TintaSiyasi.com -- Hari Raya Idul Fitri tahun ini merupakan moment kebahagiaan bagi setiap kaum muslim, tak terkecuali warga dari lembaga pemasyarakatan. Bagaimana tidak ? Selain takbir kemenangan berkumandang, kebijakan Remisi Khusus (RK) turut diregulasikan.
Dilansir dari media Republika.co.id (20 April 2023), Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melalui Direktorat Jenderal Permasyarakatan (Dirjenpas) memberikan Remisi Khusus (RK) Idul Fitri 1444H terhadap 146.260 narapidana beragama Islam yang dibina diseluruh lembaga pemasyarakatan Indonesia. 166 narapidana menerima RK-II (dinyatakan bebas), sedangkan sisanya 145.599 narapidana mendapatkan RK-I yakni pengurangan masa pemidanaan.
Background diregulasikannya kebijakan Remisi Khusus (RK) Idul Fitri, Koordinator Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Permasyarakatan (DIRJENPAS), Rika Aprianti mengatakan, pemberian Remisi Khusus Idul Fitri merupakan kesempatan terhadap warga binaan lembaga pemasyarakatan untuk terus melakukan introspeksi (memperbaiki) diri. Di samping itu, pemberian Remisi Khusus juga memberikan dampak penghematan pengeluaran negara untuk hak perawatan warga binaan selama menjalani masa hukuman di dalam lapas. Setidaknya tahun ini memberi penghematan untuk biaya konsumsi narapidana Rp.72,8 M.
Remisi tentu menjadi kabar yang sangat menggembirakan bagi narapidana itu sendiri termasuk keluarga mereka, terlebih yang menerima RK-II (langsung bebas). Namun perlu dipastikan, apakah kebebasan narapidana tersebut tidak menambah aksi kriminalitas/kejahatan di lapangan? Apalagi di moment hari raya seperti ini disinyalir aksi kriminalitas/kejahatan semakin meningkat.
Tidak dipungkiri, di era saat ini himpitan ekonomi kian berat dan mendapatkan pekerjaan pun kian sulit, akibat kedua problem tersebut masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan pokoknya. Apalagi mereka yang digelari sebagai mantan narapidana, dapat dipastikan sangat sedikit atau bahkan tidak ada perusahaan dan kantor yang ingin mempekerjakan mereka. Alhasil, mereka mendapatkan ujian berat dalam mencari penghidupan yang layak.
Disaat hasil binaan dari lembaga pemasyarakatan tidak mampu membuat iman mereka kuat, bisa saja mereka memilih dan menempuh jalan pintas sebagai bentuk usaha mereka agar cepat mendapat cuan. Jika itu terjadi, justru masyarakat akan terancam dengan kebijakan remisi tersebut. Setiap saat mereka dihantui dengan aksi kriminalitas/kejahatan mulai dari pencurian, perampokan hingga pembunuhan. Dan hal itu tentu tidak diharapkan dari bebasnya para narapidana.
Bobroknya Sanksi Hukum dalam Kapitalisme
Belakangan ini aksi kejahatan begitu banyak terjadi dikarenakan adanya mantan narapidana yang kembali membuat kejahatan menampakkan bobroknya sistem sanksi kapitalis. Sanksi yang diberikan hanya sebagai hukuman dalam bentuk formalitas sedangkan saat mendapatkan binaan, ada yang bertaubat dan ada juga yang tidak.
Hal ini dikarenakan sistem sanksi dalam kapitalisme dapat dikapitalisasi (dibeli dan ditawar), juga tidak tegasnya pembinaan. Bukan sebuah rahasia lagi, lingkungan sistem kapitalisme mampu membuat orang baik bisa manjadi jahat dan orang yang insaf bisa mengulangi kesalahan. Bisa dibayangkan mulai dari sulitnya mencari penghidupan, sulitnya mencari pekerjaan, prinsip materialisme yang mengutamakan materi semata, prinsip menghalalkan segala cara hingga akidah sekularisme yang berhasil mencetak manusia-manusia rakus demi materi.
Selain itu, kapitalisme juga yang berwatak materialis, hukum di buat bukan berdasarkan kemaslahatan rakyat tapi berdasarkan nilai materi semata. Buktinya, narapidana dibebaskan salah satu pertimbangannya supaya bsa memberi penghematan.
Jadi selama kapitalisme yang masih memimpin, kejahatan tidak akan pernah sirna. Para narapidana tetap akan mendapat ujian kesulitan dalam hidupnya dan bukan tidak mungkin mereka akan kembali melakukan tindakan yang sama seperti sebelumnya.
Sistem Sanksi Islam Solusinya
Islam, agama yang sempurna dan paripurna. Tidak hanya ibadah mahdhoh, Islam juga memiliki sistem sanksi yang dapat memberikan efek jera. Apabila sistem sanksi dalam islam diterapkan maka akan bersifat jawabir (penebus dosa) dan zawajir (pencegah).
Pendekatan hukum Islam untuk membuat masyarakat bertaubat yakni penanaman akidah yang membentuk keimanan kepada Allah menjadi kuat. Negara akan memberikan pembinaan terhadap para narapidana agar melakukan taubatan nasuha (sebenar-benarnya taubat). Sistem sanksi dalam Islam pun bersifat tegas sesuai dengan nas syara' atau hasil ijtihad para qadi (hakim) sehingga hukum tidak bisa ditoleransi (dibeli dan ditawar dengan materi tak terkecuali uang).
Sistem sanksi Islam tidak bisa berdiri sendiri. Keberadaannya perlu didukung dengan aturan yang lainnya. Seperti sistem ekonomi Islam, sistem pendidikan Islam, sistem kesehatan Islam, sistem sosial Islam dan seterusnya. Penerapan sistem ekonomi Islam akan membuat negara menjamin kebutuhan pokok rakyatnya. Misalnya, pengelolaan APBN yang sesuai aturan dalam Islam akan membuat negara memiliki kas yang banyak, baik itu berasal dari pemasukan pos Jizyah, Fay, Kharaj, Ghanimah hingga pengelolaan SDA. Hasil dari harta itu negara akan menggunakannya untuk memakmurkan rakyat.
Ada pos khusus seperti zakat, pos ini akan segera didistribusikan kepada orang yang membutuhkan, sehingga tidak ada lagi yang merasa kekurangan. Dengan ini, kejahatan yang mengatasnamakan desakan ekonomi akan tertepis. Rakyat tidak akan lagi melakukan kejahatan dengan alasan himpitan kehidupan. Negara juga akan membuka lapangan pekerjaan, baik memberikan modal atau berupa pinjaman tanpa terdapat unsur riba kepada siapapun yang membutuhkan tak terkecuali mantan narapidana. Sehingga mereka dapat hidup dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup yang tayyib.
Indahnya penerapan hukum Islam hanya dapat terwujud dalam dukungan sistem pemerintahan Islam yakni khilafah.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Sartika
Tim Pena Ideologis Maros
0 Comments