TintaSiyasi.com -- Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2023 kembali menuai permasalahan. Mulai dari calon siswa yang tidak dapat sekolah, praktik-praktik curang agar lolos seleksi, hingga sekolah yang tak mendapat siswa.
Seperti halnya yang terjadi di Kota Madiun, di mana banyak siswa yang tidak kebagian sekolah. Hal ini menjadi perhatian anggota dewan. Ketua DPRD Kota Madiun, Andi Raya BMS, menyatakan bahwa sungguh aneh bila warga Kota Madiun tidak mendapat sekolah di rumahnya sendiri. Ia menerima banyak laporan terkait ini dan menaruh kejanggalan pada sistem zonasi yang diterapkan. Salah satu contohnya adalah saat ditemukan data jarak rumah calon siswa dengan sekolah yang hanya nol sampai tiga meter saja. Selain itu, Andi juga menerima laporan warga yang kebingungan karena tidak ada kejelasan nasib para calon peserta didik hingga proses PPDB ditutup. (realita.co, 8/7/2023).
Zonasi Menuai Masalah
Permasalahan pada proses PPDB ini tentu merugikan para calon siswa. Banyak orang tua siswa yang kemudian mengajukan protes. Anak-anak mereka menjadi korban sistem zonasi. Mereka tidak bisa bersekolah di tempat yang diinginkan. Bahkan, banyak juga yang tak kebagian sekolah. Faktanya, sekalipun rumah dekat dengan sekolah, tidak bisa menjamin bisa masuk di sekolah tersebut.
Sistem zonasi sendiri dicetuskan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan era tahun 2016-2019, Muhajir Effendy. Kebijakan ini sebagai respon terjadinya ‘kasta’ dalam sistem pendidikan. Kemendikbud menerapkannya sejak tahun 2017 sebagai salah satu strategi percepatan pemerataan pendidikan yang berkualitas. Maksudnya supaya semua bisa sekolah.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa sistem zonasi justru memunculkan banyak permasalahan. Praktik curang seperti memalsukan alamat domisili agar bisa lolos seleksi PPDB sudah bukan rahasia lagi. Jual beli kursi, pungutan liar, KK yang tidak sesuai dengan domisili, dan adanya siswa titipan ke SMA tertentu oleh pejabat setempat seperti yang terjadi di Kepulauan Riau merupakan masalah yang mewarnai proses PPDB.
Tak berlebihan jika dikatakan sistem ini membuka celah maraknya kecurangan. Demi lolos seleksi, apa pun akan dilakukan. Masih adanya kecenderungan pada sekolah yang dianggap favorit dan unggulan menjadikan orang tua akan berbuat apa saja agar anaknya bisa bersekolah di sana. Akibatnya, calon siswa yang rumahnya benar-benar dekat dengan sekolah bisa tersingkir dari daftar. Bahkan, berakhir tanpa mendapatkan sekolah seperti yang menimpa siswa-siswa di Madiun.
Tidak Merata
Tak bisa dimungkiri bahwa belum meratanya kualitas sekolah-sekolah yang ada membuat favoritisme masih terjadi. Perbedaan infrastruktur juga mencolok di antara sekolah-sekolah. Ada sekolah yang bangunannya megah, fasilitas mewah, dan lengkap. Namun, ada banyak juga sekolah yang fasilitasnya sangat kurang. Bahkan, jauh dari kata layak.
Orang tua tentu ingin anaknya bisa bersekolah di tempat yang fasilitasnya lengkap, memiliki program-program unggulan, dan terkenal menghasilkan siswa berprestasi. Mendapatkan sekolah yang terbaik menjadi harapan dan keinginan setiap orang tua. Dengan begitu, anak-anak mereka juga akan mendapat hasil yang baik pula.
Paradigma Keliru
Hal ini tak bisa dilepaskan dari paradigma sekularisme kapitalisme yang bersemayam dalam pemikiran. Manusia melihat kesuksesan dari pencapaian materinya. Nilai menjadi tolok ukur kepintaran. Prestasi akademik menjadi gambaran siswa yang berhasil. Sekolah yang bagus hanya dilihat dari fasilitas, sarana, dan prasana penunjangnya.
Mindset sekularisme kapitalisme ini mendorong manusia melakukan apa saja demi meraih tujuannya. Inilah yang sebenarnya menjadi dasar kenapa banyak terjadi permasalahan dan kecurangan dalam sistem zonasi. Masalah ini akan berulang di kemudian hari. Kekisruhan yang mewarnai proses PPDB tidak akan bisa dihilangkan selama pola pikir sekuler kapitalis masih melekat.
Sistem Pendidikan Islam
Islam adalah aturan terbaik. Sebab, aturannya bersumber dari Allah SWT. Islam mengatur setiap aspek kehidupan secara terperinci dan tepat. Begitu pula bidang pendidikan diatur oleh Islam.
Dalam pandangan Islam, pendidikan adalah kebutuhan mendasar setiap orang. Semua memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Pendidikan yang diterapkan adalah berbasis akidah Islam. Tujuannya untuk mencetak manusia agar berkepribadian Islam, menguasai tsaqofah Islam, menguasai ilmu-ilmu kehidupan seperti iptek dan keterampilan. Hasilnya, generasi Muslim yang cerdas dan bertakwa serta paham mengenai makna kehidupan yang sesungguhnya. Mereka tidak silau dengan nilai atau materi ataupun sibuk mengejarnya.
Penyelenggara pendidikan adalah negara. Tanggung jawab ini harus diupayakan dengan sebaik mungkin. Karena itu, negara wajib menyediakan fasilitas pendidikan yang dibutuhkan. Sarana dan prasarana dibangun demi kelancaran proses pembelajaran. Setiap sekolah punya kualitas yang sama dan tidak ada sekolah unggulan. Semuanya berkualitas baik sehingga setiap anak bisa bersekolah di mana saja.
Pendidikan berkualitas harus bisa dijangkau oleh semua kalangan. Negara yang menanggung biayanya. Rakyat tidak perlu repot dan pusing memikirkan biaya-biaya. Tidak ada uang gedung yang mahal seperti di dunia kapitalisme sekarang ini. Rakyat tinggal bersekolah dengan sungguh-sungguh saja.
Tenaga pengajar profesional juga disiapkan negara. Para guru mendapatkan gaji yang cukup ditambah tunjangan. Dengan penghasilan yang mencukupi dan kebutuhan yang dijamin negara, para guru akan fokus mengajar. Mereka akan serius dan sepenuh hati dalam membimbing murid-muridnya menjadi manusia yang bertakwa dan siap menghadapi tantangan kehidupan.
Pendidikan bisa terselenggara dengan baik karena mendapat sokongan dana yang luar biasa. Dana tersebut dari Baitul Mal dengan tiga sumber pemasukannya. Pertama, dari harta milik umum seperti pertambangan, minyak, gas, laut, sungai, perairan, mata air, hutan, padang gembalaan, dan aset-aset yang dilindungi untuk keperluan khusus. Kemudian ada bagian fai dan kharaj yang terdiri dari ganimah, status tanah (usyriyah), jizyah, fai dan dharibah. Sementara bagian ketiga berupa sedekah/zakat.
Tak sulit bagi negara melaksanakan pendidikan yang berkualitas dan terjangkau bagi semua orang. Hasilnya pun generasi unggul yang siap menjadi penerus peradaban gemilang Islam.
Tak kalah pentingnya adalah tiga prinsip dalam pemenuhan kebutuhan rakyat. Kesederhanaan aturan, kecepatan pelayanan, dan profesionalitas orang yang mengurusi merupakan prinsip yang harus dijalankan. Dengan begitu, kerumitan mendaftar sekolah dapat dihindarkan.
Semua bisa terwujud jika Islam benar-benar diterapkan. Mustahil pendidikan bisa terselenggara dengan baik tanpanya. Untuk itu, kita butuh pemimpin yang mau menerapkan Islam secara kaffah. Pemimpin yang mengurusi rakyatnya dengan penuh tanggung jawab sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW: “Imam (penguasa) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus.” (HR. Bukhari). Maka, memperjuangkan agar Islam bisa diterapkan secara sempurna adalah sebuah keharusan. Hanya dengan Islamlah segala urusan manusia bisa terselenggara dengan baik.
Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Nurcahyani
(Aktivis Muslimah)
0 Comments