Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Angan-Angan Kesejahteraaan Buruh Migran

TintaSiyasi.com -- Deretan panjang problem pekerja migran dari Indonesia masih terasa hingga saat ini. Pasalnya penyelundupan calon tenaga kerja Indonesia secara gelap ke Malaysia disebut telah menjadi "bisnis haram" yang meraup miliaran rupiah ini berlangsung secara tersistematis, terstruktur, dan masif, mulai dari jalur ilegal hingga pintu resmi.

Menurut Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Hermono, menyebut sekitar 70% tenaga kerja gelap dari Indonesia ke Malaysia masuk melalui pintu-pintu resmi. Adanya dugaan keterlibatan oknum petugas imigrasi merupakan celah penyelundupan calon tenaga kerja gelap tersebut dapat dilakukan. Pola penyelundupan tersebut dilakukan secara terstruktur mulai dari kode khusus tiket kapal di pintu imigrasi, pemaksaan dan situasi mencekam di dalam kapal feri, hingga penjemputan dengan bus dua tingkat di pelabuhan Malaysia (BBC News Indonesia, 20/12/2022).

Berdasarkan penyelidikan independen yang dilakukan oleh tim Paschalis. Pintu resmi antar pelabuhan Batam dan Johor Bahru merupakan salah satu lubang jalur penyelundupan. Bisnis penyelundupan ini digadang gadang dapat meraup keuntungan hingga ratusan juta bahkan miliaran rupiah setiap harinya. Biaya yang dikenakan terhadap setiap satu orang pekerja migran yang berangkat yaitu Rp 10- 20 juta, sistem pembayaran tersebut dapat dilakukan secara langsung maupun hutang kepada para mafia. 

Apakah negara tutup mata ?

Indonesia memilki Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) namun hak perlindungan tersebut nampaknya hanya angin lalu sebab pekerja migran Indonesia masih ada yang terpapar perdagangan manusia. 

Menurut Benny Rhamdani dalam victory news (18/12/2022), Para sindikat mafia perdagangan manusia masih berkeliaran bebas bahkan mengambil keuntungan besar dari bisnis kotor tersebut. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengatakan, praktik penyelundupan PMI ilegal tersebut tidak lepas dari dugaan keterlibatan oknum polisi, imigrasi, hingga manajemen dan petugas kapal. Padahal dalam UU No. 18 Tahun 2017 tersebut PPMI mendapatkan hak berupa penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia secara terpadu antara instansi pemerintah.

Menurut catatan Kementerian Luar Negeri, selama lima tahun terakhir terdapat tren peningkatan jumlah kasus yang menimpa PMI. Pada 2016 tercatat ada 15.069 kasus, 2017 ada 14.651 kasus, 2018 ada 16.903 kasus, 2019 ada 24.465 kasus, dan 2020 tercatat 54.248 kasus. Pada 2021 dan 2022 ditengarai meningkat juga.
Kasus yang dialami PMI diantaranya pengaduan masalah overstay, gaji tidak dibayar, sakit, PMI yang ingin dipulangkan, meninggal, pemutusan hubungan kerja, dan biaya penempatan yang melebihi struktur biaya. Isu “overcharging”, perjanjian yang tidak sesuai Perjanjian Kerja, putus komunikasi dan penahanan dokumen juga masih banyak diadukan oleh pekerja migran tersebut. 

Nasib malang pekerja migran

Dalam pasar kerja internasional sistem kapitalisme saat ini buruh migran layaknya budak yang diperjual belikan. Posisi mereka teramat rendah, mereka tidak mendapatkan perlindungan yang kuat, bahkan posisi mereka lebih rendah dibanding tenaga buruh lokal.

Namun demi memenuhi tuntutan hidup yang serba mahal, menjadi buruh di negeri orang pun rela mereka lakukan. Iming- iming gaji yang tinggi, tawaran yang menjanjikan, harapan kehidupan yang lebih baik, namun nyatanya nasib mereka masih terombang- ambing, kerap kali kita mendengar penyiksaan, bahkan kematian yang dialami pekerja migran di luar negeri. Pendidikan yang rendah akhirnya menjadikan para buruh migran ini sasaran empuk korban perdagangan manusia.

Kesejahteraan buruh dalam sistem kapitalisme mustahil terwujud, bagi sistem kapitalisme buruh migran adalah suatu komoditas yang dapat dijadikan bumper Industri. Mereka digaji rendah untuk menekan biaya produksi dan mengurangi resiko ruginya suatu perusahaan. 

Pandangan Islam

Sistem kapitalisme neoliberal dengan segala turunannya bagaikan virus yang membuat segala penyakit yang menimpa negara ini semakin meradang. Betapa tidak, mulai dari sistem ekonomi dan keuangan yang eksploitatif dan destruktif, sistem politik yang oportunistik dan koruptif, sistem sosial yang rusak dan permisif, sistem pendidikan yang sekularistik dan kapitalistik, sistem hukum dan persanksian yang diskriminatif. Semua hal ini semkain mencipatakan jurang kemiskinan dan gap sosial yang tinggi. 

Bisa dikatakan kemiskinan merupakan sumber dari deretan problem panjang buruh migran ini dapat terjadi. Untuk mengatasi hal ini dibutuhkan sistem dengan mekanisme rasional dan komprehensif, hal tersebut dimilki oleh sistem Islam. Islam memiliki sistem politik yang menjamin stabilitas dan kemandirian, sistem kepemimpinan yang bertanggung jawab mengurus dan memberi perlindungan, sistem ekonomi berkeadilan dan memberi jaminan finansial, sistem keuangan yang kuat dan berdaulat, sistem pendidikan yang mengokohkan kepribadian Islam, sistem hukum yang menjamin keamanan, dan sebagainya.

Jika menengok sejarah, dapat kita ketahui bersama bahwa sistem Islam mampu memberikan kesejahteraan di semua level masyarakat baik umat Islam itu sendiri maupun non Islam selama 14 abad.

Daulah (Negara) islam memiliki kewajiban memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan dengan mudah. Daulah tidak akan kesulitan membiayai kebutuhan rakyatnya dikarenakan daulah juga akan mengoptimalkan pengelolaan kekayaan SDA yang dimilki. Kekayaan SDA tersebut haram dimiliki oleh Individu, SDA tersebut wajib dikelola sendiri oleh negara yang hasilnya akan dikembalikan untuk memenuhi kebutuhan umat.

Dengan jaminan kesejahteraan tersebut apakah umat masih terfikirkan untuk menjadi pekerja migran yang justru nasibnya terombang –ambing tanpa perlindungan yang kuat?

Di dalam daulah pelaku kejahatan dikenakan sanksi yang tegas, sistem sanki yang diterapkan selain efektif melakukan pencegahan lahirnya para pelaku kejahatan, juga efektif untuk memberikan efek jera terhadap para pelaku kejahatan. Dalam sistem hukum Allah ini tidak terdapat celah jual beli hukum serta korupsi yang sudah menjadi rahasia umum dalam sistem sekuler kapitalistik saat ini.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman
Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)? (TQS. Al- Maidah Ayat 50)


Oleh: Faridah Luthfiyyani
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments