TintaSiyasi.com -- Indonesia berpotensi memiliki masa depan yang cerah dengan adanya bonus demografi. Kominfo memperkirakan hal tersebut akan terjadi pada kisaran tahun 2040. Bonus yang termasuk di dalamnya SDM yang melimpah seolah menjadi peluang akan kekayaan intelektual berupa temuan-temuan hasil riset anak negeri.
Hal tersebut didukung oleh pernyataan Kepala Staff Kepresidenan, Bapak Moeldoko menyatakan bahwa ia mendukung adanya pengaplikasian hasil riset untuk kehidupan. Namun, akankah negara dapat bijak terhadap hasil riset anak negeri?
Riset suatu penelitian tersebut tentu memerlukan tidak sedikit dana, maka hari ini menggabungkan konsep kemitraan dan pentahelix sebagai konstruksi pembangunan riset dan penelitian adalah suatu keniscayaan. Berkaca pada tanggal 20 Februari 2021 pada acara Koordinasi PMK, yang salah satunya melibatkan perdesaan, disebutkan bahwa sejatinya pentahelix menjadi jembatan koordinasi dan komitmen antara pemerintah, akademisi, badan atau pelaku usaha, masyarakat atau komunitas, dan media bersatu padu berkoordinasi serta berkomitmen untuk mengembangkan potensi yang pada kasus tersebut melibatkan pihak lokal desa dan kawasan perdesaan.
Namun, terdapat suatu masalah yang perlu menjadi perhatian kita bersama, yaitu tatkala institusi pendidikan perguruan tinggi bekerja sama dengan pihak swasta (termasuk asing). Realitas ini menjadi saksi bahwa perkembangan arah penelitian memiliki tujuan mengikuti keinginan pasar dengan mengabulkan kerjasama antara pentahelix menuju ke arah menguntungkan pihak korporasi kapitalis.
Fenomena tersebut terlihat juga dalam bidang riset penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa ataupun akademisi lainnya. Tak jarang ditemukan kasus dengan riset yang bagus namun tak difasilitasi atau tidak didanai oleh negara. Atau sudah dinyatakan lolos dan layak di masyarakat, namun berujung pada menjadikan masyarakat sebagai karyawan bukan berdiri sendiri sebagai pemilik dan pengembang hasil riset.
Riset yang ditemukan juga terkadang malah dibeli oleh pihak swasta ataupun asing, sehingga masyarakat hanya menjadi "kelinci percobaan" penelitian. Hal terparah yang ditemukan adalah pada akhirnya penelitian mahasiswa ataupun akademisi hanya berakhir pada meja institusi, rak perpustakaan ataupun ajang perlombaan semata.
Perlu kita sadari, bahwa riset menjadi suatu alat kunci dari pengembangan di tengah-tengah masyarakat. Berkaca kepada dunia institusi pendidikan, riset yang digali wajib menghasilkan penemuan yang menjadi solusi problematika umat. Sifat dan tujuan riset juga perlu perhatian khusus, dimana riset yang digali bukan hanya untuk memiliki kiblat pencarian materi sebanyak-banyaknya, melainkan agar ilmu dapat bermanfaat dibangun dengan landasan sahih dan ilmunya sebagai alat penyelesaian permasalahan. Konstruksi riset juga perlu diperhatikan secara lebih lanjut dengan tidak adanya pelanggaran terhadap hukum syara'
Sudah seharusnya negara mendukung penuh adanya riset yang membangun untuk kemaslahatan umat. Riset bersifat pembangunan pemberdayaan top down (dari atas ke bawah) ataupun bottom up (dari bawah ke atas) yang sesuai dengan sumber daya serta sifat masyarakat terkait. Riset perlu dibangun oleh sistem yang kondusif serta memenuhi kebutuhan masyarakat, agar aplikasi riset dapat menjadi alat pembangunan berkelanjutan.
Negara juga perlu membangun tatanan dunia baru sesuai hukum syara' yang mengaplikasikan riset sebagai pengembangan teknologi secara sistematis. Pada akhirnya, tatanan dunia baru tersebut akan melahirkan pengembangan negara yang berkelanjutan, unggul, mandiri dan berdaulat tanpa dikapitalisasi. Wallahu alam bishshawab.
Oleh: Faiza Nisrina Hayati
(Mahasiswi Pendidikan Luar Sekolah UNY)
0 Comments