TintaSiyasi.com -- Kedekatan generasi milenial dengan internet memang tidak dapat kita pungkiri, apalagi pascapandemi. Mereka layaknya ibu dan anak yang sulit dipisahkan. Interaksi sosial cenderung mereka habiskan di ruang maya. Maka tidak heran kalau banyak milenial yang galau saat kehabisan kuota internet, dan panik ketika sinyal hilang tiba-tiba.
Dari hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang dikutip dari data.indonesia.id, menunjukkan bahwa internet didominasi oleh kelompok Gen Z dan milenial. Yaitu usia 13-34 tahun dengan tingkat penetrasi internet sebesar 99,16% hingga akhir tahun 2022.
Jangankan milenial, anak balita saja hari ini sudah melek dengan teknologi. Saking besarnya pengaruh teknologi terhadap generasi milenial, sampai-sampai media sosial dijadikan sebagai landasan berpikir. Apa kata media sosial itulah yang diikuti tanpa melihat dari mana sumbernya. Semua informasi di media sosial seakan ditelan mentah-mentah. Ini jelas berbahaya. Karena apa yang masuk ke dalam pemikiran, maka itulah nanti yang akan menjadi karakter kita.
Akar permasalahannya ada pada paham sekuler saat ini. Paham yang membiarkan yang haq dan bathil bercampur di ruang maya seperti minyak dan air. Jika generasi muslim tidak memiliki modal ilmu, iman, dan takwa, maka mereka akan mudah diperbudak oleh berita-berita hoax dan pemikiran rusak. Terlebih generasi milenial yang masih berada dalam fase pencarian jati diri.
Ya, sejatinya tidak ada yang salah dengan media sosial. Justru media sosial bisa bermanfaat jika dimanfaatkan dengan cara yang benar, bahkan bisa menjadi ladang pahala. Pun sebaliknya jika dimanfaatkan dengan cara yang salah atau bahkan melanggar hukum syarak, maka akan mendatangkan dosa.
Jika ditelisik lebih dalam, sebagian anak muda kebanyakan menghabiskan waktunya hanya untuk stalking atau scrool ke bawah sampai jempol keseleo. Namun ada juga yang hanya memposting, entah itu story, tulisan, maupun video. Semua bebas berpendapat dan mengekspresikan dirinya di media sosial.
Tapi, tahukah setiap apa yang kita baca, yang kita dengar, yang kita tulis dan yang kita posting, semua itu akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah. Sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur'an,
"Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan dimintai pertanggungjawabannya.(TQS. Al-Isra: 36).
Meskipun demikian, hal yang terpenting adalah peluang besar sedang terbuka lebar bagi anak muda untuk berkiprah di media sosial. Disamping informasi bisa disebarkan secepat kilat, media sosial juga mampu menembus jutaan kepala. Maka sudah semestinya kesempatan ini tidak dilewatkan begitu saja oleh anak muda. Seyogyanya mereka mengisi ruang pemikiran masyarakat di media sosial dengan menanamkan benih-benih kebaikan Islam. Anak muda tidak lagi hanya jadi penonton, tapi jadi pemain di lapangan hijau untuk memenangkan yang haq.
Maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah anak muda wajib membekali diri dengan ilmu agama, dengan cara memperdalam tsaqofah Islam. Jika tidak, maka jiwa hanya akan terombang-ambing, bahkan rentan terbawa arus. Ibaratkan selembar daun yang terbawa ke mana pun air mengalir. Jika air mengalir ke tempat yang jernih, maka daun pun akan ikut jernih. Sebaliknya, jika air mengalir ke tempat yang kotor, maka daun pun akan ikut menjadi kotor.
Kemudian yang kedua, amalkan segala ilmu yang didapatkan ke dalam kehidupan sehari-hari. Yang ketiga, sembari mengamalkan juga kudu menyebarkannya. Salah satu cara milenial untuk menyebarkan ilmu tersebut adalah melalui media sosial. Bisa dengan membuat tulisan yang bernafaskan Islam dan mampu mencerdaskan umat. Yang suka bikin konten di TikTok, mulai sekarang ubah genre kontennya menjadi konten yang berbicara tentang kebaikan. Kemudian, yang suka bikin Status, Story atau Reel, postinglah suatu hal yang dapat membawa pengaruh positif bagi orang lain.
Memang ini terdengar sulit bagi anak muda. Apatah lagi jiwa muda yang sedang menggelora. Haus akan hiburan, fun dan eksistensi diri. Namun, sulit bukan berarti tidak bisa. Masa muda hanya sekali, jadikan masa itu sebagai wadah meraih pahala sebanyak-banyaknya.
Ingatlah, bahwa setiap perbuatan yang kita lakukan baik di dunia nyata maupun dunia maya pasti memiliki tujuan dan pertanggungjawaban. Maka jadikan goal terbesarnya hanya rida Allah semata. Agar kelak kita termasuk ke dalam golongan pemuda yang dirindukan surga. Pilihannya hanya ada dua, berada di golongan yang haq atau pembela kebenaran atau berada di golongan pengusung kebatilan.
Tunggu apalagi, anak muda! Ayo, kepakkan sayap dakwah di media sosial. Permasalahannya bukan pada bisa atau tidak bisa, tapi mau atau tidak mau. Seperti kata pepatah melayu. "Nak seribu daye, tak nak seribu alasan." Jika mau, kita akan melakukan beribu upaya, namun jika tidak mau, maka kita akan mendatangkan seribu alasan. Pilihan ada di tangan kita.
Wallahu a'lam bisshowab.
Oleh: Esi Aulia (Eci)
Aktivis Muslimah
0 Comments