Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tindak Korupsi Makin Menjamur di Negeri Kita, Adakah Solusi Tuntas?


TintaSiyasi.com -- Baru-baru ini beredar video penganiyaan kepada David anak pengurus GP Ansor, yang dilakukan oleh Mario Dandy anak pejabat pajak. Dari kasus Mario Dandy ini terkuat sebuah fakta bahwa ayahnya yang bernama Rafael Alun Trisambodo seorang yang berkerja di dirjen pajak yang memiliki total kekayaan mencapai Rp. 56,10 miliar. KPK mengindikasi adanya tindak korupsi oleh Rafael Alun Trisambodo (Kompas.tv, 1 Maret 2023) .

Saat ini tidak terhitung berapa banyak pejabat Negri yang telah melakukan tindak korupsi. Bahkan banyak diantara mereka yang terkena OTT (Operasi Tangkap Tangan) oleh KPK (Komisi Pemberantas Korupsi). Kasus korupsi di Negeri ini telah menjadi catatan hitam dalam sejarah panjang Indonesia yang belum terselesaikan secara tuntas. Hal ini membuktikan bahwa pemerintah tidak mampu menyelesaikan masalah yang telah menjamur dan menggerogoti Negeri ini sejak lama.

Terjadinya tindak korupsi merupakan salah satu dampak dari tidak diterapkanya sistem Islam dalam kehidupan dan bernegara. Menurut teori GONE ada 4 faktor terjadinya korupsi:
Pertama. Greedy (Keserakahan) .
Kedua. Opportunity (Kesempatan) .
Ketiga. Need (Kebutuhan) .
Keempat. Exposure (Pengungkapan) .

Kemudian jika dijabarkan faktor penyebab korupsi meliputi 2 faktor, yaitu internal dan eksternal. Yang dimaksud faktor internal adalah dari diri pribadi dan eksternal adalah sebab-sebab dari luar. (Pusat Edukasi Anti Korupsi, 07 April 2022).

Artinya, tindak korupsi yang marak terjadi sebab adanya keserakahan dalam diri manusia, kemudian didukung dengan adanya kesempatan dalam melakukan tindak korupsi, di dorong dengan kebutuhan manusia yang saat ini semakin tinggi dan juga adanya hukum yang tidak memberikakn efek jera kepada pelakunya.

Serakah termasuk peyakit hati yang tercela dan tidak sehat, karena hati yang serakah tidak akan pernah puas dan selalu merasa kurang dengan apa yang ia dapatkan. Sehigga mendorongnya berbuat buruk misalnya, menipu, mencuri, manipulasi korupsi dan sebagainya.

Di dalam Islam, perkara harta adalah urusan muamalah dengan lingkungan sekitar dimana jika memiliki harta yang berlebih, maka harta tersebut ada sebagian milik orang lain yang kemudian dititipkan. Inilah mengapa Allah SWT memerintahkan kepada umatnya untuk bersedekah, berzakat ataupun berinfak dari sebagian harta yang dimiliki. Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran sosial, khususnya menghindari sifat serakah.

Allah SWT berfirman dalam QS. Ali Imran ayat 180 :

وَلَا يَحْسَبَنَّ ٱلَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦ هُوَ خَيْرًا لَّهُم ۖ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ ۖ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا۟ بِهِۦ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ ۗ وَلِلَّهِ مِيرَٰثُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Yang artinya: “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Lantas, bagaiman caranya kita menghindari sifat serakah? Islam mengajarkan manusia agar selalu bersyukur atas rezeki yang telah diberikan. Makanya ia harus menanamkan sikap qanaah, yakni merasa cukup dan merasa puas atas karunia dan kenikmatan yang telah diberikan Allah SWT. Sehingga aktivitas dan pekerjaan yang ia lakukan selalu di syukuri dan ia merasa puas terhadap gaji yang ia dapatkan dari pekerjaan tersebut. 

Pada dasarnya gaji atau upah adalah imbalan yang diterima seseorang atas pekerjaanya dengan akad-akad tertentu. Gaji yang diberikan haruslah jelas, baik dari sisi pembayarannya, jumlahnya, dan bentuknya. Rasulullah SAW bersabda: “Apabila salah seorang diantara kalian mengontrak seorang pekerja, hendaknya ia memberitahukan upahnya kepadanya.” Gaji boleh diberikan secara tunai maupun tidak.

Di dalam Islam pun mengatur pemberian gaji dan fasilitas yang layak serta cukup kepada pejabat negeri untuk memenuhi kebutuhannya. Seperti yang dikatakan oleh Abu Ubaidah kepada Umar “cukupilah para pegawaimu agar mereka tiadak berkhianat. Hanya dengan penerapan sistem islam korupsi dapat diberantas dengan mudah karena dibangun atas ketakwaan individu, bersamaan dengan kontrol masnyarakat beserta pelaksanaan hukum yang berasal dari wahyu oleh Negara. Wallahu a’lam bishshawab. []


Oleh: Ria Fauzia
The Voice Muslimah Sorong Raya
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments