Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Harga Sembako Naik Jelang Ramadhan, Berkah atau Musibah?


TintaSiyasi.com -- Kenaikan bahan pokok menjelang hari besar agama seolah sudah menjadi tradisi dan masyarakat pun nampaknya sudah tidak asing lagi dengan berita tersebut.

Harga sejumlah komoditas bahan pangan pokok naik, seperti cabai, minyak goreng, gula pasir kualitas premium, dan daging ayam ras segar. Kenaikan tersebut terjadi 20 hari jelang bulan puasa atau Ramadan. Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, rata-rata harga cabai merah besar secara nasional mencapai Rp 42.200 per kilogram, pada Jumat (3/2). Angka tersebut naik dibandingkan pada bulan lalu yang mencapai Rp 36.250 per kg. Sementara rata-rata harga cabai rawit hijau juga naik yang mencapai Rp 48.700 per kilogram. Angka tersebut naik dibandingkan posisi pada awal Februari yang hanya mencapai Rp 42.600 per kilogram (katadata.co.id, 27/2/2023).

Kenaikan bahan pokok ini menjadikan rakyat kesusahan dalam mendapatkan barang tersebut. Apalagi untuk rakyat yang hidupnya pas-pasan jangankan untuk membeli bahan pokok yang harganya melambung tinggi, membeli kebutuhan yang relatif murah pun mereka tidak mampu.

Ramadhan sebentar lagi tiba, tapi rakyat sudah di siksa dengan kenaikan bahan pokok yang notabenenya ini menjadi hak rakyat. Ramadhan bulan yang biasanya dipakai orang untuk berlomba memperbanyak ibadah, tetapi berbanding terbalik ketika rakyat hidup di negara dengan sistem kapitalisme, rakyat lebih disibukkan dengan memikirkan "Bagaimana untuk makan nanti, jika semua bahan-bahan pokok naik?".

Di satu sisi, ada peran penting negara dalam menangani kenaikan bahan pokok ini. Negara seharusnya berupaya melakukan antisipasi agar tidak ada gejolak harga dan rakyat mudah mendapatkan kebutuhannya. Di sisi lain, ada pihak yang bermain curang dengan menimbun atau memonopoli perdagangan barang tertentu. Hal ini di lakukan demi kepentingan pribadi orang-orang tersebut. Jangan heran karena penimbunan dan monopoli barang dalam sistem kapitalisme sudah menjadi hal yang biasa.

Fenomena yang terus terjadi ini sejatinya menunjukkan kegagalan negara dalam menjaga stabilitas harga dan menyediakan pasokan yang cukup sesuai dengan kebutuhan rakyat.

Islam satu-satunya yang memiliki mekanisme yang ampuh menjaga gejolak harga sehingga harga tetap stabil dan rakyat mempu mendapatkannya. Islam juga melarang berbagai praktik curang dan tamak seperti menimbun atau memonopoli komoditas sehingga pihak tertentu mendapatkan keuntungan besar.

Seperti dalam kitab Sistem Ekonomi Islam yang ditulis Syekh Taqiyuddin An-Nabhani dijelaskan, penimbunan secara mutlak dilarang dan hukumnya haram sebab ada larangan tegas di dalam hadis. Diriwayatkan dalam Shahih Muslim dari Sa'id bin Musayyab, dari Ma'mar bin Abdullah al-Adawi ra, bahwa Nabi SAW bersabda:
"Tidak akan melakukan penimbunan selain orang yang salah." (HR Muslim).

Dengan demikian praktik penimbunan dalam segala hal hukumnya haram, tanpa dibedakan apakah menimbun makanan pokok manusia, hewan atau yang lainnya. Maka dalam hal ini, sudah menjadi tanggung jawab negara sebagai pengatur urusan rakyat, membuat rakyat hidup sejahtera dan tenang serta nyaman terlebih di bulan yang berkah nanti. Semoga persoalan pangan ini akan segera terselesaikan dengan hadirnya sistem Islam di negeri ini. []


Oleh: Nanis Nursyifa
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments