TintaSiyasi.com -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) tahun ini layak disikapi dengan rasa berkabung atas runtuhnya komitmen negara dan robohnya harapan masyarakat. ICW kemudian menyoroti sejumlah aspek yang dinilai turut berkontribusi dalam meruntuhkan komitmen negara terkait pemberantasan korupsi. Salah satu aspek yang turut disorot ICW adalah tingginya angka korupsi di kalangan politisi. "Berdasarkan data penindakan KPK, sepertiga pelaku korupsi yang diungkap selama 18 tahun terakhir berasal dari lingkup politik, baik legislatif (DPRD maupun DPR RI) dan kepala daerah dengan jumlah 496 orang," ujar peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dikutip dari keterangan tertulisnya di laman resmi ICW, Minggu, 11 Desember 2022. (tirto.id, 11/12/22)
Peringatan hari antikorupsi sedunia diwarnai aksi demo disejumlah daerah oleh Lembaga-lembaga kemasyarakat dan mahasiswa, mereka turun kejalan untuk menyuarakan ketidakpuasan terhadap kerja KPK dan negara atas penanganan korupsi di negeri ini. Hari antikorupsi diperingati setiap tahun lebih dari 10 tahun sejak ditetapkan oleh PBB. tetapi sampai hari ini tidak ada kemajuan kearah lebih baik dalam memberantas korupsi. Justru korupsi di negeri ini semakin merajalela. Pelaku korupsi semakin semena-mena dalam melakukan korupsi. Hukum yang ringan dan sanksi yang tidak tegas memicu tingginya pelaku korupsi.
Tingginya kasus korupsi yang merugikan negara cukup meresahkan rakyat dengan nilai yang fantastik, para koruptor hanya dihukum ringan. Negeri ini terkesan tidak sungguh-sungguh dan tebang pilih saat menerapkan hukuman bagi pelaku korupsi. Setiap hari masyarakat dipertontonkan kasus korupsi dengan pelaku para pejabat tinggi yang harusnya mereka amanah dalam menjalankan tugas negara tetapi justru mereka melakukan korupsi berjamaah, seakan mereka tidak takut akan hukum dan sanksi sosial dimasyarakat. Negeri ini sudah krisis moral yang sangat parah sehingga menjadi pelaku korupsi sudah bukan aib lagi bahkan setelah mereka bebas dari hukuman mereka akan tetap menjadi pejabat.
Miris negeri yang mayoritas Muslim yang paham akan hukum mencuri atau korupsi itu perbuatan dosa tetapi seiring perjalanan waktu moral negeri ini semakin rendah hingga perbuatan dosa pun menjadi lazim dilakukan di tengah-tengah masyarakat. Jika negeri ini tegas terhadap para pelaku korupsi dan memberi sanksi dengan dihukum berat dan dimiskinkan kemungkinan mereka para pelaku korupsi akan berpikir berulang kali jika akan melakukan korupsi.
Faktanya negeri ini menjadi negeri yang korup bahkan berada diperingkat 96 dari 180 negara. Budaya korupsi ini tidak lepas dari diterapkannya system demokrasi dimana hampir disemua sektor pemerintahan terjadi penyelewengan dana bahkan untuk pemilu mereka harus mengeluarkan dana yang cukup besar sehingga saat mereka menjabat mereka tidak fokus akan amanah yang diberikan tetapi berusaha untuk mengembalikan modal pemilu. Masyarakat tidak bisa berharap banyak kepada KPK untuk memberantas korupsi jika negeri ini masih menerapkan system demokrasi dimana system tersebut menjadi cikal bakal korupsi.
Jika masyarakat ingin korupsi diberantas maka yang ada satu cara yaitu dengan diterapkan hukum Islam dimana hukum bagi pelaku korupsi atau pencuri sangat tegas tidak pandang bulu hukum rata apapun jabatan di mata hukum semua sama, hukum Islam tidak hanya membuat pelaku jera tetapi membuat orang lain takut untuk melakukan seperti firman Allah SWT
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْٓا اَيْدِيَهُمَا جَزَاۤءًۢ بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
" Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. (QS. Al-Maidah: 38)
Oleh: Lutfiatul Khasanah
Pendidik
0 Comments