TintaSiyasi.com -- Sejak abad ke-17, kaum buruh merupakan kelas yang sering tersingkirkan dalam tatanan sosial akibat eksploitasi korporasi dan kapitalisme. Jika selama ini kaum buruh hanya mengalami tambahan tekanan pekerjaan, kini mereka berada dalam bahaya kehilangan pekerjaan mereka akibat otomatisasi. Otomatisasi dapat mematikan peran manusia dalam pekerjaan dan meningkatkan pengangguran global sehingga setiap aktor harus memikirkan solusi menghadapi Revolusi Industri Keempat. Seperti Revolusi Industri sebelumnya, cara hidup, sistem, dan tatanan sosial masyarakat global akan berubah, namun dengan laju yang lebih cepat daripada tiga Revolusi Industri sebelumnya. Tidak ada yang benar-benar siap dengan perubahan akibat Revolusi Industri Keempat.
Ditinjau dari sejarahnya, Mei sengaja dipilih untuk memperingati hari buruh Internasional karena banyak peristiwa mengenai buruh terjadi pada bulan tersebut. Pertama kali, Mei 1886, para buruh di Chicago Amerika Serikat menuntut pemangkasan jam kerja. Pada saat itu, mereka bekerja 16 jam per hari sehingga meminta pengurangan jam kerja menjadi 8 jam per hari. Mereka juga mengancam mogok kerja. Namun, pada 3 Mei 1886, terjadi kerusuhan. Sebuah bom meledak di antara para peserta unjuk rasa di alun-alun Haymarket, Chicago, Amerika Serikat. Akhirnya banyak korban berjatuhan.
Beberapa tahun setelah kejadian itu, pertemuan sosialis internasional di Paris membahas May Day sebagai hari libur yang menghormati hak-hak pekerja. Pada Mei 1894, mereka berunjuk rasa memprotes 16 jam kerja dan rendahnya upah di Pullman Palace Car Company yang memproduksi gerbong kereta api di pabrik dekat Chicago. Tuntutan itu akhirnya dipenuhi pada 1926, yaitu memotong jam kerja jadi 8 jam dan menaikkan upah dua kali lipat.
Seiring waktu, pemerintah di wilayah tersebut menetapkan upah minimum dan mengurangi jam kerja lebih singkat lagi. Pada 1940-an, banyak negara yang menetapkan Mei sebagai Hari Buruh Internasional serta ikut menetapkan upah minimum dan lama jam kerja.
Puluhan tahun berlalu, masalah buruh tak kunjung tuntas. Mereka masih menjadi kelompok marginal dibawah kuasa para pemilik modal. Hal ini pun dirasakan hingga kepelosok daerah. Di kota Banjarmasin, pengesahan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, nampaknya masih menuai polemik bagi para buruh. Bukan tanpa alasan, UU Cipta Kerja dinilai telah merenggut sejumlah hak dan merugikan para buruh ataupun pekerja. Salah satunya adanya sistem pekerjaan outsourcing atau penggunaan tenaga kerja dari pihak ketiga yang terkesan sangat bebas saat ini.
“Dibebaskan outsourcing saat ini, membuka peluang pekerja luar (tenaga kerja asing) bekerja di sini,” ucap Wakil Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kota Banjarmasin, Suntin Yono usai dengar pendapat bersama Pemko Banjarmasin di peringatan Hari Buruh di Halaman Balai Kota, Senin, 1/5/2023 (terasbanua.co.id).
Sementara itu, puluhan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Banjarmasin menggelar aksi, Senin (1/5) sore di kawasan fly over, Jalan Ahmad Yani Kilometer 3,5 Banjarmasin Timur. Mereka membentangkan spanduk penolakan terhadap UU Cipta Kerja di atas jembatan fly over Banjarmasin. Adapun tuntutan yang disampaikan diantaranya mengenai kesejahteraan kaum buruh Banua; Pemerintah daerah dan dewan di Kalsel memberikan pernyataan sikap menolak UU Cipta Kerja; pemerintah dalam setiap mengeluarkan izin baru, tinjau ulang terlebih dahulu izin pertambangan yang ada serta transparansi terhadap kelayakan izin; serta meminta perbaikan pembangunan ekonomi di Kalsel.
Adapun di Tanjung, Demo Hari Buruh 1 Mei dilakukan buruh yang tergabung dalam DPC FSP-KEP Kabupaten Tabalong di depan kantor DPRD Tabalong, menyampaikan lima tuntutan. Tuntutan itu yakni Tolak Omnibuslaw Undang undang Cipta Kerja, Tolak RUU Omnibuslaw Kesehatan, Sahkan RUU PPRT, Terapkan rooster kerja di PT Sapta Indra Sejati 3:4:1 untuk semua departemen, serta Meminta kepada pimpinan perusahaan PT Adaro Indonesia agar meliburkan semua karyawan dan mitra kerja di saat hari raya keagamaan, Idul fitri, Idul Adha dan Natal.
Semua tuntutan itu disampaikan tepat di depan sejumlah wakil rakyat di Tabalong. Ketua DPC FSP-KEP Kabupaten Tabalong, Syahrul dalam orasinya mengatakan, karena undang-undang tersebut sangat menekan buruh. Wakil rakyat pun dianggap gagal karena telah mengesahkan UU Omnibuslaw. “Apa tidak malu mereka, padahal mereka harusnya melakukan perbaikan dalam dua tahun,” ujarnya (radarbanjarmasin.jawapos.com).
Tidak Ada Problem Perburuhan dalam Islam
Masalah perburuhan merupakan problem yang muncul akibat penerapan ideologi kapitalisme. Di dalam sistem kapitalisme, buruh dan pengusaha berada pada posisi yang tidak seimbang. Pengusaha kapitalis memiliki posisi yang tinggi dan bersifat menghegemoni karena dia merupakan pemilik sumber daya ekonomi. Sedangkan buruh berada pada posisi yang rendah dan lemah karena tidak punya sumber daya, kecuali tenaganya. Akibat dari pandangan yang tidak adil ini, buruh selalu terzalimi, baik pada era dulu maupun sekarang, mulai dari Revolusi Industi 1.0 hingga kini.
Pandangan khas sistem ekonomi kapitalisme yang menjadikan kelangkaan sebagai masalah ekonomi merupakan biang terjadinya masalah perburuhan. Kapitalisme menjadikan fokus pergerakan roda ekonomi pada aspek produksi. Dimana yang menjadi roda penggerak roda industri untuk berproduksi adalah manusia dan mesin. Sehingga masalah buruh dan pemilik modal menjadi lingkaran setan yang tidak pernah teruraikan.
Sementara Islam, memandang masalah utama dalam ekonomi adalah distribusi. Sehingga sistem politik ekonomi yang diselenggarakan oleh negara berfokus pada sampainya distribusi barang dan jasa kepada seluruh rakyat individu per individu.
Di dalam sistem ekonomi Islam menjadi ajir bukan satu satunya sumber kepemilikan harta. Ada enam cara bekerja selain menjadi ajir yakni menghidupkan tanah mati, menggali kandungan bumi, berburu, makelar dan pemandu, mudharabah dan musaqat. Pun jika menjadi ajir, tidak melulu kepada para pemilik modal. Karena pemilik sumber daya terkaya adalah rakyat. Negara boleh mengelola sumber daya alam yang merupakan kepemilikan umum dengan mempekerjakan ajir. Dari pintu ini, masalah pengangguran dan ketenagakerjaan mulai terurai.
Selain itu, menghidupkan tanah mati, yang tidak dikenal di dalam sistem ekonomi kapitalis juga membuka pintu pekerjaan bagi rakyat. Umat Islam dalam sejarah peradabannya juga pernah menjadi pemimpin revolusi pertanian. Pertanian dan industri berat merupakan kebijakan strategis di dalam negara Islam. Dengan dua kebijakan strategis ini, otomatis akan menyerap banyak tenaga kerja.
Islam juga tidak mengenal para penguasa sumber daya. Karena sekaya apapun seorang individu, dia hanya boleh menguasai harta yang diizinkan syara dimiliki individu. Dia tidak akan mungkin menguasai kepemilikan umum sebagaimana yang terjadi pada sistem kapitalisme. Para pemilik industri juga tidak mungkin mengembangkan harta kekayaannya dengan syirkah yang batil, meminjam dengan bunga atau menjual kertas berharga berbasis riba yang diharamkan oleh syarak.
Oleh karenanya, lingkaran setan masalah perburuhan saat ini disebabkan oleh sistem yang mendominasi dunia saat ini, yakni kapitalisme yang menjadikan penjajahan sebagai metode penyebaran ideologinya. Akibatnya, masalah penyerapan angkatan kerja dan perburuhan menjadi alat penjajahan negara-negara maju terhadap negara berkembang. Wallahu a'lam. []
Oleh: Nur Annisa Dewi, S.E.,M.Ak.
Aktivis Muslimah
0 Comments