TintaSiyasi.com -- Tanggal 1 Desember diperingati sebagai hari AIDS sedunia, sejak ditemukan virus HIV/AIDS yang pertama di Indonesia pada 1987, Kasus HIV/AIDS terus bertumbuh dan menyebar di hampir seluruh provinsi di Indonesia, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.
Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan, hingga Juni 2022, total pengidap HIV di Indonesia mencapai 519.158 orang. Peningkatan kasus terutama terjadi pada kelompok beresiko tinggi antara lain pekerja seks komersial dan pengguna Napza dengan jarum suntik, meningkatnya perilaku menyimpang pasangan sejenis dan seks bebas juga menjadi penyebab utama virus ini semakin menyebar luas, bahkan perempuan dan anak pun juga banyak yang tertular.
Dinas Kesehatan Kota Batam mencatat jumlah kenaikan kasus HIV/AIDS di Kota Batam mencapai 446 orang pada 2022. Yang mencengangkan, dari temuan Dinkes itu disebutkan, kasus kenaikan didominasi penyimpangan perilaku pasangan sejenis (Liputan6).
Upaya pemerintah dalam menangani kasus HIV/AIDS sepertinya belum membuahkan hasil yang signifikan, WHO mencanangkan strategi sektor kesehatan global tahun 2022–2030 tentang HIV yang bertujuan untuk mengurangi infeksi HIV dari 1,5 juta pada tahun 2020 menjadi 335 ribu pada tahun 2030. Sedangkan angka, kematian dari 680 ribu pada tahun 2020 menjadi di bawah 240 ribu pada tahun 2030.
Berbagai program yang dilakukan pemerintah tak akan mampu mencegah penularan,karena solusi yang diberikan tidak menyentuh akar persoalan,bahkan pemerintah justru memberikan ruang bagi para pelaku penyimpangan seksual seperti LGBT, dan lokalisasi pekerja seks komersial.
Inilah buah dari bercokolnya sistem sekularisme liberal yang tumbuh subur di negeri ini. Sekularisme liberal menjadikan masyarakat bergaul secara bebas tanpa melihat lagi aturan aturan agama. Pergaulan bebas inilah yang menjadikan perzinahan makin merebak dan menjadi budaya dalam masyarakat kita hari ini, bahkan dilindungi oleh pemerintah asal pelakunya suka sama suka.
Perlu kita ketahui bahwa pergaulan bebas tidak akan terjadi pada negara yang menerapkan sistem Islam. Islam adalah agama sekaligus ideologi yang di dalamnya memuat peraturan peraturan kehidupan, termasuk mengatur bagaimana interaksi antara lawan jenis.
Dalam Islam hukum asal interaksi laki-laki dan perempuan adalah terpisah, tidak boleh berdua-duaan dengan yang bukan mahram (khalwat), laki laki dan perempuan tidak boleh bercampur baur dalam satu tempat (ikhtilat) kecuali dalam perkara yang diperbolehkan.
Islam akan memberikan sanksi yang tegas bagi pelaku kemaksiatan seperti perzinahan baik laki-laki maupun perempuan yaitu dengan dihukum jilid (cambuk) sebanyak 100 kali.
Sistem Islam akan menanamkan keimanan yang kuat dan ketakwaan kepada Allah SWT bagi setiap individu tanpa terkecuali yang akan memunculkan rasa takut melakukan hal hal yang melanggar syariat Islam.
Allah SWT berfirman dalam surah Al Israa ayat 32 yang artinya, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”
Ketakwaan individu akan melahirkan masyarakat yang memiliki pemikiran perasaan dan aturan yang sama yang akan mendorong mereka melakukan amar makruf nahi mungkar sehingga tercipta lingkungan saling menjaga satu sama lain dari segala pemikiran dan pergaulan yang tidak sesuai dengan syariat Islam.
Peran negara dalam sistem Islam juga tidak kalah penting. Negara tidak akan membiarkan segala bentuk pergaulan yang memicu adanya tindakan kemaksiatan seperti LGBT, free sex, dan lain sebagainya
Mestinya ini menyadarkan kaum Muslim bahwa hanya dengan penerapan syariat Islam, yang mampu mencegah kemaksiatan dan menangani virus HIV/AIDS.
Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Ema Sunifah
Aktivis Muslimah
0 Comments