Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Anak Makin Kejam, Negara Tidak Mampu Bertindak


TintaSiyasi.com -- Generasi Emas tinggal hayalan. Inilah ungkapan yang cocok mengambarkan kondisi generasi muda saat ini. Sulit rasanya kita berharap akan lahir kebaikan dari generasi saat ini sebab begitu banyak kriminalitas yang mereka sendirilah sebagai pelakunya. Jika dulu di tahun 1980-an kita masih melihat anak-anak menghabiskan waktu bermain mereka dengan teman-teman sebaya mereka, bercanda, berenang di sungai, bermain bola bersama namun semua itu tinggal sebuah habit yang hanya kenangan. Masa mudanya generasi muda telah direnggut dengan kecanggihan teknologi, mereka bebas mengakses berbagai tayangan-tayangan baik atau buruk yang dijadikannya sebagai edukasi bagi mereka. Tidak jarang tayang-tayang itu memberikan dampak buruk bagi generasi saat ini. 

Mereka meniru tayangan-tayangan kekerasan dari berbagai film dan games yang mereka akses. Maka kini telinga kita kerap mendengar berbagai kasus kekerasan berupa tawuran antar sekolah terjadi di mana-mana. Emosi mereka begitu mudah terpancing hanya karena hal-hal sepele. Mereka tidak segan-segan menghabisi nyawa temannya dengan senjata tajam yang mereka miliki. Angka tawuran terus bertambah bahkan menodai bulan penuh rahmah dan tarbiah ini dijadikan sebagai adu kekuatan. Mereka ingin eksitensinya diakui sebagi golongan kuat dan hebat, hingga tidak jarang parang, sarung berisi batu dan sabit menjadi teman dalam hidup mereka.

Fokus mereka bukan lagi mengadu kecerdasan namun telah mengadu kekuatan antar sekolah. Aksi mereka kerap memakan korban dan merugikan masyarakat sekitarnya. Keresahan masyarakat terus terjadi akibat terganggu oleh aksi anarkis antar pelajar ini. Tawuran bagaikan budaya yang telah menjadi pakaian dalam pendidikan saat ini. Mereka menggunakan seragam sekolah saat melakukan aksinya. Anak-anak yang berhasil mengalahkan lawannya dipandang sebagai anak yang kuat dan patut untuk ditakuti. Prestasi bukan menjadi prioritas dalam pendidikan saat ini. Jika dulu sering kita mendengar pertukaran pelajar dibidang akademik dan study tour demi mendapatkan segudang ilmu dan prestasi, kini semua ini perlahan-lahan bergeser menjadi tawuran bagaikan ring tinju.

Pihak berwenang kini hampir kualahan tidak mampu membendung aksi nekad para pelajar, tidak jarang dalam aksi patroli pihak kepolisian hanya mampu menangkap beberapa anak saja dari puluhan kumpulan anak yang terlibat aksi tawuran. Berbagai upaya pembinaan sampai memasukkan ke penjara berharap ada pengurangan aksi tawuran ini namun tidak memperlihatkan hasil yang maksimal, malah aksi tawuran makin menjamur. Anak-anak makin berani menujukan kekuatannya pada pagi hari yang pada saat itu seharusnya mereka masih berada di sekolah untuk mendapatkan pelajaran.

Pergantian kurikulum juga tidak berdampak pada perubahan apa pun. Yang ada mereka hampir tidak menguasai berbagai cabang ilmu yang diberikan di sekolah, seolah-olah sekolah hanya formalitas saja untuk mendapatkan ijazah.


Kapitalisme Biang Kerok Rusaknya Generasi Muda

Suka tawuran sudah menjadi habitnya para generasi saat ini. Mereka rela menghabiskan waktu dan uang mereka untuk melancarkan aksi mereka. Tidak jarang dalam aksinya mereka sebelumnya telah meminum alkohol agar terlihat lebih keren dan menambah semangat dalam melakukan aksinya. Keboborokan generasi saat ini bukanlah suatu dampak yang hadir secara tiba-tiba, tentunya banyak aspek pendukung terciptanya generasi rusak ini. Kapitalisme sebagai cara pandang sebuah negara telah mengoyak jati diri generasi saat ini, ada beberapa poin yang ikut menyumbang rusaknya generasi di antaranya :

Pertama. Sistem pendidikan yang carut-marut. 
Sistem pendidikan yang hadir saat ini tidak mampu menghadirkan generasi cemerlang sebab kekutan perubahan yang ada dalam kurikulumnya telah tercampur oleh arus kerusakan. Pergantian kurikulum yang hampir setiap saat teerjadi membuat pendidikan yang semakin tidak terarah, ditambah lagi dengan adanya pemisahan agama dalam kurikulum pendidkan telah menjadi dalang terciptanya genarasi begal. Mereka senantiasa bertindak tanpa arah dan tujuan dalam bersikap, mereka tidak mampu menyaring mana yang baik dan mana yang buruk, sebab mata pelajaran agama telah diminalisir jamnya. Pengurangan jam pelajaran agama telah menjadi tanda bahwa semakin berkurangnya adab dan kecerdasan generasi saat ini. Adab sebagai pelajar telah dilepaskan dalam aktivitas di sekolahnya, guru yang seharusnya menjadi sosok yang mereka segani dan takuti karena jasanya terhadap kecerdasan mereka berubah layaknya sebagai orang yang tidak dikenal tatkala dalam berinteraksi. Cacian dan makian tidak jarang hadir dalam proses pembelajaran berlangsung.

Proses pembelajaran yang tidak ubahnya sebagai suatu uapaya transfer ilmu bukan sebagai upaya memastikan bahwa ilmu yang diberikan benar-benar teraplikasi sempurna pada generasi sehingga mereka mampu bersikap dan bertingkah laku sesuai apa yang diajarkan.

Namun di sisi lain peran pengajar pada jari ini hampir bisa dikatakan telah hilang, sebab guru saat ini telah disibukkan oleh laporan, penelitian dan tuntutan administrasi lainnya, yang hal ini memberikan dampak buruk bagi peran utamanya yaitu mencerdaskan generasi berubah menjadi pemenuhan kewajiban pengajar yang harus selalu terpenuhi.

Guru yang tidak memliki kemampuan secara akademi dan prilaku juga akan membuyarkan perannya sebagai contoh bagi anak didiknya. Kini pendidik juga mulai merubah peran mereka sebagai pendidik menjadi contoh dalam keburukan. Misalnya saja saat ini tidak jarang kita menjumpai para pendidik yang menghabiskan waktunya dengaan media sosial dengan mengikuti trend yang sedang berkembang, bahkan yang lebih mirisnya lagi kita bisa mendapati para pendidik saat ini rela beralih profesi sebagai pendidik menjadi pengedar sabu-sabu yang bayarannya lebih besar dibandingkan gajinya.

Kedua. Cara pandang yang liberal.
Kebebasan bereksprsi menjadi jurus jitu pada generasi muda saat ini, ketika mereka melakukan kejahatan mereka senantiasa dipayungi oleh HAM dan anak dibawah umur yang tidak bisa mendapatkan hukuman melainkan pembinaan yang sebenarnya tidak memberikan dampak jera bagi pelaku kejahatan. Mereka bebas berekspresi dimanapun dan kapapun dengan aksi kejahatannya.

Bullying menjadi pakaian dalam pertemanan mereka, siapa yang lemah ia pasti akan kalah, siapa yang kuat akan menjadi pemimpin dalam kelompok mereka, hingga dengan kekuatan kelompok ini mereka akan bebas melakukan apapun termasuk aksi tawuran yang bisa menghilangkan nyawa seseorang, permohonan maaf hanya akan menjadi solusi terhadap korban dan keluarga.

Ketiga. Teman yang buruk.
Benar kata pepatah bahwa berteman dengan penjual minyak wangi akan terkena bau minyak wanginya, jika berteman dengan tukang besi maka akan terkena bunga apinya. Inilah yang juga menjadi pemicu maraknya tawuran, generasi saat ini tidak lagi menyaring siapa dan dengan siapa dia berteman, selama koridornya kerennya, trend dan enak diajak apa aja, maka status bestiepun diaraih. Teman akan menjadi sentral berprilaku dan bersikap, teman yang baik akan menjadi transfer positif bagi temannya, sebaliknya teman yang buruk akan menjadi transfer keburukan, sebab seseorang dapat dilihat kepribadiaannya melalui dengan siapa ia berteman.

Keempat. Lingkungan yang tidak kondusif.
Generasi yang hadir saat ini adalah generasi yang jauh dari kata taat dan soleh, lingkungan memiliki kontribusi penuh bagi terciptanya generasi emas. Masyarakat yang hedon dan lebih apatis membuat hilangnya kontrol sosial yang diharapakn akan mampu mengurangi bahkan menghilangkan dampak buruk dari generasi saat ini. Kontrol sosial berupa amar makruf nahi mungkar telah lenyap dari aktivitas masyarakat, mereka telah disibukkan oleh aktivitas pribadi mereka masing-masing sehingga mereka tidak punya waktu untuk melihat, menjenguk bahkan menegur atau menolong jika ada salah satu dari bagian masyarakat di sekitar yang membutuhkan pertolongan baik itu berupa fisik maupun nasihat. Masyarakat yang hedon telah berhasil mengukuhkan peran kapitalis bercokol di dalam tubuh masyarakat saat ini.

Kelima. Sanksi hukum yang tidak tegas.
Sanksi hukum yang bisa dikatakan begitu ringan tidak akan mengurangi malah membuat suburnya aksi tawuran ini. Dalih anak di bawah umur telah menjadikan para pelaku tawuran bebas dan mengulangi aksi yang sama tadi. Jeruji besi bukanlah tempat yang menakutkan bagi mereka sebab jiwa mereka sudah terlalu berani dalam kemaksiatan, sehingga kaca mata baik dan buruk itu hilang dari standar hidup mereka.

Keenam. Kurangnya kontrol keluarga.
Ibu dan bapak yang bekerja menjadi salah satu penyebab maraknya aksi tawuran ini, bagaimana tidak anak-anak lepas dari kontrol orang tuanya, mereka hanya hadir saat mata hari terbenam dan muncul. Mereka pergi bekerja disaat anak-anak masih terlelap tidur dan saat mereka kembali anak-anak mereka telah tidur pulas bersama gadget dan pembantu rumah tangga mereka. Kurangnya kasih sayang dan kontrol orang tua ini membuat anak-anak pergi keluar untuk mencari sesuatu yang tidak mereka dapati pada orang tuanya. Merek lebih memilih teman dalam kesehariannya. Teman menjadi tempat curhat dan contoh bagi mereka.

Sementara orang tua hanya bertanggung jawab dalam memberikan nafkah saja, tanpa berpikir bahwa hidupnya anak-anak mereka bukan karena terpenuhi kebutuhan fisiknya tapi juga rohaninya. Anak-anak yang jauh dari orang tua akan semakin brutal dalam pergaulannya, sebab ia yakin bahwa aksinya tidak akan diketahui oleh orang tuanya yang telah menghabiskan seluruh usianya untuk bekerja.

Ketujuh. Media Sosial yang tidak terkendali.
Aksi-aksi kasar dan brutal itu sering didapati anak-anak dari media sosial yang mereka akses, film dan games-games yang hadir saat ini jauh dari kata layak. Tidak adanya penyaring yang kuat bagi tayangan film dan games telah menjadi guru tersembunyi bagi mereka. Mereka akan meniru adegan-adegan kejahatan dan mempraktikkannya pada temannya.

Keuntungan yang berlipat ganda dari totonan non edukatif ini telah memberikan pemasukan yang luar biasa bagi suatu negara, maka tidak akan mungkin bisa dilenyapkan tayang-tayangan non faedah ini dihentikan. Ini bukti bahwa arus kapitalis telah jauh meracuni sendi-sendi kehidupan kita saat ini.

Kedelapan. Peran negara yang hilang sebagai pelindung rakyatnya.
Negara hanya hadir sebagai pihak terselengarakanya regulasi saja, bagaimana regulasi berjalan apakah memberikan dampak buruk atau baik, Negara telah berlepas tangan. Keuntungan akan menjadi prioriotas dalam rutinitas kepemerintahannya. Negara tidak akan perduli bahkan menutup mata atau telinga jika ada kerugian dari pihak rakyatnya. Terus berjalan selama itu menguntungkan negara akan menjadi ciri laju keputusan mereka. Rakyat akan terus menjadi korban dari setiap regulasi yang ada. Keluhan demi keluhan akan menjadi bumbu sedap agar mereka terus bertahan di kursi empuk roda kepemerintahannya. Sikap abai dan apatis telah menjadi corak penglihatan dan pendegar para pemimpin negara saat ini. Tugas utama mereka sebagai pelindung tidak akan pernah didapati selama mabda kapitalis menjadi pilihannya.


Islam Mampu Selamatkan Generasi

Kehadiran negara Islam menjadi alternatif jitu bagi penyelesaian masalah tawuran anat generasi saat ini. Bagaimana tidak Negara Islam memiliki sistem pendidikan terbaik yang sudah terbukti mampu mengahsilkan generasi terbaik secara sain, akademik dan agama. Kecerdasan setiap generasi akan terus dikaitkam dengan pedoman hidup yaitu Al-Qur'an, sehingga sikap tawaduk dan rendah diri menjadi warna dalam bersikap. Negara akan terus berupaya mengkondisikan agar pendidikan mampu ciptakan generasi cemerlang.

Cara pandang generasi pada sistem Negara Islam akan diarahkan pada ridha Allah sehingga mereka akan senantiasa mensandingkan Rabbnya dengan aktivitas sehari-hari, apakah Allah meridhai atau tidak. Jika dalam pencarian hukum aktivitas mereka dapati keharaman maka tanpa pikir panjang mereka pasti meninggalkannya. Apa lagi tawuran yang jelas-jelas dilarang dalam agama tentu mereka membuang jauh aktivitas itu.

Mereka akan disubukkan dengan aktivitas ketaatan dan kecerdasan mereka terus diasah agar mampu mendedikasikan keilmuannya bagi negaranya.

Teman yang baik akan menjadi prioritas bagi mereka dalam mencari teman. Sebab mereka paham benar teman akan berdampak bagi dirinya. Memilih dalam berteman telah menjadi saringan dalam kesehariannya mereka, menghabiskan waktu bersama teman dalam hal-hal kebaikan akan menjadikan hidupnya lebih teraarah tanpa ada waktu yang sia-sia.

Kontrol masyarakat akan menjadi pilar kedua dalam mengokohkan terciptanya generasi emas. Masyarakat emas tidak akan membiarkan generasinya larut dalam kemaksiatan. Amar makruf akan menjadi senjata nasihat yang ampuh untuk mencegah dan mengilangkan kriminal yang timbul akibat tawuran dan kenakalan remaja lainnya.

Keluarga sakinah mawadah warahmah akan menjadi bumbu sedap bagi pilar kedua ini. Yaitu pilar keluarga, keluarga dengan segenap upaya akan mencurahkan pikiran dan tenaganya untuk mendorong dan menciptakan generasi emas ini terbentuk. Suri tauladan akan hadir dalam setiap orang tua, merka akan menjadi orang tua dan terkandang teman bagi anaknya, sehingga anak-anak mereka tidak haris mencari segala sesuatu diluar, sebab semuanya telah mereka dapati di keluarganya.

Media sosial akan menayangkan tayangan yang bermanfaat dan edukatif untuk meyelamatkan generasi muda dari gerbang kehancuran, ditambah lagi dengan hadirnya sebuah Negara yang menyokong bagi ditayangnya siaran-siaran terbaik. Negara akan mengawasi jika ada pihak-pihak yang mencoba memberikan totonan buruk dengan penerapan sanksi yang tegas yang pastinya akan memberikan efek jera bagi para pelaku.

Pembinaan yang dilakukan oleh negara terhadap anak yang sudah terlanjur berbuat kemaksiatan adalah upaya yang akan disesuaikan bagaimana Rasulullah mendidk generasi emas dengan sabar dan bersandarkan pada Kitabullah. Wallahu a'lam. []

Oleh: Putri Rahmi DE, S.ST.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments