Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Penolakan Thrifting, Sekadar Pencitraan atau Sebuah Solusi Hedonisme dan Kemiskinan?


TintaSiyasi.com -- Apa yang salah dengan thrifting, trend yang populer di kalangan anak muda sekarang, juga termasuk usaha yang cukup menjanjikan, kenapa dipermasalahkan? Bahkan sampai Presiden pun ikut pusing gara-gara menjamurnya thrifting tersebut.

Kementrian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan, penjualan baju bekas impor atau thrifting mengganggu utilitas industri. Karena itulah pemerintah melarang penjualan baju bekas impor. Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin Reni Yanita saat ditemui di Istora Senayan, Jakarta, Jumat (17/03/2023). Dirinya menjelaskan, penjualan baju bekas impor berdampak pula terhadap Industri Kecil Menengah (IKM). Itu karena, IKM yang memiliki modal dan keuntungan terbatas harus bersaing dengan thrifting. Pemerintah, kini tengah fokus memusnahkan penjualan barang bekas impor. Kementerian Perdagangan pun telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Dalam Pasal 2 Ayat 3 tertulis barang yang dilarang impor, salah satunya berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas (Republika.co.id, 17/03/2023).

Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) geram dengan maraknya impor pakaian bekas atau thrifting. Menurutnya, hal tersebut mengganggu industri tekstil dalam negeri. Presiden Jokowi pun telah menginstruksikan jajarannya yang terkait untuk mengusut serta mencari akar permasalahan dari maraknya impor pakaian bekas yang masuk ke Indonesia. Menanggapi hal tersebut, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa telah menginstruksikan kepada seluruh jajaran Kepolisian untuk mencari akar masalah serta melakukan pemeriksaan terkait dengan munculnya pakaian bekas impor tersebut (Republika, 19/03/2023).


Menolak Trifting Bukan Solusi, tetapi Hanya Pencitraan Penguasa

Maraknya impor pakaian bekas sebenarnya sudah terjadi sejak lama. Hal ini menunjukkan adanya kebutuhan rakyat akan permintaan pakaian bermerk, akibatnya budaya hedonisme dan brand minded. Di sisi lain, juga menunjukkan potret kemiskinan yang terjadi di tengah rakyat, karena meningkatnya keinginan masyarakat untuk memakai pakaian bermerk tapi tidak sesuai dengan pendapatan ekonominya. Thrifting atau impor pakaian bekas sekarang dipersoalkan, bahkan oleh Presiden, dengan alasan mengganggu UMKM, padahal UMKM juga bukan solusi untuk permasalahan negara saat ini. 
 
Apakah hal ini bentuk pembelaan pada importir kain yang notabene hanya segelintir orang? Atau importir pakaian branded? Anehnya lagi, yang dipersoalkan hanya yang masuk secara ilegal, yang berarti tak memasukkan cukai impor. Berbeda dengan yang legal atau yang membayar cukai impor, kenapa tidak dipersoalkan?

Berbagai kondisi tersebut menunjukkan bahwa sejatinya tidak ada upaya untuk menyelesaikan persoalan sesuai dengan akar masalah, juga tingginya kemiskinan. Yang nampak nyata justru pencitraan dan kebijakan membela pengusaha.


Islam Solusi Permasalahan Hedonisme dan Kemiskinan

Sistem ekonomi Islam, menjamin pemenuhah kebutuhan pokok individu, seperti sandang pangan dan papan maupun kebutuhan masyarakat seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan jaminan tersebut menjadi tanggung jawab negara, dalam hal penenuhan kebutuhan pokok individu tersebut yaitu negara memberikan jaminan dalam bentuk mekanisme secara tidak langsung, artinya negara berusaha mendorong dan memfasilitasi setiap individu untuk bekerja sesuai keahlian terlebih dahulu secara mandiri. 

Namun jika belum juga mampu memenuhi kebutuhannya maka di sinilah peran negara secara langsung memberikan jaminan secara langsung maka negara akan memerintahkan setiap kepala keluarga bekerja demi memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya, mewajibkan negara menciptakan lapangan kerja bagi rakyatnya dan mewajibkan ahli waris, kerabat yang mampu untuk memberikan nafkah bagi yang tidak mampu, Jika ada orang yang tidak mampu sementara tidak memiliki kerabat dan juga ahli warisnya tidak ada atau tidak mampu maka negara wajib menanggung nafkahnya melalui (Baitul Mal) dalam hal ini negara bisa menggunakan harta milik negara, milik umum dan zakat, yang diberikan kepada seluruh rakyat Muslim atau non-Muslim.

Sistem ekonomi Islam juga negara tidak menggantung pemasukannya pada pajak seperti yang terjadi pada sistem sekarang maka tidak heran ketika Islam diterapkan tidak ada lagi individu yang sulit memenuhi kebutuhan pokonya apalagi sampai rela mencari barang bekas yang pasti berdampak buruk bagi kesehatannya.

Wallahu a’lam bishshawab. []


Oleh: Nurhayati, S.Ak.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments