TintaSiyasi.com -- Penyerangan kaum muslim di Masjid Al Aqsa kembali terjadi di Bulan Ramadhan. Melansir dari dunia.tempo.co (06/04/2023), kepolisian Israel menyerang jamaah yang berada di kompleks Masjid Al Aqsa. Kejadian ini menyebabkan 12 warga Palestina terluka dari peluru-peluru karet dan adanya pemukulan.
Tak berhenti di situ, Israel terus melakukan penyerangan dan membuat serangan udara dengan menembakkan sembilan roket ke Gaza. Sekalipun penyerangan Israel terus terjadi, umat Islam tetap berdatangan ke Masjid Al Aqsa untuk melaksanakan shalat dan aktivitas ibadah lainnya seperti membaca Al-Qur'an.
Kecaman pun berdatangan atas kejadian itu. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Antonio Guterres terkejut melihat polisi israel memukuli jamaah Masjid Al Aqsa.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby mendesak seluruh pihak untuk tidak melanjutkan kekerasan tersebut. Juga Presiden Turki Recep Tayyip ErdoÄŸan mengutuk keras kejadian itu karena dianggap sudah di luar batas.
Serangan Israel kepada kaum muslimin di Palestina berulang kali terjadi setiap tahunnya. Tahun 1948, Israel sudah menginvasi tanah Palestina yang terus mendesak untuk mengusir orang-orang Palestina. Bahkan penjajah Israel saat itu sudah menduduki 77 persen tanah Palestina. Perlu dipahami bahwa konflik Palestina-Israel tidak sekedar masalah kemanusiaan yang bisa diselesaikan dengan diplomasi hipokrit.
Jika melihat sejarah, adanya Khilafah Islamiyyah terbukti dapat melindungi jiwa dan tanah kaum muslimin di Palestina. Ketika salah satu pendiri negara Zionis Israel, Theodore Herzl meminta sebagian wilayah di Palestina untuk bangsa Yahudi. Beliau langsung menolaknya “Aku tidak akan melepaskan walaupun sejengkal tanah ini (Palestina) karena ia bukan milikku. Tanah itu adalah hak umat Islam.”
Aksi penjajahan yang tiada henti ini akibat dari runtuhnya khilafah islam dan beralih pada penerapan sistem kapitalisme-sekuler. Pada sistem ini, Israel mendapat dukungan dari dunia internasional di mana dia diasuh dan dijaga oleh negara adidaya, Amerika. Sistem kapitalisme yang diemban oleh Amerika membuat Israel tetap dengan mudah menjajah dan melakukan perampasan hak manusia.
Pemimpin negeri-negeri malah bersikap hipokrit, di satu sisi mereka juga masih melanjutkan kerja sama dengan Israel, ketika serangan terjadi hanya berhenti di lontaran kecaman. Mirisnya, masih ada beberapa dari kaum Muslimin di luar Palestina yang menganggap persoalan Palestina adalah urusan internal mereka. Padahal Rasulullah saw bersabda,
“Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi di antara mereka adalah ibarat satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya)." (HR. Muslim)
Nasionalisme, ciptaan kapitalisme yang membuat negeri-negeri kaum Muslimin menjadi tersekat-sekat dan kehilangan persatuan antar kaum Muslimin. Oleh karena itu, satu-satunya solusi untuk menyelesaikan konflik Palestina-Israel adalah dengan menggelorakan jihad atas perintah dari Khilafah. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah ketika menghadapi kaum Yahudi di Madinah. Saat kaum Yahudi sudah diikat dengan piagam Madinah dan melanggarkan, sebagian dari mereka ada yang diusir dari Madinah, juga ada yang diperangi.
Pembebasan Palestina pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab dan Salahuddin al-Ayyubi. Yang berarti umat islam butuh perisai (junnah) agar jiwa dan tanah kaum Muslimin dapat terlindungi.
“Sesungguhnya Imam adalah laksana perisai, orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya,” (HR Muslim).
Sekali lagi tak akan pernah selesai dengan diplomasi apalagi hanya sekedar kecaman, sehingga akan selesai dengan menghadirkan kembali Daulah Khilafah Islamiyyah sebagai perisai kaum Muslimin. Wallahu’alam Bishowab
Oleh: Nabila Sinatrya
Aktivis Muslimah
0 Comments