Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Utang Kian Meningkat Bukti Buruknya Kapitalisme

TintaSiyasi.com -- Berdasarkan kaleidoskop data APBN KITA 2022, terdapat kenaikan dalam jumlah nominal dan rasio utang dibanding bulan November 2022. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat jumlah utang pemerintah per 30 Desember 2022 sebesar Rp 7.733,99 triliun. Angka ini meningkat Rp 179,74 triliun dari posisi utang pada bulan sebelumnya yang berjumlah Rp 7.554,25 triliun. (CNBC Indonesia, 18-01-2023). 

Melambungnya jumlah utang luar negeri dinilai sebagai bukti buruknya kelola negara oleh pemerintah saat ini. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam (20/1) “Terkait utang Indonesia yang semakin besar, maka ini bisa merupakan salah satu kriteria kegagalan pemerintah mengelola negara,” ujarnya. 
Saiful juga berpendapat bahwa tingginya utang Indonesia menyebabkan turunnya wibawa Indonesia di dunia internasional. Selain itu, rakyat juga tidak begitu merasakan dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan mereka dengan adanya utang yang terus bertambah. (Kantor Berita Politik RMOL, 20-01-2023). 

Disamping lonjakan utang negara yang terus meningkat tak terbendung, Kemenkeu masih mengklaim rasio utang terhadap PDB dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal. 

Untuk Siapa? 

Utang merupakan jalan yang paling ‘mudah' dalam mendapatkan dana dengan cepat. Hal bukanlah sesuatu yang asing lagi dalam dunia perekonomian, termasuk dalam ekonomi negara. Bahkan, di negara kita ini utang merupakan salah satu sumber dana APBN, yaitu yang termasuk dalam penerimaan pembiayaan. Maka tidak perlu heran apabila utang negara ini akan terus meningkat tiap tahunnya. 

Ironisnya, setelah tingginya utang yang dimiliki Indonesia kondisi rakyat bukannya membaik justru berbanding terbalik. Kemiskinan kian mewabah, gap antara masyarakat kelas atas dengan yang di bawah semakin melebar. Kebutuhan pokok yang seharusnya dapat dinikmati seluruh kalangan masyarakat menjadi barang mewah yang hanya mampu dimiliki oleh mereka pemilik harta lantaran harganya yang terus melambung tinggi. 

Sebaliknya, menteri keuangan Sri Mulyani terus menerus menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka yang relatif aman, yakni kisaran 5,2-5,3%. Namun realitanya ukuran tersebut hanyalah angka semata, sedangkan faktanya, rakyat kian tercekik dengan kehidupan yang semakin menyempit. 
Pemerintah dinilai terlalu menyepelekan utang bahkan terkesan bergantung pada utang dalam memenuhi kebutuhan negara. Berbagai proyek raksasa menjadi saksi ambisi pemerintah dalam mewujudkan infrastruktur yang belum menjadi hal urgent bagi rakyat. Mirisnya, infrastruktur tersebut justru hanya dapat dinikmati oleh sebagian kalangan saja. Sementara rakyat yang lain terkena imbas meningkatnya harga pajak. Lantas, sebenarnya untuk siapa utang-utang tersebut? 

Utang Waspada Krisis

Semestinya pemerintah mulai khawatir terhadap peningkatan utang luar negeri. Pasalnya sudah terdapat beberapa negara yang mengalami krisis akibat tidak sanggup melunasi utang luar negerinya. Akibatnya banyak aset negara yang dikuasai oleh asing yang tentunya akan semakin menyulitkan rakyat. Mestinya pemerintah Indonesia berkaca dari negara-negara yang telah menjadi korban utang. Kita perlu menghindari utang tidak produktif diluar kebutuhan urgent masyarakat. 

Ditambah, utang negara dalam sistem Kapitalisme ini tidak mungkin tidak menggunakan riba. Padahal, riba merupakan mudarat yang harus dihindari dengan keras. Pada skala individu saja, efek riba telah banyak menelan korban, bagaimana dengan skala negara yang menanggung tanggung jawab jutaan rakyat. 

Islam Mengatur Ekonomi Rakyat

Islam merupakan agama sekaligus sistem yang menjadi asas peraturan negara Islam. Sistem Islam adalah satu-satunya sistem sempurna buatan Pemilik Kesempurnaan yang mampu mengatur manusia menuju kemaslahatan. Dalam memenuhi kebutuhan negara, utang hanya boleh dilakukan dalam kondisi mendesak ketika kas negara tak mampu lagi memenuhi kebutuhan rakyat sedangkan terdapat perkara-perkara tertentu yang tidak dapat ditunda dan dikhawatirkan akan membawa pada kebinasaan atau kehancuran apabila ditunda. 

Selain itu, utang yang boleh dilakukan negara hanyalah yang memenuhi standar syariat Islam, yakni terhindar dari unsur ribawi. Karena Alquran telah jelas menyatakan dengan tegas akan keharaman riba. 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ الرِّبَا أَضْعَافاً مُّضَاعَفَةً وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ . وَاتَّقُواْ النَّارَ الَّتِي أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir” (Qs. Ali Imron [3]: 130).

Untuk mencegah terjadinya defisit anggaran kebutuhan, negara mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam (SDA) atas nama negara untuk kepentingan rakyat semata. SDA yang tidak terbatas dilarang keras untuk dimiliki oleh seseorang maupun sekelompok orang baik warga negara juga warna asing. Keuntungan dari pengelolaan SDA ini akan dikembalikan sepenuhnya pada kemaslahatan rakyat. 

Ibnu al-Mutawakkil bin Abdi al-Madan berkata, dari Abyadh bin Hamal, bahwa dia pernah datang menemui Rasulullah saw. Dan meminta diberi tambang garam Ibnu  al-Mutawakkil berkata yang ada di Ma’rib. Lalu Rasul saw. Memberikan tambang itu kepada Abyadh. Ketika Abyadh pergi, salah seorang laki-laki dari majelis berkata, “Apakah Anda tahu apa yang Anda berikan kepada dia? Tidak lain Anda memberi dia  air yang terus mengalir.” Dia (Ibnu al-Mutawakkil) berkata: Lalu beliau menarik kembali tambang itu dari dia (Abyadh bin Hamal) (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Hibban, al-Baihaqi dan ath-Thabarani. Redaksi menurut Abu Dawud).

Itu adalah sedikit contoh dari suri tauladan kita baginda Nabi Saw. dalam mengelola sebuah negara. Islam memandang indikator kesejahteraan rakyat adalah ketika terpenuhinya kebutuhan pokok bagi seluruh kalangan masyarakat, baik yang kaya maupun yang miskin. Bukan sekedar tercukupinya jumlah distribusi barang pokok, melainkan benar-benar menjamin barang pokok tersebut sampai ke tangan rakyat dan cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. 

Khatimah
Sesungguhnya Daulah Islam bukanlah sebuah angan manis semata, kesejahteraan yang diperoleh dengan penerapan Islam secara kafah benar-benar terjadi dan dirasakan secara nyata oleh kaum Muslimin pada masa silam. Tatkala Islam dengan agungnya mengatur umat menggunakan syariat yang telah Allah SWT wahyukan. Namun demikian, negara Islam tidak akan terwujud tanpa rida dari Sang Penguasa alam semesta. 

Oleh karena itu, kita semua wajib memantaskan diri dengan menyerukan agama-Nya kepada umat agar kembali berpegang teguh pada syariat-Nya. Karena siapa lagi yang akan membumikan agama Islam jika bukan unat Islam itu sendiri. 
Wallahu a'lam bi ash-showab.

Oleh: Munaya
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments