Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Sambut Ramadhan Dengan Harga Kembali Naik

TintaSiyasi.com -- Bulan Ramadhan adalah bulan yang dinantikan bagi kaum muslimin sebagai bulan kemuliaan menunaikan salah satu kewajiban dalam rukun Islam.  Namun sambutan bulan Ramadhan yang justru tidak diinginkan untuk semua rakyat bukan hanya muslim adalah naiknya harga-harga barang terkhusus harga bahan pokok.

Kenapa demikian? Karena masyarakat tentunya ingin membeli barang-barang yang dibutuhkan dengan harga yang sesuai isi kantong mereka masing-masing. Dengan kata lain sesuai pemasukan nafkah di setiap keluarga.  Sementara jika diperhatikan sudah menjadi kebiasaan yang terjadi  menaikkan harga menjelang ramadhan, seakan menjadi momen karena melihat begitu banyak permintaan.

Kekhawatiran kenaikan harga suatu hal yang wajar ketika kenaikan harga barang melonjak naik menjadi kekhawatiran rakyat. Sebab hal ini berkaitan dengan pengeluaran keuangan harian mereka dalam memenuhi kebutuhan harian mereka. Kenaikan harga ini terus berulang menjadi pertanda tidak ada solusi yang mampu ditempuh, yang ada justru diwajarkan dan diminta rakyat untuk tidak panik karena menganggap ini hal biasa.

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) menyebut dinamika harga pangan jelang bulan puasa Ramadhan 1444 Hijriah/2023 Masehi sebagai hal biasa. Jelang bulan puasa Ramadhan ada dinamika harga itu biasa. Tapi kami dari Kementan, kementerian terkait lainnya, dan pemerintah daerah, tetap berupaya menjaga agar harga tetap stabil.

Mentan Syahrul saat membuka Rapat Koordinasi Bidang Pengawasan Pangan mengatakan tugas utama Kementerian Pertanian (Kementan) adalah menjaga ketersediaan pangan. Sementara untuk pergerakan harga, pihaknya tetap memantau sambil berkoordinasi dengan pemerintah daerah (pemda) dalam melakukan upaya-upaya pengendalian harga (era.id  07/03/23).


Sekarang hampir semua bahan pokok harganya naik semua, baik itu cabai, bawang merah maupun bawang putih dan komoditi lainnya. Apalagi saat ini momen ruahan dan jelang ramadan yang rutin terjadi kenaikan harga bahan pokok (tribunnews.com  7/3/2023).

Upaya yang masih kurang massif 
Memang benar bahwa kenaikan harga menjelang ramdhan tetap akan ada upaya yang dilakukan, namun upaya itu masih tergolong belum mampu menstabilkan harga. Dan yang menjadi evaluasi dilihat berulangnya kenaikan harga bahan pokok ini disimpulkan belum ada solusi yang diberikan.

Ibarat melodi yang berulang, harga menjelang ramadhan dan hari besar agama selalu naik. Akibatnya rakyat kesusahan dalam mendapatkan bahan kebutuhan pokok. Menjadi peran Negara yang memegang kekuasaan tertinggi dalam menyelesaikan permasalahan ini. Seharusnya ada upaya antisipasif agar tidak ditemukan gejolak harga sehingga rakyat mudah mendapatkan kebutuhannya. 

Alasan lain tidak terpecahkannya kenaikan harga yang berulang ini, karena adanya pihak yang bermain curang  dengan menimbun atau memonopoli perdagangan barang tertentu, dan itu diabaikan oleh negara bahkan justru terkadang difasilitasi. Fenomena yang terus terjadi ini sejatinya menunjukkan kegagalan negara dalam menjaga stabilitas harga dan menyediakan pasokan yg cukup sesuai kebutuhan rakyat.
 
Oleh karena itu sangat dibutuhkan keseriusan negara untuk memberikan upaya yang masif untuk menyelesaikan hal tersebut agar di tahun selanjutnya tidak berulang kembali bahkan tidak dijadikan hal yang biasa berupa tradisi yang diwajarkan. Upaya itu tentunya yang utama pengaturan yang independen sehingga tidak ada kebergantungan dengan pihak lain, penyediaan stok yang merata, SDM yang memadai, serta memberantas pihak yang memonopoli.

Kenaikan Harga yang Berulang Stop Dengan Aturan yang Benar

Dalam sejarah diketahui bahwa Nabi SAW tinggal sepuluh tahun saja di Madinah. Ibadah puasa memiliki arti penting, sehingga persiapan yang dilakukan mulai dari tataran individu sampai negara. Mulai dari ketersedian sahur dan berbuka hingga stabilitas pangan negara. Jadi sangat jelas tata aturan keagamaan tidak mampu dilepaskan dari tata aturan kehidupan secara keseluruhan.

Dengan demikian Rasulullah sebagai kepala Negara memiliki tugas untuk menjamin semua kebutuhan pokok bagi rakyatnya, termasuk pangan. Karena demikian pentingnya maka negara Islam akan menjamin persediaan pangan dalam kondisi apapun dan tugas mengupayakan kebutuhan primer tercukupi bagi rakyat ini wajib dimaksimalkan oleh negara.

Dalam hal ini negara akan memberikan subsidi yang besar bagi para petani agar mereka dapat memproduksi pangan, agar biaya produksi ringan, sehingga keuntungan yang mereka peroleh juga besar. Sebab, pangan adalah masalah strategis, dimana negara tidak boleh tergantung kepada negara lain. Ketergantungan pangan terhadap negara lain menjadikan negara sangat mudah untuk dikendalikan.

Kebijakan pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, tidak jauh akan membahas politik pertanian Islam, yang diarahkan untuk peningkatan produksi pertanian dan kebijakan pendistribusian yang adil, sehingga kebutuhan pokok masyarakat pun terpenuhi secara merata perindividu rakyat.

Sektor pertanian merupakan salah satu sumber primer ekonomi di samping perindustrian, perdagangan, dan tenaga manusia (jasa).  Dengan demikian pertanian merupakan salah satu pilar ekonomi yang apabila permasalahan pertanian tidak dapat dipecahkan, dapat menyebabkan goncangnya perekonomian negara, bahkan akan membuat suatu negara menjadi lemah dan berada dalam ketergantungan pada negara lain. 

Oleh karena itu tentunya, kebijakan pangan dalam Islam harus dijaga dari unsur dominasi dan dikte negara asing, serta dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan ke depan, bukan semata-mata target produksi sebagaimana dalam sistem kapitalisme.
Wallahua’lam bishshawab.[]

Oleh: Sri Ummu Ahza
( Aktivis pemerhati masyarakat dan Pegiat Literasi )
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments