TintaSiyasi.com -- Negara Indonesia terkenal akan keanekaragaman tradisi budaya dan adat istiadatnya. Masyarakat sudah terbiasa menjalankannya secara turun-temurun dari nenek moyangnya. Hal yang lumrah jika masyarakat tetap memegah teguh tradisi itu karena selama ini negara mendukungnya dengan alasan untuk melestarikan kekayaan budaya negeri ini.
Namun, belakangan ini terjadi hal yang mengejutkan. Puluhan warga Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta tertular virus antraks sesudah melakukan tradisi brandu atau purak. Tradisi brandu sendiri adalah tradisi yang berkaitan dengan pemotongan hewan yang sakit atau mati mendadak berupa sapi atau kambing, lalu dagingnya diperjualbelikan ke tetangga dengan harga di bawah standar, dilansir CNNIndonesia.com, Sabtu (08/07/2023).
Hingga Rabu (05/07), Kementerian Pertanian mencatat 12 ekor hewan ternak mati yaitu enam sapi dan enam kambing. Sementara itu warga yang positif antraks berdasarkan hasil tes serologi yang dilakukan Kementerian Kesehatan berjumlah 85 warga, bahkan satu orang dikabarkan meninggal di RS Sardjito, Yogyakarta dalam kondisi positif antraks, dilansir TribunJatim.com, Sabtu (8/07/2023).
Muncul dugaan kenapa tradisi ini terus dilakukan, salah satunya adalah akibat dari kondisi sosial-ekonomi masyarakat pedesaan. Dari sisi peternak, ada dorongan untuk mempertahankan nilai ekonomi dari ternak yang mati. Adapun dari sisi masyarakat, tradisi ini dianggap sebagai asas gotong royong dan bentuk kepedulian terhadap warga yang mengalami musibah. Hal ini jelas tidak bisa dibiarkan karena tradisi brandu menjadi sebab massifnya penyebaran antraks di daerah tersebut. Menurut Kabid Kesehatan Hewan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Retno Widyastuti, tradisi itu membuat Kabupaten Gunungkidul tidak berhenti penyebaran antraks, karena ketika hewan yang sakit dipotong maka bakteri yang ada di darah itu mengalir ke luar berubah menjadi spora. Spora inilah yang tahan puluhan tahun.
Ungkapan yang hampir sama disampaikan Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Kementan Syamsul Ma’arif, bahwa tradisi brandu pada dasarnya bertujuan baik, yaitu mengumpulkan uang hasil penjualan daging untuk diberikan kepada peternak agar tidak rugi besar karena ternaknya mati. Namun tradisi ini justru membawa petaka buat warga. Sifat bakteri penyebab antraks, Bacillus antracis, akan membentuk spora saat terpapar udara terbuka. Oleh sebab itu konsumsi daging hewan yang terpapar antraks sangat dilarang.
Dalam sebuah investigasi yang dilakukan oleh Balai Besar Veteiner Wates dan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Gunungkidul, menyebut bahwa warga sebenarnya sadar atas resiko antraks dan larangan mengonsumsi ternak yang sakit atau mati mendadak ketika mereka melakukan tradisi brandu atau purak itu namun hal ini sering diabaikan. Hal ini wajar terjadi di tengah kondisi kemiskinan masyarakat daerah itu. Kondisi yang menyebabkan masyarakat tidak mempunyai pilihan untuk keberlangsungan hidupnya meski nyawa yang jadi taruhannya. Di sisi lain, juga menggambarkan betapa rendahnya tingkat literasi masyarakat sehingga mereka terbiasa mengonsumsi binatang yang sudah sakit.
Fakta di atas sangat jelas menunjukkan bahwa penguasa lalai dalam mengurus rakyatnya, sehingga tradisi yang membahayakan nyawa ini tetap berlangsung. Bahkan hal tersebut melanggar aturan agama Islam.
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari itu orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi barangsiapa terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang,” (QS. Al Maidah ayat 3).
Lalainya perhatian pemerintah saat ini tidak lepas dari pengaruh sistem yang saat ini diembannya. Sistem kapitalisme yang lebih memprioritaskan keuntungan dibanding kemaslahatan umat. Negara berperan jika melihat ada peluang yang menguntungkan, jika pun harus bertindak maka solusi yang diambil sebatas solusi pragmatis yang tidak menyelesaikan masalah hingga ke akarnya.
Jauh berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam memilih seorang pemimpin itu sangat penting, karena memilih pemimpin bukan hanya mencakup dimensi duniawi saja, lebih dari itu juga memiliki dimensi akidah (ukhrowi). Karenanya, tidak selayaknya seorang Muslim masih menggunakan dasar dan acuan lain selain yang telah jelas dan tegas disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadis. Maka dari itu Islam mewajibkan setiap pemimpin berlaku adil dalam mengurusi rakyatnya. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui,” (QS. Al-Anfal ayat 27).
Kepemimpinan dalam Islam bukan sekedar kerjasama yang terikat kontrak dengan rakyat, namun merupakan perjanjian dengan Allah SWT. Bersumpah atas nama Tuhan bukan sekedar wacana di muka umum. Lebih dari itu tanggung jawab seorang pemimpin jauh lebih besar dari yang lainnya, karena tanggung jawab pemimpin adalah dunia akhirat. Abdullah bin Umar mengatakan, Rasullulah saw. berkata, “ ketahuilah bahwa setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemipinannya, seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin bagi mereka dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas mereka.” (HR. Abu Dawud).
Amanah adalah sebuah kepercayaan, dan pemimpin mengemban kepercayaan dari orang-orang yang dipimpinnya. Ini merupakan tanggung jawab dan amanah yang besar yang ia pegang. Karena untuk berupaya mewujudkan kesejahteraan dan keadilan itu terletak pada kebijakannya. Oleh sebab itu pemimpin dalam Islam tidak boleh mengambil rujukan hukum selain dari yang sudah ditetapkan yaitu Al-Qur’an dan Hadis.
Dari beberapa pemaparan fakta di atas kita dapat menyimpulkan bahwa hanya sistem Islam yang mampu memberikan jaminan kesejahteraan hidup pada rakyatnya. Juga akan memberikan edukasi secara menyeluruh kepada umatnya untuk lebih memahami akan aturan agama yang dianutnya dan memahami aturan yang terkait dengan kesehatan dirinya secara menyeluruh.
Wallahu’alam Bishowab.
Oleh: Rita Yusnita
Aktivis Dakwah
0 Comments