Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Penderita TBC Membludak, Negara Berkulit Badak?

TintaSiyasi.com -- Sudah sejak lama penduduk negeri ini telah terjangkit virus Tuberkulosis (TBC). Masyarakat dengan taraf ekonomi rendah, keadaan rumah dengan higienis sanitasi buruk, daya tahan tubuh lemah, serta kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap pola hidup sehat, rentan terserang virus yang mematikan ini. Sudah banyak pula korban meninggal dunia karena virus TBC.

Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan adanya tren kenaikan penderita TBC dari tahun ke tahun. Melansir dari beritasatu.com (17/3), Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, dr. Imran Pambudi pada konferensi pers daring Hari Tuberkulosis sedunia 2023, merilis data kasus TBC di Indonesia tercatat, pada tahun 2021 sebanyak 443. 235 dan meningkat menjadi 717. 941 pada 2022. Lalu data sementara untuk tahun 2023 ada 118.438 kasus. Penderita rata-rata di usia produktif, 25-45 tahun.

Sulitnya mengatasi kasus merebaknya TBC pada usia produktif, membuat kasus ini menular pada anak-anak, bahkan kenaikannya juga signifikan. Sebanyak 42.187 kasus pada tahun 2021 menjadi 100. 726 kasus pada tahun 2022. Dan data sementara pada tahun 2023 sebanyak 18. 144 kasus. Nampak adanya kenaikan hingga mencapai 200 persen. Indonesia menduduki peringkat kedua penderita TBC terbanyak sedunia.

Jika kita cermati mengapa kasus ini terus terjadi, yakni kegagalan pemerintah dalam mengupayakan proses pengobatan dan pencegahan, maka akan kita dapati bahwa penerapan Sistem Sekuler dengan  kapitalisasi di semua lini, adalah penyebabnya. Pemerintah memberikan kebebasan kepada para pemilik modal  untuk memproduksi rumah, pakaian, dan makanan yang sangat dibutuhkan oleh rakyat. Bahkan swasta dapat dengan mudah mendirikan rumah sakit dengan fasilitas lengkap yang tentu saja berbiaya mahal. Sedangkan lapangan pekerjaan sulit, masyarakat tidak dapat menjangkau kebutuhan dasarnya.

Walaupun sudah menggandeng ormas, dalam dan luar negeri, juga kerjasama dengan WHO nyatanya kasus ini tak jua dapat diselesaikan. Hal ini menunjukkan lemahnya berbagai upaya yang dilakukan karena menggunakan asas kapital, yang menjadikan orang sakit sebagai komoditas lalu diperas. Publik memahami tingginya biaya kesehatan, apalagi adanya praktek korupsi dana bantuan dan BPJS, mustahil kasus ini dapat terselesaikan dengan tuntas. 

Terpenuhinya hak dasar rakyat untuk memperoleh sandang, pangan, papan yang layak adalah tanggung jawab negara. Jika kebutuhan dasar ini gagal diwujudkan, maka akan timbul masalah berikutnya yakni kemiskinan dan stunting. Dari kemiskinan akan timbul masalah ikutan, yaitu taraf berpikir masyarakat rendah, maka kesadaran masyarakat untuk hidup sehat tidak akan muncul, mereka tidak  mengenal pola makan dan pola hidup sehat. Mereka hidup dengan kondisi apa adanya, tak ada upaya untuk meningkatkan kesehatan agar imunitas tubuh meningkat, tubuh akan menjadi kuat dan dapat bertahan terhadap serangan virus dan bakteri yang masuk.

Perlu ada perhatian ekstra dari negara sebagai penanggung jawab urusan rakyat. Dibutuhkan sistem dan aturan komprehensif untuk menyelesaikan kasus membludaknya para penderita TBC. Sistem politik, ekonomi, pendidikan, pelayanan kesehatan yang sinergis, juga pejabat yang amanah dan profesional. 

Sistem pemerintahan yang mampu mengentaskan kemiskinan dan mengembalikan Indonesia menjadi bangsa yang sehat dan kuat hanyalah sistem Islam yang jaminannya langsung dari Allah SWT. Allah berfirman; " Dan seandainya penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, maka pasti akan Kami bukakan pintu-pintu rahmat dari langit dan bumi,..." (QS. Al A'raf: 96)

Hidup cuma sekali, para pemimpin  yang kini memegang amanah hendaklah bersungguh-sungguh dalam memikulnya. Untuk menunjukkan kesungguhan itu haruslah dengan membuang jauh-jauh sistem jahat Kapitalisme Sekulerisme. Karena telah terbukti, puluhan tahun sudah  negeri ini merdeka justru para pemangku jabatan tak punya rasa iba sedikitpun, penderita TBC semakin hari semakin membludak, publik pun menilai pemerintah 'berkulit badak'.

Sangat berbeda jauh apa yang terjadi hari ini dengan keadaan kaum muslimin berabad silam di masa kekhilafahan. Para khalifah yang amanah, kuat memikul tanggungjawab kepemimpinan, serta adanya rasa takut akan hisab di akhirat membuat mereka banting tulang mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Apalagi untuk rakyat miskin  dengan kesehatan minim. Negara akan sungguh-sungguh memberdayakan mereka agar sehat, kuat dan semangat menjalani hidup untuk ibadah. Dengan membangun fasilitas pendidikan, kesehatan, dan perumahan. 

Dalam Sistem Islam tujuan pembangunan jelas, hanya untuk kemaslahatan umum. Berbagai macam pembangunan juga program-program pemerintah, semua untuk kesejahteraan umum. Tidak ada peluang, juga tak akan terbersit dalam benak para pemangku kebijakan untuk cari enak sendiri, seperti yang terjadi di Sistem Sekuler Kapitalisme. Dengan memanfaatkan jabatan untuk mengeruk kekayaan dan mengumbar nafsu keserakahan. Wallahu a'lam bisa Ash-Shawaab.


Oleh: Liyah Herawati
Kelompok Penulis Peduli Umat

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments