TintaSiyasi.com — Tidak akan terjadi piagam PBB bisa menjadi sumber hukum bagi umat Islam karena organisasi ini didirikan oleh negara- negara kafir penjajah dan piagamnya sama sekali tidak bersumber dari Islam.
Apalagi sejarah berdirinya PBB adalah aliansi negara-negara Kristen Eropa untuk menghadapi futuhat Khilafah Utsmaniylah. Negeri Muslim yang bergabung atau mendukung PBB sesungguhnya telah memposisikan dirinya menjadi musuh bagi saudaranya sendiri yaitu umat Islam.
Sumber hukum Islam pasti berasal dr Allah sebagai Al-Khaliq dan Al-Mudabbir, yang menjadikan Al-Qur'an sebagai pedoman ataupun rujukan bagi Muslim ketika menjalani kehidupannya di dunia agar selamat di akhirat kelak.
Andaikan sumber hukum yang kita jadikan rujukan itu buatan manusia, pastilah kita sengsara di akhirat. Para ulama pun sudah saling bersepakat bahwa sumber hukum Islam hanya ada 4 yaitu Al-Qur'an, Hadis, Ijma' dan Qiyas.
Pertam, Al-Qur'an. Al-Qur'an adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantaraan Malaikat Jibril. Al-Qur'an juga merupakan hujjah atau argumentasi kuat bagi Nabi Muhammad SAW dalam menyampaikan risalah kerasulan dan pedoman hidup bagi manusia serta hukum-hukum yang wajib dilaksanakan. Untuk mewujudkan kebahagian hidup di dunia dan akhirat
Kedua, hadis. Seluruh umat Islam telah sepakat dan berpendapat serta mengakui bahwa sabda, perbuatan dan persetujuam Rasulullah Muhammad SAW tersebut adalah sumber hukum Islam yang kedua sesudah Al Quran.
Ketiga, ijmak. Imam Syafi'i memandang ijma sebagai sumber hukum setelah Al Quran dan sunah Rasul. Ijma' adalah salah satu metode dalam menetapkan hukum atas segala permasalahan yang tidak didapatkan di dalam Al-Qur'an dan Sunnah.
Keempat, qiyas. Qiyas adalah bentuk sistematis dan yang telah berkembang fari ra'yu yang memainkan peran yang amat penting. Sebelumnya dalam kerangka teori hukum Islam Al- Syafi'i, qiyas menduduki tempat terakhir karena ia memandang qiyas lebih lemah dari pada ijmak.
Apalagi yang menandatangani Piagam PBB saat itu adalah Perdana Menteri Jawaharlal Nehru yang juga non-Muslim. Yang sudah jelas sebagai seorang Muslim dilarang Allah memilih non-Muslim menjadi pemimpinnya dimana Allah akan memberikan sanksi kepada hambanya, sebagaimana dalam firmannya (QS: Ali Imran ayat 28): “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali (pemimpin) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kamu kembali.”
Pandangan bahwa di mana ada kekhalifahan, orang kafir menjadi objeknya tidaklah benar. Dalam Islam, setiap warga negara memperoleh persamaan hak. Tidak pandang bulu entah itu pejabat atau rakyat biasa (Muslim maupun non Muslim).
Ketika Islam berdiri, rasulullah sebagai kepala negaranya, penduduk Madinah yang beragam, ada umat Islam, umat Kristiani, Yahudi, dan lain-lain, diperlakukan sama. Semua warga negara Islam atau Khilafah yang non-Muslim disebut kafir zimi. Negara khilafah harus menjaga dan melindungi keyakinan, kehormatan, dan harta bendanya, tidak boleh ada diskriminasi.
Rasulullah bersabda: "Barang siapa membunuh seorang mu'ahid (kafir yang mendapatkan jaminan keamanan) tanpa alasan yang haq, maka ia tidak akan mencium wangi surga, bahkan dari jarak empat puluh tahun perjalanan sekali pun" (HR Ahmad).
Ada sebuah riwayat menarik ketika Ali bin abi thalib ra yang kehilangan baju besi miliknya yang dicuri oleh orang Yahudi. Kemudian perkara itu pun diselesaikan ke meja hijau, karena Ali tidak mempunyai bukti-bukti kuat dan hanya bisa mendatangkan saksi anaknya (Hasan). Akhirnya sang hakim (qodhi) yang bernama Syuraih memutuskan bahwa perkara dimenangkan oleh orang Yahudi tersebut.
Setelah persidangan selesai orang Yahudi tersebut hatinya merasa trenyuh. Akhirnya ia pun mengakui bahwa baju besi itu milik Ali. bahwa dia yang mencurinya. Ia pun kemudian berkata: "Wahai Ali, sesungguhnya baju perang ini milikmu. Ambillah kembali. Aku sungguh terharu dengan pengadilan ini. Meski aku hanya seorang Yahudi dan engkau menantu Rasulullah. Ternyata pengadilan Muslim memenangkan aku. Sungguh, ini adalah pengadilan yang sangat luar biasa.
Dan sungguh, Islam yang mulia tidak memandang jabatan di dalam ruang peradilan, Wahai Ali, mulai detik ini aku akan memeluk Islam dan ingin menjadi muslim yang baik." Seketika itu pula ia memeluk Islam. Itulah, keadilan Islam dalam mengatur hukum tidak memandang kasta, agama dan ras. Khilafah ini perkara yang sangat penting, karena hukum-hukum Islam akan terbengkalai, tidak bisa diterapkan secara kaffah atau secara menyeluruh tanpa ada khilafah tanpa ada al- imam. Dengan penerapan syariah Islam secara kaffah negeri ini bisa terbebas dari penjajahan. Baik di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, agama maupun akodah.[]
Oleh: Yesi Wahyu I.
Aktivis Muslimah
0 Comments