TintaSiyasi.com -- Minyak goreng adalah salah satu bahan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Keberadaannya saat ini sungguh sangat bermanfaat untuk menyokong roda perekonomian rakyat. Mulai dari tataran masyarakat ekonomi kelas atas hingga bawah, pasti akan menggunakannya. Untuk mengolah bahan makanan mereka, hingga menjadi makanan siap santap. Namun apa jadinya jika minyak goreng yang sejatinya adalah bahan utama, menjadi langka, susah didapat dan harganya menjulang tinggi.
Hal ini akan sangat merugikan masyarakat. Apalagi yang berprofesi sebagai pedagang makanan, menjadikan minyak goreng sebagai penunjang perekonomian mereka. Saat ini di Indonesia kelangkaan minyak goreng memang tengah terjadi. Kelangkaan ini membuat harga melambung tinggi, sehingga berdampak pada bahan pangan dan kebutuhan pokok lainnya yang juga ikut naik. Peristiwa ini terjadi memang karena murni ulah manusia, bukan karena bahan baku yang gagal panen akibat cuaca.
Beberapa perusahaan disinyalir melakukan tindak korupsi besar terhadap minyak goreng tersebut. Perusahaan sawit yang ditetapkan sebagai tersangka, yakni Permata Hijau group, Wilmar group, dan Musim Mas group. Juga ditetapkannya 5 terdakwah perkara tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil atau (CPO/sawit mentah).
Kelima orang tersebut adalah Terdakwa Indrasari Wisnu Wardhana (Pejabat Eselon I Kemendag), Terdakwa Pierre Togar Sitanggang (General Manager di Bagian General Affair Musim Mas), Terdakwa Dr Master Parulian Tumanggor (Komisaris PT. Wilmar Nabati Indonesia), Terdakwa Stanley Ma (Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group), dan Terdakwa Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei (pihak swasta yang diperbantukan di Kemeendag).
"Majelis Hakim menyatakan, yang memperoleh keuntungan ilegal adalah korporasi, tempat di mana para terpidana bekerja. Maka dari itu, korporasi harus bertanggung jawab untuk memulihkan kerugian negara akibat perbuatan pidana yang dilakukannya," ujar Ketut Sumedana selaku Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung. (cnbcindonesia.com, 16/6/2023)
Padahal kasus korupsi minyak goreng sejatinya sudah terjadi sejak lama. Kasus ini mencuat di tahun 2022, sebagai efek dari kisruh minyak goreng didalam negeri. Yang menyebabkan kelangkaan dan lonjakan harga minyak. Dalam kasus ini disinyalir ada beberapa mafia yang ingin bermain dan mengambil keuntungan. Hingga akhirnya ditetapkanlah beberapa perusahaan dan pejabat sebagai tersangka serta membuat negara rugi mencapai Rp 6,47 triliun.
Korupsi yang melibatkan perusahaan besar dan pejabat tinggi negara ini, adalah buah dari penerapan sistem yang salah. Dimana banyaknya kasus tak lepas dari campur tangan para pejabat negeri. Hal ini menjadi bukti bobroknya sistem pemerintahan, sehingga menjadikan pejabat sebagai penguasaan jahat yang berpihak pada para oligarki.
Para pemegang uang dan pemodal besar dapat memiliki kekuasaan untuk mengatur. Para pejabat yang rela membuang amanah yang dipercayakan rakyat kepada mereka, pasti akan mau menjadi tameng mereka. Sehingga mereka mendapat keuntungan dari hasil timbal balik. Pejabat mendapatkan manfaat dari jabatannya dan para oligarki dapat mengarahkan mereka dengan harta yang mereka miliki. Sehingga kebijakan yang dihasilkan tidak berpihak kepada rakyat.
Rakyat cenderung dibuat kecewa, marah serta susah atas apa yang dihasilkan pemerintah. Kebijakan yang seharusnya memudahkan hidup nyatanya mempersulit. Maka tak heran jika banyak masyarakat yang menggunakan media sosial mereka untuk bersuara. Mungkin karena perasaan geram mereka terhadap kinerja pemerintah yang jauh dari harapan.
Hal ini terjadi karena sistem yang kita anut saat ini adalah kapitalisme. Para pemegang modal besar dapat menjadi tuan di manapun ia berada. Tak terkecuali negeri tercinta ini, yang tak luput dari sasarannya. Kepemilikan individu menjadi hal yang lumrah. Kebijakan negara pun dapat mereka beli asalkan keuntungan mereka dapatkan. Dan tak peduli dengan nasib orang menjadi sengsara.
Berbeda dengan Islam, dalam Islam aturannya berasal dari sang penguasa kehidupan yakni Allah subhanahu wa ta'ala. Aturannya sudah baku dan tak dapat diganggu gugat lagi. Islam memiliki sistem penyelidikan yang baik tanpa mekanisme berbelit karena standarnya adalah aturan syara.
Islam juga memiliki konsep kepemilikan yang jelas yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Tak ada kepemilikan individu yang berkaitan dengan negara. Karena sumber daya alam dan korporasi yang dikelola negara harus lepas dari campur tangan individu. Sehingga hasil yang diperoleh benar-benar adalah milik negara, dan akan dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat.
Dalam Islam tak ada yang namanya suap dan manipulasi data. Setiap terjadi pelanggaran terhadap jabatan pasti akan segera ditindaklanjuti dengan cara terstruktur, cepat dan tidak berbelit. Sanksi yang diberikan pun juga tegas hingga taruhannya adalah nyawa. Hukumnyapun laksanakan di muka umum, agar menjadi efek jera. Karena dalam Islam hukumnya pasti akan memberikan kemaslahatan bagi manusia.
Negara dengan sistem Islam pasti akan mengajarkan kepada rakyatnya, bagaimana aqidah Islam diterapkan dengan baik. Mulai tataran pendidikan terendah hingga tertinggi, semua pasti akan menggunakan aturan Islam. Mengajarkan bagaimana ia mencintai Allah dan Rasulnya dan menjauhi segala larangannya.
Karena dari kecil dididik untuk seperti itu, maka jiwa taat pasti akan terbawa hingga mereka dewasa. Hal ini yang menjadikan minimnya perbuatan maksiat dari tangan mereka. Sehingga pemimpin yang terpilih akan mengemban amanah secara total untuk Allah agar rakyatnya sejahtera. Waawlahu'alam bishawab
Oleh: Deny Rahma
Komunitas Menulis Setajam Pena
0 Comments