TintaSiyasi.com -- Sungguh malang nasib 11 Mahasiswa Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh, niat hati ingin magang ke Jepang namun malah bekerja sebagai buruh migran. Ternyata mereka termasuk ke dalam kejahatan TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang). Di Jepang mereka bekerja 14 jam dari jam 8 pagi sampai 10 malam. Istirahat hanya 10-15 menit. 7 hari tanpa libur. Bahkan tidak boleh beribadah. Ujar Direktur Tindak Pidana Umum (Dir Tipidum) Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro (Liputan6.com. 28/6)
Mirisnya modus magang yang ternyata TPPO ini sudah lama terjadi. Sejak sekitar 15 tahun lalu ujar Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah.bAnis sendiri mengatakan bahwa ia sudah meminta kepada Kemdikbudristek untuk bertanggung jawab dan sudah dibuat Satgas TPPO, namun sayang tidak berjalan. Bukan hanya tingkat kuliah, tingkat sekolah menengah pun bisa menjadi sasarannya karena modus magang/PKL. Sebagaimana yang disampaikan Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah. (Kompas.com. 8/7)
Fenomena perdagangan manusia bagaikan gunung es. Awal bulan Juli ini Satuan Tugas (Satgas) TPPO Polri mendapatkan 624 laporan. “Jumlah korban TPPO sebanyak 2.002 orang. Jumlah tersangka pada kasus TPPO sebanyak 724 orang,” kata Ramadhan di Jakarta, Kamis (6/7/2023). (Indopos.co.id. 6/7). Ini berarti jumlah kasus perdagangan manusia tak bisa diremehkan. Alih-alih saat ini merembet ke dunia pendidikan.
Lagi-lagi Demi Materi
Magang/PKL seharusnya menjadi jalan pembelajaran secara langsung bagi mahasiswa dan siswa. Magang jelas berbeda dengan bekerja. Sayangnya magang disalahgunakan akibat kerakusan oknum. Fakta mahasiswa yang menjadi buruh Migran walaupun digaji sebanyak 50.000 Yen/bulan atau setara dengan 5 juta rupiah/bulan, mereka juga diharuskan memberi dana kontribusi ke kampus senilai 17.500 Yen atau senilai 2 juta rupiah/bulan. (Kompas.com. 8/7).
Di sisi lain keuntungan yang di dapat Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh adalah dua program studi yang berakreditasi B berubah jadi akreditasi A karena ada program magang ke Luar Negeri. (Liputan6.com, 28/6)
Demi cuan segala hal dilakukan termasuk merelakan mahasiswa sendiri untuk diperdagangkan. Tidak aneh memang di negeri yang menganut paham kapitalisme ini, manfaat semata dijadikan landasan dalam bertindak. Bagaimana pendidikan akan berkualitas? Praktik nyata di lapangan bukannya mengasah kemampuan tapi diperas tenaganya demi cuan. lalu bagaimana Islam memandang hal ini?
Sistem Pendidikan Islam
Islam memiliki aturan yang menyeluruh termasuk pendidikan. Dalam Islam output pendidikan bukan hanya pandai dari sisi ilmu dunia namun juga tunduk taat pada Sang Maha Pencipta. Islam meniscayakan output yang ber Syakhsiyyah Islamiyyah (Kepribadian Islam) dan cakap di bidang ilmu dunia.
Untuk mewujudkannya, aturan Islam harus diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Orang-orang yang berkecimpung di dalam dunia pendidikan adalah mereka yang memahami bagaimana menjadikan anak didik pandai ilmu dunia dan akhirat, hal ini karena asas pola pikir dan pola sikap mereka berlandaskan Islam.
Terkait magang atau PKL, Islam menjamin anak didiknya dapat menjalankan dengan baik dan sesuai kebutuhannya sehingga benar-benar didapatkan skill yang diinginkan, bahkan negara bertanggung jawab untuk menyediakan tempat untuk mereka praktik kerja di lapangan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk riayah (pengayoman) negara atas rakyatnya.
Islam menutup pintu-pintu TPPO. Segala bentuk Perdagangan Manusia jelas haram dalam pandangan Islam. Islam sangat menjaga harta dan jiwa muslim maupun non muslim di bawah naungan institusi Islam.
“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas sesama kalian darah kalian (untuk ditumpakan) dan harta kalian (untuk dirampas) dan kehormatan (untuk dirusak). Sebagaimana haramnya hari ini, haramnya bulan ini dan haramnya negeri ini” (HR. Bukhari).
Selain itu islam juga melarang sesama muslim mempersulit saudaranya “Barangsiapa yang memberi kemudharatan kepada seorang muslim, maka Allah akan memberi kemudharatan kepadanya, barangsiapa yang merepotkan (menyusahkan) seorang muslim maka Allah akan menyusahkan dia.”(HR. Abu Dawud)
Tentu negara lah yang akan menjadi benteng pertahanan penjagaan kaum muslim setelah masyarakat dan individu. Negara kan menjamin pelaksanaan Islam secara kaffah sehingga rasa takut kepada Allah swt. sajalah yang menjadikan seseorang bersikap dan bertindak. Hal ini akan melahirkan pribadi-oribadi yang bertanggung jawab dunia maupun akhirat.
Wallahu’alam bi ash-shawwab
Oleh: Yuliana, S.Pd. M.Pd.
Aktivis Muslimah Peduli Generasi
0 Comments