliau kirim dikembalikan ke beliau. Beliau bertanya kenapa, ternyata sebabnya adalah tak ada lagi kebutuhan rakyat yang harus dipenuhi, sebab semua sudah terpenuhi. Maasyaallah!.
Nah, selain kebutuhan per individu, Islam juga memperhatikan kebutuhan umum seperti jalan, jembatan dan sebagainya. Namun, itupun dilihat urgensinya. Apakah benar-benar dibutuhkan atau sekedar pelengkap. Seperti misalnya di sebuah wilayah, jalanannya rusak dan tak layak pakai, maka itu benar-benar dibutuhkan.
Skema pendanaan fasilitas umum tersebut, adalah menggunakan baitul maal. Yakni wadah harta milik negara dalam sistem Islam. Uang yang didapat diantaranya dari ghanimah atau rampasan perang, juga harta fai' yakni harta-harta yang didapatkan dari non muslin (kafir zhimmi) dalam keadaan damai, atau setelah berakhir peperangan seperti jizyah, kharaj dan lain sebagainya.
Dilihat juga, apabila fasilitas umum tersebut adalah kebutuhan dan bukan pelengkap, jika harta di baitul maal habis maka boleh berhutang, atau dengan cara memungut pajak rakyat yang mampu. Namun jika fasilitas tersebut hanya sebagai pelengkap, maka tidak dibolehkan menggunakan harta selain harta dari baitul maal.
Wallahu a'lam bi showab
Oleh: Tsaqifa Muzhafaroh
Aktivis Muslimah
0 Comments