TintaSiyasi.com -- Berita memilukan kembali terulang, seorang remaja meregang nyawa ketika hendak memberhentikan paksa sebuah truk yang sedang melaju dari Exit Tol Gunung Putri, Desa Gunung Putri, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor (14/01/2023). Diduga korban menghentikan paksa truk yang sedang melaju tersebut hanya demi sebuah konten. Korban lalu ditangani oleh Unit Laka Lantas Polres Bogor. Kemudian jasad remaja tersebut dipulangkan ke keluarga yang bersangkutan setelah dilakukan sejumlah prosedur (republika.co.id, 15/01/2023).
Kondisi remaja saat ini begitu mengkhawatirkan, hanya demi sebuah konten sampai harus mengorbankan nyawanya sendiri. Tak hanya itu, di Palembang juga berulang kali tawuran antar pelajar terjadi, baru-baru ini tawuran terjadi di Jalan Demang Lebar Daun (15/01/2023). Satu orang tewas akibat aksi tawuran ini, polisi telah mengamankan 8 orang yang terlibat, barang bukti senjata tajam, dan 12 unit kendaraan bermotor. Korban yang tewas mengalami luka bacok di bagian kepala belakang, luka tusuk di punggung, dan luka sayat di paha kiri (sumeks.co, 15/01/2023).
Makin hari profil generasi muda kian merosot, dari dua fakta ini saja dapat menggambarkan betapa rusaknya generasi kita. Lifestyle hanya berkiblat pada tingkat viral di sosial media tanpa memandang bahwa hal tersebut dapat merenggut nyawanya, bukan hanya itu saja kondisi generasi saat ini diperparah dengan bebasnya pergaulan tanpa adanya batasan, dan menganggap kebahagiaan masa muda diraih dengan sensasi serta saling adu kuat antar kelompok yang mereka ikuti.
Tindak kriminal setiap hari terjadi bahkan sampai memakan korban jiwa. Candaan dan tawaan bisa saja menjadi motif pembunuhan, nyawa generasi saat ini begitu mudahnya terancam. Tindak kejahatan, kekerasan, begal, tawuran, sampai pembunuhan tak asing lagi jika pelakunya kebanyakan masih remaja. Generasi muda yang harapannya bisa menjadi tonggak peradaban bangsa, kini hanyalah angan belaka. Jika kerusakan dan kemunduran pemikiran generasi muda terus terjadi, bagaimana bisa membangun masa depan peradaban yang cemerlang?
Miris sekali melihat potret pemuda saat ini yang sangat minim akan visi. Kebanyakannya hanya disibukan dengan perkara duniawi, mencari sensasi, eksistensi, serta harga diri. Makin hari bukannya terlihat hal produktif dan positif, namun malah makin bobrok potret generasi saat ini. Berbagai faktor yang memicu rusaknya profil generasi, di antaranya keluarga yang menjadi faktor pertama yang bisa menyebabkan remaja menjadi pelaku tindak kriminal. Anak yang lahir dari keluarga yang broken home acapkali mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakan dari orang tuanya sendiri, komunikasi antar keluarga yang begitu kurangnya membuat terjadinya perselisihan hingga melahirkan perilaku negatif dan trauma pada diri anak. Kesalahan parenting akan berdampak pada salahnya pola pikir dan sikap yang akhirnya dimiliki oleh anak.
Krisis identitas juga menjadi faktor penyebab dari kaburnya potret pemuda saat ini. Kesalahan dalam mencari jati diri, menjadikan tujuan hidup hanya mencari kesenangan dan kebahagiaan yang didapatkan dari materi, akan menjadikan mereka sebagai generasi yang hedonis. Karena pada usia remaja tingkat kontrol diri masih lemah, maka kurang bisanya mengontrol emosi menyebabkan banyak remaja menjadi pelaku kejahatan dan larut dalam kenakalan dan kekerasan.
Media sosial tak kalah pentingnya menjadikan generasi ini kian rusak. Banyak sekali konten pornografi dan pornoaksi yang dengan mudahnya diakses. Karena tontonan dan informasi akan melahirkan yang namanya pemikiran, maka pemikiranlah yang akan menuntun dalam bersikap dan berperilaku, sehingga tak mengherankan jika kemunduran generasi bisa terjadi akibat dari imbas konten negatif dari sosial media.
Terakhir faktor utama dari permasalahan generasi saat ini adalah negara yang tak memiliki visi untuk menyelamatkan generasi. Negara saat ini yang bersistem sekuler liberal menjadikan agama nampak asing di tengah-tengah pemuda. Remaja makin dijauhkan dari aturan Islam, sehingga menjadikan generasi yang mengikuti kemana arus bertiup, serta abai terhadap bahaya yang mengancam dirinya. Pola pendidikan yang tidak menjadikan syariat Islam sebagai pedoman dijadikan kurikulum tuntunan. Akhirnya bisa dilihat bagaimana generasi yang dilahirkan dari pendidikan kurikulum sistem sekuler liberal ini. Remajanya yang banyak tawuran, gaya hidupnya hedonis, dengan mudahnya bermaksiat, individualis, minim akan empati dan cara berpikirnya tercemar dengan gaya hidup Barat yang sangat jauh dari aturan Islam.
Tidak ada hukum, aturan, dan sistem yang lebih baik dari Islam. Dalam Islam negara akan menerapkan kurikulum pendidikan yang berbasis pada syariat Islam, sehingga pola pikir dan pola sikap generasi akan berkepribadian Islam. Mereka mampu membedakan mana yang benar dan salah, serta memahami mana tindakan yang boleh dilakukan dan tidak. Tidak hanya di lingkup pendidikan, negara juga menjadikan lingkungan jauh dari yang namanya pergaulan bebas, dan membiasakan pemudanya tersuasanakan dengan syiar Islam.
Keluarga juga mendapatkan pengontrolan dari negara, memastikan bahwa orang tua melakukan tanggungjawabnya mendidik anak-anak mereka dengan pola asuh Islam. Tidak hanya itu negara juga menjamin kepala keluarga mendapatkan lapangan pekerjaan yang layak, sehingga seorang ibu tidak perlu lagi keluar dari rumahnya untuk bekerja dan lebih terfokus supaya mengontrol dan mendidik anaknya.
Kesehatan, pendidikan, keamanan (dengan uqubat/sanksi yang memberi efek jera) dijamin oleh negara agar semua rakyatnya mendapatkan kebutuhan yang sama. Dengan adanya tata kelola kehidupan dalam naungan khilafah (kepemimpinan Islam) maka generasi berada dalam lingkungan yang terjaga, sehingga akhlak serta kepribadian Islam pun bisa terwujud dalam setiap jiwa generasinya. Hanya Khilafah lah yang memiliki visi mulia atas pemudanya, dan memiliki metode untuk menyelamatkan generasi dari kerusakan dan kehancuran.
Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Dewi Sri Murwati
Pegiat Pena Banua
0 Comments