Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mimika Berduka, Potret Gagalnya Kapitalis Neoliberal

TintaSiyasi.com -- Sagu, sampan, dan sungai. Begitulah filosofi orang Sempan dan Mimika yang sayangnya hari ini harus menemui nasib tragis. Kerusakan lingkungan sebab pembuangan limbah tailing dari pengolahan hasil tambang PT. Freeport di Kabupaten Mimika, Papua, membuat sungai yang menjadi sumber mata pencaharian mereka mengalami pendangkalan dan pencemaran.

Setidaknya ada tiga kawasan yang terdampak pendangkalan sungai ini, yakni Agimuga, Jita dan Mansari. Sungai merupakan sumber penghidupan masyarakat disana. Sehingga, dengan pembuangan limbah tailing di beberapa sungai ini, mau tak mau masyarakat disana pun terganggu. Mulai dari kehilangan mata pencaharian, serangan penyakit gatal-gatal, hingga terganggunya transportas (www.voaindonesia.com, 02/02/2023).

Hingga saat ini, permasalahan lingkungan di Papua tengah dalam proses advokasi oleh Komisi IV DPR setelah adanya pengaduan oleh DPRD Provinsi Papua serta wakil masyarakat Mimika. 
Mirisnya, ternyata pembuangan limbah tailing di sungai Aghawagon dan sungai Ajkwa ini telah diizinkan oleh Pemerintah Provinsi Papua, melalui surat keputusan Gubernur Nomor 540 tahun 2002.

Selain dua sungai ini, ternyata ada empat sungai lainnya yang juga masuk dalam izin tersebut. Empat sungai ini adalah Aghawagon, Otomona, Ajkwa, dan Minajerwi. Bahkan, dalam dokumen Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tercatat bahwa perhitungan limbah tailing yang dihasilkan PT Freeport Indonesia adalah 167 juta metrik ton setiap hari.

Limbah-limbah ini dialirkan ke sungai sejak tahun 1978 hingga 2018 dan ditempatkan di Modified Ajkwa Deposition Area (ModADA) (www.voaindonesia.com, 01/02/2023).

Kerusakan Lingkungan yang 'Niscaya'
Apa yang terjadi di negeri berjulukan Bumi Cenderawasih ini sungguh mengiris hati. Bagiamana tidak, gunungan emas yang hingga hari tak habis dikeruk tak pernah nampak wujud manfaatnya. Saat ia muncul ke permukaan, ia berwujud kerusakan lingkungan yang merugikan. Alih-alih mendapat manis dari tambang emas, yang didapati rakyat hanya sepahnya saja.

Sayangnya, kerusakan lingkungan adalah hal yang niscaya pada iklim ideologi kapitalis neoliberal yang hari ini menghegemoni. Konsep yang berbasis eksploitasi adalah penyebab utamanya. Dalam kapitalisme, manusia bebas mengeksploitasi sepuas-puasnya, serta menciptakan sifat konsumerisme yang berdampak buruk pada alam.

Akhirnya, atas nama produksi dan mencari keuntungan, alam dikeruk sumber dayanya tanpa memikirkan dampak esok hari. Maka bukan hal yang mengherankan pabika ternyata perusakan alam hari ini mengatongi izin dari pihak yang berwewenang setempat.

Islam Menjaga

Dalam Al-Qur'an surat Al A'raf ayat 56, Allah telah memerintahkan manusia agar tak berbuat kerusakan di muka bumi. Sebagaimana firman Allah, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya…”

Dengan paradigma inilah, Islam mencegah perusakan lingkungan, termasuk eksploitasi berlebihan yang akan berdampak buruk pada alam. Dalam penerapan individu, mengurangi konsumerisme dengan memilah mana butuh dan mana keinginan. Dan dalam konteks negara, pemanfaatan sumber daya alam haruslah memperhitungkan imbasnya di kemudian hari.

Kemudian dalam ayat lain dalam Al-Qur'an surat Ar Ruum ayat 41, Allah berfirman, "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia". 

Dengan spirit ayat inilah, para sahabat menyadari benar pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Islam yang merupakan rahmatan lil alamin, dalam tapak sejarahnya selama 14 abad, telah memanfaatkan alam dengan baik tanpa merusak. Wallahu A'lam bisshowab.[]
 
Oleh : Azaya
(Part of @geosantri)
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments