TintaSiyasi.com -- Pernahkah terbesit didalam benak "Mengapa Indonesia banyak terjadi bencana alam?" Jawabannya karena ring of fire. Memutar otak mengingat pelajaran geografi kala SMA, ring of fire atau yang biasa kita kenal dengan sebutan cincin api merupakan sebuah jalur pegunungan aktif. Hal ini menjadi salah satu alasan pemicu banyak bencana alam di Indonesia dalam sisi Ilmu Alam. Selain itu juga dikarenakan atas kehendak Allah.
Tapi, tahukah kamu bahwa bukan hanya Indonesia yang sering terjadi bencana khususnya gempa. Tetapi, Jepang juga sering dilanda bencana alam. Namun, negara kita lebih banyak PR-nya dalam mitigasi bencana alam dibandingkan Jepang. Padahal, bukan hanya gempa saja. Melainkan, potensi tsunami, longsor, banjir, aktivitas vulkanis dan lainnya. Mengapa demikian?
Lemahnya mitigasi bencana alam dinegara kita, menyebabkan dampak setelah bencana menjadi sangat terasa. Tak hanya harta benda, melainkan juga nyawa. Lalu siapa yang salah?
Dalam hal ini, fokusnya bukan satu namun bersama. Sebab, jika hanya masyarakat saja yang bergerak. Maka, geraknya lambat. Begitupun sebaliknya. Sejauh ini bagaimana dengan negara kita? Sudah seberapa tinggi tingkat kesadaran terhadap mitigasi bencana alam?
Faktanya, Indonesia memiliki wilayah yang luas dan kepulauan serta masyarakat yang banyak. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam melakukan mitigasi bencana alam. Sayangnya hal tersebut menjadi penghalang, bukan pecutan. Tidak sedikit masyarakat yang masih buta dengan mitigasi bencana alam. Karna dilihat dari rumah yang tidak ideal di kawasan rawan gempa misalnya. Selain itu sangat minim kesadaran mengenai sampah yang berimbas terjadi banjir.
Tidak hanya pr masyarakat, tetapi juga pr negara dan instansi terkait. Sebab, sudah semestinya negara melakukan edukasi yang intensif, pengadaan alat detektor yang mumpuni, evaluasi tata ruang, tersedianya fasilitas evakuasi korban yang baik, infrastruktur pasca bencana dan lain sebagainya.
Ini semua terjadi sebab sistem sekuler yang bercokol di negeri kita. Sebab sistem hari ini, hanya berpihak pada segelintir orang yang bermodal bukan pada rakyat. Bahkan sering terjadi pencitraan terlebih lagi saat hendak pemilu. Masyarakat bukan untuk dilindungi, melainkan dijadikan alat untuk memenuhi perut buncit para pejabat.
Begitulah potret buruknya sistem sekularisme. Menghilangkan nilai-nilai Islam dari kehidupan, memporak-porandakan fitrah manusia, mencabut esensi kedaulatan sejatinya milik Allah bukan manusia. Efeknya kehidupan carut marut, terkungkung dalam kekalutan, tidak ada tempat berlindung yang sejati.
Sedangkan di dalam Islam, sangat mementingkan keselamatan ummat. Yang mana hal itu menjadi tanggung jawab seorang pemimpin. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka dari itu, sudah saat kita untuk hijrah dari sistem jahiliyah menuju sistem syari'ah. Sebab, hanya hukum Allah yang mampu mengatur seluruh alam semesta dengan Maha Adil. Semua telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw, tinggallah kita merendahkan hati untuk mengembalikan kepada yang Haq yaitu Allah Ta'ala.
Wallahua'lam bishawab.
Oleh: Jessy Tiara Putri
Aktivis Muslimah
0 Comments