TintaSiyasi.com -- Dilansir dari Kompas (3/2/2023), minyak goreng besutan pemerintah yang diluncurkan pada tahun 2022 lalu, MinyaKita, mendadak langka di sejumlah daerah. Meskipun ada, harga jual dari pedagang melonjak hingga Rp 20.000 per liter.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 49 Tahun 2022, minyak goreng rakyat terdiri atas minyak curah dan MinyaKita yang diatur oleh pemerintah dengan harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp 14.000 per liter. Minyak goreng dengan merek MinyaKita harganya telah jauh melambung di atas Rp 14.000 per liter. Selain itu, barang juga sulit didapat atau langka.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menegaskan bahwa MinyaKita hanya diperuntukkan bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. Minyak goreng kemasan rakyat (MinyaKita) dijual Rp 14.000 per liter atau Rp 15.500 per kg untuk minyak goreng curah.
Zulkifli Hasan menyampaikan bahwa kelangkaan MinyaKita di pasaran yakni dikarenakan program biodiesel B35. Pasalnya program tersebut meningkatkan penggunaan CPO, bahan baku minyak goreng. Dalam program B35, pemerintah akan meningkatkan persentase campuran bahan bakar nabati ke dalam bahan bakar minyak jenis solar dari 20 persen pada B20 menjadi 35 persen.
Zulkifli Hasan juga mengklaim bahwa program B35 bukanlah satu-satunya sebagai penyebab Minyakita langka. Namun, kelangkaan Minyakita dipicu juga karena banyaknya masyarakat yang mulai beralih dari minyak goreng premium menjadi MinyaKita disebabkan kualitasnya yang tidak berbeda jauh dan dengan harga yang murah (CNN Indonesia, 1/2/2023).
Buah Salah Kelola Kapitalisme
Kasus kelangkaan minyak yang terjadi ini menggambarkan adanya kesalahan pengelolaan pemenuhan salah satu kebutuhan rakyat. Meski telah dibuat kebijakan, namun selama kapitalisme yang masih menjadi asas, maka kebijakan tersebut tidak akan mungkin memecahkan permasalahan. Semua pengusaha menjadikan keuntungan sebagai tujuan, karena itu tidak mungkin ‘bersedia’ memenuhi kebutuhan rakyat dengan harga yang murah.
Selain itu, realita yang terjadi ini sangatlah tidak wajar, karena Indonesia sendiri dikenal sebagai produsen CPO terbesar di dunia. Namun, harga minyak goreng justru mahal bahkan langka di masyarakat. Jelas hal ini mengisyaratkan adanya praktik kartel di dalamnya yakni kongkalikong antara pengusaha dengan produsen minyak kelapa sawit. Praktik kartel ini jelas sangatlah menyengsarakan rakyat karena praktik ini hanya menguntungkan segelintir pihak yang memiliki modal besar untuk memonopoli barang.
Syekh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitabnya Nizham Al-Islam bab Qiyadah Fikriyah juga menjelaskan bahwa kapitalisme membuat para pemilik modal menjadi penguasa sesungguhnya di balik sebuah negara. Publik bisa melihat negara tidak memiliki kekuatan ketika berhadapan dengan para pemilik modal. Sehingga negara yang sejatinya paham kelangkaan minyak goreng disebabkan oleh para kartel tidak bisa menindak tegas mereka.
Namun, dalam hal ini solusi yang diambil justru merupakan solusi pragmatis yang malah menyengsarakan rakyat, di antaranya seperti pembatasan pembelian minyak, membeli minyak menggunakan KTP dengan alasan agar warga tidak memborong dan kebutuhan warga dapat terpenuhi. Bahkan sampai ditegaskan akan diberi sanksi bagi yang melanggar. Sungguh, ini adalah kenestapaan masyarakat yang hidup dalam kapitalisme. Di mana, negara yang seharusnya mengurus rakyatnya malah justru hanya sebagai regulator atau pembuat kebijakan yang tunduk dengan perintah dari para pemilik modal.
Solusi Islam
Jika melihat realita pahit yang ditimbulkan dari efek penerapan kapitalisme saat ini kita bisa melihat bahwa solusi yang diberikan sangatlah berbeda jauh dengan solusi yang diberikan dalam sistem Islam atau khilafah.
Dalam Islam, negara berfungsi sebagai raain yakni pihak yang memenuhi kebutuhan rakyat. Hal ini karena para penguasa dalam Khilafah sangat memahami perintah dari Rasulullah SAW yang termaktub dalam hadis, "Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Al-Bukhari).
Oleh karena itu, urusan migor pun akan menjadi perhatian khalifah jika ketersediaannya tidak mencukupi. Dalam membuat kebijakan maka khalifah akan membuat kebijakan yang tujuannya untuk memenuhi kebutuhan rakyat dengan menggunakan politik ekonomi Islam dan hal ini yang menjadikan negara tidak tersandera kepentingan para pemilik modal sebagaimana dalam kapitalisme saat ini. Dengan demikian negara mampu memenuhi kebutuhan rakyat dengan harga murah, sehingga kondisi harga pun terkendali dan stok pun mencukupi.
Selain itu, khalifah akan mencari akar masalah dari persoalan ini misalnya apakah kelangkaan itu terjadi karena pasokan dan permintaan atau karena penimbunan. Jika permasalahannya terletak pada pasokan dan permintaan maka khilafah tidak akan mengintervensi harga sebagaimana yang dilakukan oleh penguasa kapitalisme saat ini.
Dalam Islam, pematokan harga oleh negara dilarang, hal ini berdasarkan sabda dari Rasulullah SAW, "Siapa saja yang melakukan intervensi pada sesuatu dari harga-harga kaum muslim untuk menaikkan harga atas mereka, maka adalah hak bagi Allah untuk mendudukkannya dengan tempat duduk dari api pada hari kiamat kelak." (HR. Ahmad, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi). Maka, harga jual barang akan diserahkan berdasarkan mekanisme harga pasar. Konsep ini akan membuat seluruh lapisan masyarakat bisa menjangkau harganya. Namun, khilafah diperbolehkan untuk mengintervensi barang yang didatangkan dari luar wilayah sehingga ketersediaannya akan kembali normal.
Hal ini pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab selaku khalifah pada masa kepemimpinan beliau. Khalifah Umar memerintahkan kepada gubernur yang berada di sekeliling Hijaz agar mengirimkan barang yang dibutuhkan ke wilayah yang terserang wabah. Serangan wabah itu membuat pasokan berkurang. Dengan konsep tersebut, khilafah dapat menjamin ketersediaan minyak di kalangan masyarakat.
Selain itu, khilafah juga diperbolehkan mengambil sejumlah hutan milik umum untuk ditanami sawit, kemudian mengolahnya dan hasilnya diberikan kepada rakyat. Ataupun khilafah bisa untuk menanggungkan biaya operasionalnya saja kepada rakyat sehingga harga menjadi murah.
Apabila kelangkaan disebabkan karena penimbunan maka khilafah akan menerapkan sanksi takzir kepada pelaku, karena perbuatan mereka sudah membuat masyarakat tidak tenang. Sanksi Islam memiliki ciri khas yakni ketika diterapkan akan memberi efek jawabir sebagai penghapus dosa dan efek zawajir sebagai pencegah kejahatan. Inilah solusi yang diberikan khilafah agar polemik minyak goreng tidak berlarut-larut menyusahkan rakyat.
Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Asih Lestiani
Aktivis Muslimah
0 Comments