Tintasiyasi.com -- Berbagai bencana kembali terjadi di tanah air kita, Indonesia. Baru-baru ini, banjir dan longsor terjadi dibelahan daerah Indonesia, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat. Di Jawa Timur, terjadi masa tanggap darurat selama 14 hari, menyusul terjadinya banjir lahar dingin Gunung Semeru, yang menerjang beberapa desa di wilayahya.
Bahkan, terjangan keras material lahar dingin Semeru juga mengakibatkan beberapa jembatan mengalami kerusakan hingga terputus total. Sementara itu, berdasarkan data yang dihimpun l Dinas Sosial PPPA Lumajang, hingga pukul 23.00 WIB, Jumat (7/7), jumlah pengungsi mencapai 493 jiwa, mereka tersebar di beberapa titik pengungsian (WWW.CNNIndonesia.com, 08/07/2023).
Hujan sejak Kamis malam hingga Jumat (6-7/7/2023) pagi mengakibatkan banjir dan longsor di beberapa titik di wilayah selatan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Jalur selatan Malang-Lumajang putus akibat longsor yang kemudian disusul putusnya jembatan di perbatasan kedua daerah itu.
Kepala Desa Lebakharjo Sumarno mengatakan, tidak hanya longsor, sebagian wilayahnya yang berada di sisi selatan Gunung Semeru juga terendam banjir. “Ada 1 rumah tertimpa longsor, 1 rumah tertimpa pohon tumbang, dan 84 rumah terdampak banjir. Untuk lahan pertanian ada sekitar 27 hektar (yang terdampak banjir),” ucapnya (www.kompas.id 07/07/2023).
Kapitalisme Penyebabnya!
Bencana alam ini, bukanlah yang pertama kali terjadi di Indonesia. Bahkan, kasus erupsi yang berasal dari gunung Semeru, banjir, dan longsor sudah beberapa kali terjadi dan banyak memakan korban jiwa. Tak sedikit warga yang terdampak akibat bencana alam tersebut, mulai dari harta benda hingga banyak nyawa yang tak terselamatkan.
Meski sudah beberapa kali terjadi, belum banyak perubahan terhadap upaya mitigasi dari pemerintah. Akibatnya, ratusan warga harus mengungsi dan masih ada nyawa yang menjadi korbannya. Miris, sungguh miris.
Negara yang seharusnya mengurusi urusan rakyatnya, seharusnya menjadi garda terdepan untuk menyelamatkan nyawa rakyatnya. Bukan hanya hadir saat bencana sudah terjadi. Negara seharusnya mempunyai langkah mitigasi yang ampuh untuk menghindarkan rakyat dari bencana.
Memang benar, bencana adalah Qadha dari Allah.
Namun, manusia diperintahkan oleh Allah untuk berikhtiar. Mitigasi bencana merupakan ikhtiar manusia, dan penguasalah yang seharusnya mempunyai peran besar atas persoalan ini.
Dengan kemajuan teknologi yang begitu pesat, sebetulnya potensi bencana dapat diketahui sejak awal. Bahkan, negara dapat menetapkan dari kajian potensi bencana tersebut. Apakah suatu wilayah masih layak huni atau tidak?
Namun, sistem yang menaungi negara ini, adalah Kapitalisme yang menempatkan urusan ekonomi diatas segalanya. Mitigasi dipandang tidak bermanfaat, terlebih saat kondisi nampak aman meski ada potensi yang mengancam setiap saat.
Alhasil, rakyat tak diri'ayah dengan baik.
Apabila terjadi bencana di daerah tertentu, negara hanya mengandalkan imbauan untuk tetap hati-hati, dan tidak beraktivitas di sekitar gunung. Padahal, mereka tetap harus menyambung hidup dengan bekerja. Masyarakat di daerah pegunungan, sangat mungkin jika sumber mata pencaharian mereka berada di sekitar gunung. Maka dari itu, bagaimana mungkin mereka tidak beraktivitas di sekitar gunung?
Selain itu, negara Kapitalisme hanya melakukan tindakan mitigasi dengan memasang seismograf. Tindakan tersebut kurang efektif tanpa adanya pengawasan dari negara. Negara seharusnya sering mengawasi daerah gunung berapi yang masih aktif. Dikarenakan, meskipun tidak ada erupsi atau hujan abu, resiko sebetulnya masih ada.
Inilah hasil dari sistem Kapitalisme. Negara Kapitalisme melalaikan urusan rakyatnya termasuk keselamatan nyawa rakyatnya. Karena Kapitalisme hanya mengandalkan materi dan acuh terhadap urusan yang tak berbau materi dan keuntungan.
Khilafah Solusinya!
Berbeda dengan sistem Kapitalisme. Dalam Islam, mitigasi bencana adalah salah satu dari mekanisme negara, dalam menyelamatkan jiwa rakyat dari bencana alam. Karena, penerapan dari syari'at Islam bertujuan untuk menjaga agama, akal, harta, termasuk jiwa.
Negara Khilafah akan memperhatikan pengurusan terhadap daerah rawan bencana, termasuk teknologi dan pendanaan, untuk keberhasilan mitigasi bencana. Pendanaan yang baik, pasti akan menunjang kemampuan mitigasi yang baik pula.
Apabila negara Khilafah menetapkan wilayah sekitarnya masih boleh dihuni, negara akan melakukan berbagai upaya mitigasi bencana, menyiapkan berbagai langkah menghadapi terjadinya erupsi.
Negara akan menggunakan teknologi untuk mengalihkan lahar di tempat-tempat yang sudah disediakan oleh negara dan jauh dari pemukiman warga.
Negara juga akan memasang konsep modular tahan gempa dan abu vulkanik yang akan diterapkan untuk rumah warga dan fasilitas umum, sehingga atap rumah-rumah dan bangunan mampu menahan curahan abu vulkanik.
Beginilah negara yang dinaungi oleh sistem Khilafah. Dalam Khilafah, negaralah yang berperan besar menjalankan seluruh upaya mitigasi. Rakyat tak perlu khawatir akan datangnya bencana yang mengancam nyawa.
Betapa luar biasanya Islam dalam meri'ayah masyarakat, Islam menangani permasalahan bencana secara tuntas dan profesional. Karena negara dalam Islam, berperan menjadi raa'in (pengurus) dan junnah (pelindung) yang bertanggung jawab dalam menyelamatkan nyawa rakyat. Wallahu A'lam Bishshawab.
Oleh: Nafasa Azka
(Aktivis Muslimah)
0 Comments