Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Marak Aksi Bunuh Diri, Rendahnya Mental Health Generasi


TintaSiyasi.com -- Seorang mahasiswi Universitas Indonesia (UI) berinisial MPD (21) ditemukan tewas dalam keadaan tergeletak di sebuah apartemen di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Korban diduga melakukan aksi bunuh diri dengan melompat dari lantai 18 di apartemen tersebut pada Rabu (08/03/2023) sekitar pukul 23.45 WIB. MPD sempat meninggalkan pesan permintaan maaf kepada keluarga dan teman-temannya melalui unggahan di akun media sosial miliknya (Kompas.com, 13/03/2023).

Belakangan ini, kasus bunuh diri juga dilakukan seorang mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM) berinisial TSR (18). Korban diduga melakukan aksi bunuh diri dengan menjatuhkan dirinya dari lantai 11 di sebuah hotel di wilayah Colombo, Yogyakarta pada Sabtu (08/10/2022) sekitar pukul 15.30 WIB. Saat olah TKP, pihak polisi menemukan surat keterangan dari dokter. Mahasiswa Fisipol UGM itu diduga mengalami masalah psikologis (depresi) (DetikNews.com, 10/10/2022).

Kasus bunuh diri makin hari makin sering terjadi, sejatinya mencerminkan rendahnya kesehatan mental (Mental Health) generasi. Keputusan melakukan aksi bunuh diri diakibatkan banyak faktor. Mulai dari tekanan ekonomi, pemahaman agama yang kurang (tanpa mentajassad) akibat sedikitnya jam pelajaran agama, kurikulum yang hanya berfokus pada materi semata hingga pola asuh orang tua yang salah. 


Buruknya Sistem Kehidupan

Faktor-faktor tersebut apabila ditujukan akan sampai pada satu titik yakni buruknya sistem kehidupan yang diterapkan saat ini. Paham sekulerisme yang membuat agama dipisahkan dari kehidupan berkonsekuensi melahirkan generasi yang berjiwa rapuh, kadar keimanan yang minim serta mudah berputus asa. Alhasil, generasi mudah depresi ketika dihadapkan dengan masalah hidup. Di samping itu, paham liberalisme (kebebasan atas nama HAM) yang diadopsi sistem kehidupan saat ini, membuat generasi bebas melakukan apa saja yang mereka anggap dapat menjadi solusi bagi setiap permasalahan yang dialaminya termasuk melakukan aksi bunuh diri. 

Sistem kehidupan saat ini juga membuat negara bersikap abai terhadap rakyat, sebab negara memandang rakyat hanyalah sekumpulan warga yang berada di wilayah tertentu. Kalaupun terdapat program-program mental health tidak akan mampu menjadikan generasi bebas dari gangguan mental karena program yang diregulasikan tetap berasas sekularisme. 


Generasi Butuh Khilafah

Satu-satunya sistem yang mampu dan terbukti menjaga mental health warganya termasuk generasi adalah sistem kepemimpinan Islam yang disebut sebagai khilafah. Syariat Islam telah memposisikan negara sebagai khadimatul ummat (pelayan umat/rakyat) dan raain (pengurus umat/rakyat). Sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam hadis Bukhari yaitu imam (khalifah) adalah raain (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyat. Oleh sebab itu, khilafah akan mengurus rakyatnya dengan sebaik-baik pengurusan sesuai perintah syariat. 

Islam memandang manusia secara utuh dan menyeluruh, karena itu pembangunan manusia tidak hanya cukup pada aspek fisik saja, namun juga mental dan menjadikan akidah Islam sebagai asas kehidupan manusia. Khilafah tidak akan mengajarkan moderasi agama karena ajaran itu membuat Islam terdikotomi hanya pada masalah ritual semata. 

Akidah Islam akan diajarkan secara menyeluruh kepada generasinya, akidah ini juga akan menuntun mereka memahami tujuan hidupnya di dunia ini hanyalah untuk beribadah kepada Allah. Bahagia itu ketika mendapat ridho Allah baik cobaan ataupun kenikmatan merupakan bagian ujian yang Allah berikan kepada setiap manusia, karenanya sikap seorang Muslim ketika mendapat kenikmatan, dia akan bersyukur. 

Sebaliknya ketika ditimpa cobaan/musibah, dia akan bersabar menghadapinya dan terus bertawakal kepada Allah, mereka akan berprasangka bahwa apa yang menimpanya merupakan kebaikan untuknya. Alhasil, generasi tidak mudah merasakan depresi (masalah psikologis) ketika menghadapi permasalahan hidup dan tidak akan pernah memikirkan untuk mengakhiri masalah hidupnya dengan bunuh diri.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Sartika
Tim Pena Ideologis Maros
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments