Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Marak Perselingkuhan: Bukti Rapuhnya Bangunan Pernikahan dan Keluarga


TintaSiyasi.com -- Allah SWT dalam Al-Qur'an Karim menyebutkan bahwa pernikahan adalah mitsaqan ghalidza, yakni sebuah perjanjian yang agung, perjanjian yang kuat, perjanjian yang serius. Begitu kokoh dan agungnya bangunan pernikahan. Perjanjian pernikahan bukan hanya pada kedua mempelai, tetapi langsung dengan Allah SWT.


Kasus Perselingkuhan di Indonesia

Menjadi hal alamiah ketika sesuatu yang kokoh menjadi rapuh, begitu pula pernikahan. Dan bukti rapuhnya bangunan pernikahan dan keluarga dalam sistem sekuler hari ini adalah maraknya perselingkuhan. Adalah ketika pernikahan tidak lagi dipandang sebagai mitsaqan ghalidza pun sebab-sebab lainnya yang akan kita bicarakan.

Mengawali pembahasan, dilansir dari laman tribunnews.com (18/02/2023), berdasarkan hasil survei aplikasi Just Dating, Indonesia menempati nomor urut dua di Asia yang terbanyak terjadi kasus perselingkuhan. Indonesia juga menjadi negara keempat di dunia dengan kasus perselingkuhan terbanyak.

Tentu ini bukan prestasi yang patut diacungi jempol. Sebaliknya, suatu fenomena miris, menambah deret panjang permasalahan negeri yang entah kapan selesainya. Apalagi jika tetap menjadikan aturan yang lahir dari akal lemah manusia sebagai pijakan bertindak juga solusi.


Perselingkuhan Marak, Bukti Rapuhnya Ikatan Pernikahan

Maraknya perselingkuhan mengindikasikan rapuhnya ikatan pernikahan dan bangunan keluarga.  Hal ini karena ada pihak yang kemudian mencurangi janji yang sudah diikrarkan. Betapapun panjang dan lama perjalanan pernikahan, perselingkuhan menjadi bukti rapuhnya ia.

Ada banyak sebab yang melatarbelakangi terjadinya perselingkuhan. Bisa karena kurangnya komunikasi, ketidakpuasan terhadap pasangan, faktor masa lalu dan banyak lainnya. Tetapi yang mendominasi semua itu adalah faktor ketertarikan secara fisik dan mencari kesenangan.


Kehidupan Sekuler, Faktor Utama Maraknya Perselingkuhan

Di kehidupan yang menjadikan sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) sebagi pijakan, jelas sesuatu yang menyentuh ranah agama dianggap tabu. Wajar jika segala sesuatu yang dilakukan tak lagi berorientasi akhirat. Jadilah manfaat dan kesenangan jasmani menjadi tujuan.

Kehidupan yang jauh dari agama menyebabkan seorang individu berjalan terombang-ambing, tak jarang tersesat. Karena keimanan yang menjadi panduan utamanya justru nihil dimiliki. Dari sini, selingkuh bahkan bisa diambil sebagai solusi atas persoalan yang dihadapi.

Oleh karena jauh dari tuntutan syariat agama jualah, sistem-sistem lainnya tampak mempermudah terjadinya perselingkuhan. Mulai dari sistem sosial/tata pergaulan yang bebas, yang membuat individu sembarang membuka aurat, tidak kenal halal haram dalam berinteraksi.

Sistem pendidikan yang rusak juga membuka lebar terjadinya perselingkuhan. Individu pelajar yang dihasilkan jauh dari individu berkepribadian Islam. Mereka akan melakukan apapun demi mendapat seonggok materi, termasuk berselingkuh untuk tetap hidup enak.

Sistem penerang (media) yang bebas juga menjadi salah satu penyebabnya. Di mana bertebaran film-film yang mengandung adegan demikian, seolah wajar, hal yang lumrah. Padahal tayangan ini akan terngiang di ingatan, menjadi stimulus untuk bertindak mengikuti.

Sistem ekonomi yang parah, yang pengaturannya menambah banyak deret angka kemiskinan juga menjadi salah satu dari sekian banyak penyebab. Bayangkan ketika masalah ekonomi membelenggu, diperparah dengan keimanan yang rapuh. Selingkuh dipandang menjadi solusi bahkan ketertarikan fisik kadangkala disingkirkan karena kuatnya faktor ekonomi ini.

Ditambah dengan sistem sanksi yang tidak bekerja optimal. Memang, perselingkuhan tidak melulu sampai pada tahap zina (berhubungan suami istri). Tetapi, besar atau kecil pun lama atau tidak, perselingkuhan tetaplah suatu kemaksiatan yang mesti diberi sanksi sesuai yang tetapkan syariat.

Sejatinya, semua sistem di atas (faktor penyebab perselingkuhan), ada karena diterapkannya sistem sekuler kapitalisme. Di mana tindakan berjalan berlandas akal lemah manusia, jauh dari panduan syariat. Semua akhirnya tampak kompak memudahkan perselingkuhan. Seolah wajar dan menjadi solusi, padahal sedang melanggar aturan-Nya dan mendulang dosa.


Islam Mengatur Pernikahan Menjauhkan dari Perselingkuhan

Dalam Islam, individu diatur untuk selalu tunduk pada syariat Allah. Mereka ditanamkan akidah sedari dini sehingga menjadikan halal haram sebagai pengontrol polah. Karenanya mereka tentu menghindari polah beraroma kemaksiatan, salah satunya perselingkuhan.

Islam memandang pernikahan sebagai ibadah bahkan disebut Allah sebagai mitsaqan ghalidza, yakni perjanjian kuat di hadapan-Nya. Karena itu pernikahan bukan untuk meraih kesenangan semata tetapi ada tujuan mulia yakni berurusan dengan kehidupan setelah mati.

Karena tujuan mulia itulah, keberlangsungan pernikahan mesti dijaga, jangan sampai perjanjian kokoh itu rapuh. Tidak hanya pasangan suami istri, tetapi masyarakat bahkan negara wajib menjaganya. Masyarakat bertindak sebagai kontrol sosial. Sedangkan penjagaan dari negara yakni dengan berbagai sistem yang ada, yang mestinya berasal dari Sang Pengatur.

Dengan demikian, rapuhnya bangunan pernikahan dan keluarga dalam sistem sekuler tidak bisa diselesaikan dengan aturan sekuler karena ia sejatinya merupakan musabab. Sebaliknya, bisa diselesaikan dengan Islam yang lahir daripadanya aturan yang membentengi perselingkuhan dengan upaya preventifnya dan mengatasinya dengan upaya kuratifnya.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Khaulah
Aktivis Dakwah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments