Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Miris, Kemiskinan di Tengah Gunung Emas

Tintasiyasi.com -- Bukan lautan hanya kolam susu, Kail dan jala cukup menghidupimu, Tiada badai tiada topan kau temui, Ikan dan udang menghampiri dirimu, Orang bilang tanah kita tanah surga, Tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Mungkin seperti itulah ungkapan lagu yang diciptakan oleh Koes Plus yang menggambarkan tentang kekayaan dan kesuburan baik darat maupun laut yang dimiliki oleh Indonesia.

Bagaimana tidak, indonesia memiliki luas daratan sebesar 1.919.440 km² dan luas lautan sebesar 3.273.810 km² dengan luas negara: 5.193.250 km² (Kompas.com (1/11/2022). 

Sumber daya alam (SDA) yang dimiliki Indonesia sangatlah banyak, dengan kekayaan Alam yang demikian mungkin tidak pernah terbayangkan bahwa Indonesia akan masuk ke dalam 100 jajaran negara paling miskin di dunia.

Dikutip dari cnnindonesia.com, 30/9/2022, menurut World Population Review, Indonesia masuk dalam urutan ke 73 negara termiskin di dunia. Pendapatan nasional bruto RI tercatat US$3.870 per kapita pada 2020. 

Sungguh miris, belum lagi jika kita lihat seluruh daerah yang tersebar di Indonesia maka kita akan melihat, banyak daerah yang seharusnya tidak menjadi daerah termiskin malahan sebaliknya, menjadi daerah termiskin. Sebut saja daerah istimewa Papua, terletak di ujung timur Indonesia, Provinsi Papua terkenal kaya akan sumber daya mineral logam seperti tembaga, emas, dan perak. 

Bahkan di Papua terdapat PT Freeport Indonesia yang merupakan perusahaan pertambangan yang ada di Papua yang rata-rata produksi bijih tambang Freeport Indonesia meningkat dari tahun 2021, yaitu menjadi 145.000 ton per hari. Sehingga per tahun total bijih yang diproduksi adalah sebesar 52 juta ton. Dan diprediksikan tahun 2022 akan semakin meningkat (Kumparanbisnis.com ,25/5/2022). 

Jika emas tersebut dikelola oleh negara dan didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat mungkin bukan hanya Papua yang akan sejahtera namun seluruh masyarakat di Indonesia akan sejahtera.

Namun sayang seribu sayang, diketahui Freeport-McMoRan memegang sebagian besar saham dari anak perusahaan PT Freeport Indonesia, yakni 90,64 persen. Sedangkan, sisanya adalah milik pemerintah di Jakarta (Fortuneidn.com, 25/11/2022).

Sungguh miris, agaknya inilah penjajahan yang sesungguhnya. Asing dan aseng dengan mudahnya menguasai sumber daya alam yang ada di Indonesia. Bukankah dulu barat menjajah Indonesia karena tergiur dengan sumber daya alam Indonesia? Bukan hanya dulu, sekarang pun masih sama. Namun bedanya dulu mereka melakukan penjajahan secara fisik, sekarang mereka dapat menjajah dengan mudah tanpa ada perlawanan.

Papua hanya satu dari banyaknya daerah lain yang merasakan hal yang serupa bahkan ada daerah yang mencapai kemiskinan ekstrim. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono mengatakan bahwa sangat sulit untuk mencapai target kemiskinan ekstrem nol persen dan miskin 7 persen di 2024. Mengingat, angka kemiskinan ekstrem di Maret 2022 masih mencapai 2,04 persen dan penduduk miskin pada September 2022 sebesar 9,57 persen (Kumparanbisnis.com, 30/1/2023).

Mengapa bisa sangat sulit? Padahal Sumber daya Alam berlimpah ruah. Apa sebenarnya akar masalah yang membuat kemiskinan tumbuh subur?

Kapitalisme Biang Kerok Kemiskinan Sistematis

Sebenarnya jika kita menarik benang merah akar permasalahan kemiskinan yang ada bagaikan fenomena gunung es. Dapat kita lihat jelas bahwa kemiskinan ini sistematis.  Sistem kapitalisme sekuler telah melumpuhkan peran negara untuk mensejahtrakan rakyatnya. Hal ini terjadi akibat salah kelola SDA. Pengelolaan SDA yang diserahkan kepada swasta, baik dalam negeri maupun luar negeri.

Pun adanya kebebasan kepemilikan juga menjadikan kekayaan hanya beredar pada orang yang memiliki modal saja, karena nya pemilik modal yang dapat mengelola sumber daya Alam yang memang membutuhkan biaya yang besar untuk dapat mengelolanya. Sistem kapitalisme juga melahirkan individu-individu yang rakus yang tidak kenal baik buruk maupun halal dan haram. apapun dilakukan asal menghasilkan keuntungan tanpa perduli dengan dampak yang akan diakibatkan olehnya.

Bukan hanya salah kelola SDA namun sistem ekonomi kapitalisme yang berbasis riba pun telah menjadikan ekonomi negeri ini menjadi karut marut tak karuan. Hutang negeri ini sudah sangat menghanyutkan, belum lagi pengangguran yang kian menambah problematika yang tidak akan pernah ada ujungnya.

Satu satunya jalan keluar dari problem ini adalah melakukan evaluasi total sampai ke akar atas sistem yang ada dan segera mengubahnya dengan sistem yang mampu menyelesaikan problem ini. tentu bukan hanya klaim yang tidak ada fakta namun sistem yang sudah terbukti dapat menuntaskan hal tersebut. sistem tersebut tidak lain adalah sistem Islam yang tegak dengan landasan aqidah Islam.

Islam Memberi Solusi

Dalam Islam, negara memiliki kewajiban untuk menjamin kesejahteraan, keadilan, keamanan bagi semua masyarakat. Negara ataupun para penguasa dalam sistem Islam dengan landasan ketakwaan kepada Allah swt akan benar-benar memposisikan dirinya sebagai pelayan umat, yang akan mengurus seluruh urusan umat. Hal ini lahir karena penguasa dalam sistem Islam paham bahwa kepemimpinan adalah amanah berat yang harus dipertanggungjawabkan nantinya.

Dalam sistem Islam, kepemilikan terbagi menjadi tiga, yaitu kepemilikan individu, umum, dan negara.  pengelolaan SDA akan dikelola oleh negara, karena SDA adalah milik umum Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda "Manusia berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api" (HR. Abu Dawud).

Artinya jika termasuk ke dalam kepemilikan umum, maka individu dilarang untuk memprivatisasi/memonopolinya sebab aset tersebut notabene adalah milik masyarakat. Misalnya, rumput, air, pembangkit listrik, danau, laut, jalan raya, ataupun barang tambang melimpah (emas, batu bara, dan minyak bumi). Bukan hanya itu saja pengelolaan kepemilikan juga harus sesuai dengan syariat.

Tidak boleh harta diinvestasikan dengan cara ribawi. Karena hanya dengan cara inilah harta akan terus berputar tidak mengendap pada orang yang sama. Perekonomian berkembang yang menyebabkan kemiskinan otomatis berkurang.

Selain pengelolaan SDA oleh negara, negara juga memiliki peran untuk menjamin seluruh kebutuhan dasar umatnya. Negara akan menjamin kebutuhan warganya agar hidup layak dengan kebutuhan primer seperti rumah, pakaian, termasuk pangannya terpenuhi.

Negara akan melihat data masyarakatnya agar dapat memetakan para kepala keluarga, apakah ada yang masih pengangguran atau tidak bisa menafkahi istri dan keluarganya, jika ada maka negara akan menyediakan lapangan pekerjaan yang akan membantu masyarakat dalam menafkahi keluarganya. 

Kesejahteraan yang didapatkan oleh masyarakat yang diterapkan sistem Islam di tengah-tengah mereka dapat kita lihat dalam kisah khalifah Umar bin Abdul Aziz yang terkenal sebagai pemimpin yang adil, bertanggung jawab, dan mengutamakan kehidupan rakyatnya di atas kebutuhannya. Kebijakan ekonomi Islam yang diterapkan olehnya mampu menuntaskan kemiskinan bahkan sejarah membuktikan bahwa tidak ada satu orang pun yang miskin dan membutuhkan subsidi ataupun zakat pada masa pemerintahannya.

Hal ini sesuai dengan yang diriwayatkan oleh Adz-Dzahabi dari Abdurrahman bin Yazid, dari Umar bin Usaid, ia berkata, “Demi Allah, Umar bin Abdul Aziz tidak meninggal dunia sebelum seseorang datang membawakan kami harta yang sangat banyak, seraya berkata, ‘Gunakanlah harta ini sesuai keperluan kalian.’ Namun, ia akhirnya kembali dengan membawa seluruh harta itu. Umar bin Abdul Aziz telah membuat rakyat tidak membutuhkannya lagi.”

MasyaAllah, agaknya sudah sangat jelas bahwa hanya sistem Islam yang dapat menuntaskan kemiskinan. Sudah saatnya kita mengambil sistem Islam yang akan menerapkan syariat Islam secara kaffah dan meninggalkan sistem kapitalisme yang jelas-jelas kekufuran dan kebobrokannya. Wallahu’alam bishshowab.[]

Oleh: Nada Navisya
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments