TintaSiyasi.com -- Pelaksanaan seleksi PPDB jalur zonasi tahun ajaran 2023/2024 yang belum lama ini dilaksanakan menimbulkan banyak kekisruhan. Sejumlah persoalan dalam pelaksanaan seleksi PPDB tersebut di antaranya adalah pemalsuan Kartu Keluarga (KK), penggunaan nama siswa secara berulang kali, hingga adanya intervensi pejabat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD (tekno.tempo, 13/07/23)
Di Kota Bekasi sendiri, selain kesulitan mengakses, sabotase pada jalur zonasi sering menjadi pemicu karut marut PPDB online. Seperti yang terjadi di SMA Negeri 1 Bekasi, dimana terdapat 97 peserta didik atas nama Siti Aisyah, dengan alamat berbeda-beda, lolos melalui jalur zonasi. Selain SMA Negeri 1 Bekasi, kisruh PPDB online juga terjadi di SMA Negeri 10 Bekasi. Sejumlah peserta didik yang berada di sekitar sekolah, disebutkan tak lolos jalur zonasi. Pelanggaran PPDB online pada sistem zonasi banyak ditemui di sekolah-sekolah unggulan yang menjadi incaran banyak peserta didik baru (liputan6.com, 13/07/23).
Awal Mula Kekisruhan
Segala karut marut yang terjadi pada proses PPDB diawali karena diberlakukannya sistem zonasi oleh pemerintah. Sistem zonasi waktu awal digulirkan oleh pemerintah harapannya agar peserta didik mendapatkan kualitas pendidikan yang merata di semua daerah. Tidak ada lagi istilah sekolah favorit. Semua anak berhak mendapatkan pendidikan dengan kualitas terbaik di manapun, di sisi lain jaraknya juga dekat dari rumah.
Sebenarnya ini adalah maksud baik yang direncanakan pemerintah. Tapi faktanya dari sisi fasilitas sekolah, kualitas SDM guru, prestasi sekolah dan lain sebagainya tetap ada perbedaan. Inilah yang menjadi celah untuk melakukan berbagai kecurangan seperti beli kursi, pemalsuan identitas dalam KK, pungutan liar dan sebagainya. Ini terjadi khususnya pada sekolah-sekolah yang dianggap favorit. Sistem digital pun yang seharusnya mempermudah proses pendaftaran siswa, malah membuat kecurangan mudah dilakukan.
Meskipun upaya untuk mengatasi ksiruh PPDB ini sudah ada, seperti berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) dan Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah untuk menganalisis calon peserta didik baru dengan melibatkan Inspektorat Daerah untuk menindak pelanggaran terkait KK, juga melibatkan pimpinan musyawarah daerah, kepala sekolah, lembaga swadaya masyarakat (LSM) serta tokoh masyarakat agar pelaksanaan PPDB dapat dilakukan tanpa intervensi dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) maupun pungli melalui penandatanganan pakta integritas bersama (tekno.tempo, 13/07/23), namun tetap saja kekacauan yang sudah terlanjur terjadi ini sulit untuk dihentikan. Sistem zonasi nyatanya belum siap untuk dilaksanakan karena perangkat pendukungnya seperti SDM pendidik, fasilitas, sarana prasarana dan segala hal terkait juga belum optimal.
Masalah Pokok Kekisruhan
Sejumlah kekisruhan yang terjadi pastinya memancing pertanyaan terkait kualitas pendidikan kita, apakah selama ini pemerintah benar-benar telah menyelenggarakan sistem pendidikan dengan kualitas terbaik? Dan apakah sistem pendidikan kita berhasil mencetak genarasi yang unggul dan berkualitas? Jika kita berkaca pada kisruh PPDB 2023, ada dua masalah pokok yang dapat dilihat:
Pertama, cara pandang tentang sekolah. Adanya strata sekolah favorit dan tidak favorit pada pada pandangan masyarakat muncul dari paradigma pendidikan sekular kapitalistik yang mengukur segalanya dari materi. Contohnya, sekolah favorit pada umumnya berisi anak-anak pintar dan kaya, sedangkan siswa yang biasa saja secara prestasi dan ekonomi hanya bisa belajar di sekolah seadanya yang minim fasilitas dan sarana prasarana.
Akhirnya, untuk mengukur kesuksesan anak didik dilihat dari sisi materi saja. Sekolah bagus dilihat dari sisi fisik seperti fasilitas, tunjangan, dan sarana prasarananya. Cara pandang seperti inilah yang menjadi ciri khas kehidupan masyarakat kapitalistik.
Kedua, belum meratanya kualitas pendidikan di seluruh daerah. Adanya strata, nilai prestise sekolah, hingga perbedaan infrastruktur, menjadi penyebab predikat sekolah favorit dalam dunia pendidikan. Buktinya, ada orang tua yang rela menghalalkan segala cara agar anaknya dapat masuk ke sekolah yang fasilitasnya sudah bagus dan dikenal sebagai sekolah unggulan atau berprestasi.
Ada pula yang tidak mau di sekolah dekat dengan rumah karena fasilitas penunjang belajar dianggap minim dan kurang berkembang. Alhasil, banyak orang tua lebih memilih menyekolahkan anak-anak mereka di swasta meski mahal daripada sekolah negeri, tetapi minim sarana dan prasarana. Akibatnya beberapa sekolah negeri justru kekurangan siswa, walaupun lokasi sekolah dekat dengan pemukiman warga. Artinya, dari aspek penyediaan fasilitas sekolah, pemerintah lalai memberikan pelayanan pendidikan secara merata.
Kisruh PPDB di berbagai tempat menjadi bukti yang semakin memperlihatkan bahwa masih ada cara pandang tentang sekolah yang keliru dan kualitas pendidikan di tiap daerah belum merata. Sehingga kebijakan zonasi bisa dikatakan bukanlah kebijakan yang tepat untuk dilaksanakan. Apalagi sampai mendorong masyarakat berbuat curang demi bisa masuk sekolah yang dikehendaki, yang berarti juga menggambarkan gagalnya sistem pendidikan dalam menghasilkan individu berkepribadian islam. Semua ini berakar dari sistem pendidikan yang sekular dan kapitalistik.
Sistem Pendidikan Islam Berkualitas dan Unggul
Kebijakan zonasi sejatinya belumlah menyentuh akar persoalan pendidikan. Adapun yang seharusnya dilakukan adalah mengurai pokok persoalan, yaitu mengubah cara pandang masyarakat tentang sekolah dan sistem yang menaunginya. Negara berperan penting dalam menyelenggarakan sistem pendidikan yang berkualitas dan unggul. Apa saja upaya yang dilakukan?
Pertama, menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Dalam pandangan Islam, visi misi sekolah ialah membentuk generasi berkepribadian Islam, menguasai tsaqafah Islam, dan ilmu-ilmu kehidupan (iptek dan keterampilan). Semakin tinggi ilmu yang didapat, semakin tunduk pula kepada Sang Pencipta. Allah Swt. berfirman,
Artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka (TQS. Ali-Imron: 190-191)
Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa tujuan pendidikan salah satunya harus mewujudkan peserta didik yang beriman kepada Allah, karena dengan iman dan takwa kepada Allah maka akan mewujudkan peserta didik yang berakhlak mulia dan berperilaku terpuji. Bukan sekadar berburu nilai koginitif, mengejar prestise, atau membuat anak cerdas secara akademis. Dengan diterapkannya sistem pendidikan Islam, otomatis pandangan masyarakat perihal sekolah favorit dan tidak favorit akan menghilang.
Kedua, menyediakan infrastruktur dan fasilitas yang menunjang kegiatan belajar dan mengajar di sekolah. Ini adalah kewajiban negara sebagai penanggung jawab membangun SDM berkualitas. Negara wajib menyediakan infrastruktur pendidikan yang cukup dan memadai, seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, buku-buku pelajaran, teknologi yang mendukung KBM, dan sebagainya. Semua disediakan secara gratis dan mudah diakses oleh semua peserta didik. Dengan demikian, tidak perlu ada sistem zonasi. Semua sekolah diunggulkan dan para siswa mau sekolah di mana saja karena fasilitasnya yang merata.
Ketiga, SDM yang bermutu dan profesional. Kehadiran guru yang profesional cukup berpengaruh pada kualitas sekolah di masyarakat. Alhasil, negara wajib menyediakan tenaga-tenaga pengajar yang ahli di bidangnya, sekaligus memberikan gaji yang layak bagi guru juga pegawai yang bekerja di kantor dan lembaga pendidikan.
Ketiga, mekanisme ini dapat terlaksana jika negara menyelenggarakan tata kelola pendidikan dengan cara Islam. Bukan dengan paradigma kapitalisme seperti saat ini. Skema Islam seperti ini pun akan menghilangkan pandangan sekolah favorit sekaligus mencegah terjadinya kecurangan demi masuk sekolah yang diinginkan. Hal ini disebabkan semua lembaga pendidikan memiliki kualitas yang sama baiknya, sama unggulnya dalam sisi SDM, fasilitas dan output yang dihasilkan. Bukti kegemilangan pendidikan Islam sudah tercatat dalam sejarah. Islam mampu membentuk generasi cemerlang yang melahirkan ilmuwan-ilmuwan cerdas dengan ketinggian akhlak dan kepribadian mereka.
Oleh: Hanum Hanindita, S.Si.
Aktivis Muslimah
0 Comments