Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Fenomena “Ngemis Online”, Efek dari Kemiskinan yang Tinggi


TintaSiyasi.com -- Tidak dapat dipungkiri saat ini teknologi informasi dan komunikasi berkembang dengan pesatnya. Masyarakat harus bisa beradaptasi dengan kemajuan teknologi. Salah satunya yaitu teknologi digital melalui aplikasi dan platform yang dapat memudahkan berkomunikasi, bersosialisasi, eksplorasi, membangun serta memproduksi bisnis. Terlebih lagi teknologi digital ini mudah untuk diakses siapapun dan di manapun, selama adanya koneksi internet diperangkatnya. 

Kemudahan itulah yang membuat masyarakat pengguna teknologi digital berlomba-lomba dengan berbagai cara memanfaatkannya agar dapat mendapatkan penghasilan dari media sosial. Dengan dalih memenuhi kebutuhan dan keinginannya semata, tanpa mempedulikan baik (halal) dan buruk (haram)-nya.

Baru-baru ini viral fenomena “Ngemis Online” menjamur di jagad maya TikTok, salah satunya mandi lumpur. Orang-orang rela melakukan hal aneh tersebut demi meraup saweran netizen.

Fenomena mengemis online dengan cara-cara tersebut tidak hanya dilakukan satu orang, namun juga sejumlah orang bahkan orang tua atau lansia. Pada akhirnya mereka berharap bisa mendapatkan gift dengan jumlah banyak dari penonton dan kemudian menukarnya dengan uang. Mereka melakukan aksi mengguyur diri sendiri dengan air hingga mandi lumpur berjam-jam yang disiarkan langsung di akun TikTok. 

Menteri Sosial Tri Rismaharini bakal menyurati pemerintah daerah (pemda) untuk menindak fenomena 'ngemis online' yang viral di TikTok. "Nanti saya surati ya. Ndak, ndak (bukan ke kepolisian). Saya imbauan ke daerah, tugas saya itu untuk menjalankan. Itu (ngemis online) memang gak boleh," kata Risma kepada wartawan di Desa Lambang Sari, Bekasi, Minggu (15/1). Risma menegaskan tidak hanya secara online, pengemis konvensional di jalan-jalan juga dilarang oleh peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) dan peraturan daerah (perda) (CNN Indonesia, 15/1/2023).

Fenomena ini menggambarkan "masyarakat sakit"  yang hidup di tengah sistem rusak, yang tak mampu menyejahterakan rakyatnya. Media sosial yang seharusnya dimanfaatkan dengan menebarkan kebaikan demi kebaikan tapi dimanfaatkan sebaliknya oleh mereka-mereka yang terlalu cinta akan materi. 

Namun bukan sepenuhnya salah mereka, tapi keadaanlah yang memaksa fenomena ini terjadi. Sistem yang menyebabkan kemiskinan tak akan pernah tuntas bahkan semakin meningkat. Dalam sistem kapitalis, apapun dimanfaatkan demi meraih keuntungan  materi. Kemiskinan pun dieksploitasi menggunakan kemajuan teknologi, meski merendahkan harkat dan martabat diri sendiri ataupun orang lain. Bahkan ada yang melakukan demi tuntunan gaya hidup masa kini.

Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa meminta harta benda kepada orang lain dengan tujuan memperbanyak (kekayaan), maka sebenarnya dia meminta bara api, oleh karena itu terserah kepadanya mau memperoleh sedikit atau memperoleh banyaknya.” (HR. Muslim: 1041).

Mengharapkan sesuatu dari perkara dunia seperti kekayaan bukanlah hal yang terlarang dan tercela, dan itu merupakan suatu tabiat yang wajar, akan tetapi yang harus diperhatikan adalah cara yang ditempuh untuk mendapatkannya, apakah sudah sesuai dengan apa yang Allah syariatkan atau tidak, serta tidak melanggar larangan-larangan-Nya. Seperti dengan cara meminta-minta kepada manusia.

Kapitalisme saat ini menjadikan tujuan kehidupan masyarakat hanya untuk mengumpulkan materi dunia. Segala cara dapat dilakukan agar bisa terpenuhi. Sekalipun dengan cara merendahkan harga diri sendiri. Sistem ini juga menjadikan teknologi sebagai pisau bermata dua. Menjadikan teknolog baik atau buruk tergantung yang berperan dan tujuan apa. Dalam hal ini, teknologi benar-benar disalahgunakan karena dijadikan ajang meraih penghasilan dengan mengemis. 

Negara seharusnya menyelesaikan problem kemiskinan dari akar masalah sehingga tak terjadi hal yang merendahkan harga diri manusia itu sendiri. Masyarakat harus disadarkan untuk tidak lagi mengandalkan solusi tuntas dari sistem kapitalis, sebab sistem ini sudah tampak nyata kerusakannya ada di mana-mana baik itu kerusakan alam, kerusakan moral masyarakat, kebebasan yang tidak terkendali.

Sejarah menunjukkan, ketika umat hidup dalam naungan sistem Islam. Kesejahteraan, persatuan hakiki, dan keberkahan terwujud dalam kadar yang tidak pernah ada bandingannya. Selama belasan abad, umat Islam mampu tampil sebagai umat terbaik. Memimpin peradaban cemerlang, sekaligus menebar rahmat ke seluruh alam.

Menurut pandangan Islam media adalah sarana untuk mengedukasi dan sebagai sarana dakwah Islam, sehingga tayangan-tayangan di media dalam tujuan untuk dakwah Islam bukan tujuan receh yang hanya sekedar mengejar viral atau terkenal saja, sehingga media dalam media dalam Islam benar-benar perannya sebagai alat atau regulator untuk melakukan amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat.

Solusi tuntas persoalan ini membutuhkan kerjasama semua pihak.  Mulai dari individu yang memiliki kesadaran untuk menjaga kemuliaan sebagai manusia, masyarakat yang memberikan kontrol dan juga negara yang menjamin  hidup rakyat dan  juga memberikan asas yang tepat dalam memanfaatkan teknologi untuk kemajuan bangsa dan kebaikan umat manusia. 

Rasulullah SAW bersabda: “Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR Al- Bukhari).

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Mariatul Kiftiah
Pegiat Pena Banua
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments