TintaSiyasi.com -- Isu radikalisme terus mencuat hingga muncullah ide moderasi beragama. Program yang dibentuk agar masyarakat tidak berlebihan dan ekstrem dalam menjalankan agamanya. Agar masyarakat lebih bertoleransi dan menghargai budaya, serta mengamalkan Bhinneka Tunggal Ika lebih dalam lagi. Sehingga, walaupun banyak perbedaan di negeri ini masyarakat tetap bersatu. Program yang telah menjadi program prioritas Kementerian Agama. Moderasi beragama sendiri diartikan sebagai cara memahami dan mengamalkan agama secara adil dan seimbang, tidak ekstrem atau berlebihan dalam mengimplementasikannya.
Dalam suatu konferensi pada akhir 2021, secara virtual melalui Internasional Conference On Islam and Humas Rights, Menteri Agama Yaqut Cholil mengatakan bahwa, di negeri ini ada beberapa orang yang memiliki pemikiran keagamaan yang berlebihan dan ekstrem. Merasa diri mereka paling benar dan menyalahkan orang lain. Hal inilah yang dianggap bahaya karena dapat mengancam kerukunan umat beragama dan bisa menimbulkan ketegangan di tengah masyarakat
Itulah mengapa program-program moderasi beragama semakin gencar dilakukan sampai hari ini. Mulai dari dirubahnya logo halal, salam semua agama, dirubahnya kurikulum dalam pesantren, sertifikasi dai, pemakaian baju adat di sekolah dan baru-baru ini Kementerian Agama mengeluarkan aturan baru terkait seragam baru, yaitu batik moderasi beragama. Di mana motif batik tersebut bersimbol semua rumah ibadah agama yang diakui di Indonesia. (Suara.com, 4/11/2022)
Terkait aturan seragam batik moderasi beragama, tentu saja menimbulkan kegelisahan dan pertanyaan di tengah-tengah masyarakat. Misalnya saja bagi umat muslim, bagaimana mungkin mereka yang paham syariat mau mengenakan batik tersebut, batik yang mengandung simbol-simbol agama lain. Begitupun dengan umat Nasrani, apakah tidak merasah risih memakai batik tersebut ke dalam gereja? Atau secara umum, apakah masyarakat tidak merasa gundah atau bimbang masuk ke toilet dalam kondisi mengenakan batik tersebut?
Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut, sehingga wajar saja jika ada masyarakat keberatan atas peraturan pemerintah terkait batik moderasi beragama.
Lantas, apakah dengan semua yang telah dilakukan ini mampu menyatukan masyarakat tanpa mengundang kegelisahan dan keresahan di tengah-tengah masyarakat? Apakah dengan cara-cara ini mampu menumbuhkan rasa toleransi yang sebenarnya? Sepertinya tidak, lihatlah bagaimana ketika logo halal diganti dengan model baru, banyak masyarakat tidak setuju dengan model tersebut. Masyarakat juga berpendapat, jika logo halal diganti tentu saja akan membebankan masyarakat, karena harus mengurus kembali untuk menggunakan logo halal yang baru dan tentu saja akan ada biaya-biaya yang dikeluarkan. Begitupun dengan salam semua agama, bahkan MUI pun tidak setuju terkait hal ini, karena menurut MUI ini sudah menyimpang dari toleransi yang sebenarnya dan mempengaruhi akidah umat muslim.
Senjata Barat
Jika kita perhatikan moderasi beragama adalah salah satu senjata barat dalam menyebarkan paham sekuler, di mana masyarakat khususnya umat Islam dijauhkan dari berislam secara kafah. Mereka tidak mau umat Islam bersatu, sehingga terus berupaya memecahkan persatuan umat Islam, karena mereka tahu jika umat Islam bersatu maka berakhirlah perjuangan mereka untuk menyebarkan ideologinya dan gagal pula harapan mereka untuk menjadi penguasa di dunia ini.
Senjata utama mereka saat ini bukan menyerang nyawa umat Islam agar jumlah mereka berkurang, senjata utama mereka saat ini menyerang pemikiran umat, agar mereka terpecah belah dan saling menyerang. Sebagaimana mereka berhasil meruntuhkan kekhalifahan Turki Utsmani dengan menyerang pemikiran umat di kala itu. Tak hanya itu, mereka juga menciptakan senjata pahlawan palsu yaitu memakai Kemal Atatturk laknatullah untuk mempengaruhi pemikiran umat. Ya, sadar atau tidak demikianlah yang sedang mereka lakukan terhadap negeri ini.
Islam Kafah Vs Islam Moderat
Sebagai umat Islam kita diperintahkan untuk mengikuti seluruh aturan agama Islam secara kafah atau secara menyeluruh. Di mana setiap aturannya bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunah, berasal dari Zat Yang Maha Sempurna dan Tidak Terbatas. Sedangkan moderasi beragama adalah proyek buatan manusia, bersumber dari akal yang terbatas, ini berarti pasti akan ada kelemahan dan kekurangan dari proyek tersebut. Proyek di mana umat Islam harus bersifat fleksibel dan paham situasi dan kondisi dalam menjalankan ajaran agama. Tidak boleh berlebihan dan ekstrem, dalam arti lain ajaran agama Islam bagi mereka bagaikan rumah makan prasmanan yang bisa dipilih sesuai selera.
Jadi, bisa dibayangkan bagaimana bahayanya jika moderasi beragama ini terus dikembangkan. Bagaimana nasib bangsa ini kedepannya? Bagaimana nasib umat muslim yang berusaha menjalankan syariat agama secara kafah? Bagaimana nasib para generasi penerus bangsa? Akankah kelak mereka akan paham tentang akidah Islam yang sesuai syariat agama bukan sesuai ala Islam moderat?
Sedangkan kita tahu target utama proyek ini adalah para pemuda-pemudi generasi penerus bangsa. Generasi yang mudah dipengaruhi pemikirannya. Bukankah kita merindukan generasi yang tidak hanya berhasil di dunia tetapi juga berhasil dalam urusan akhirat? Lalu mengapa ruang gerak umat muslim yang ingin menjalankan syariat secara kafah dibatasi?
Radikal, intoleran, anti Pancasila, musuh negara, teroris, adalah sebutan yang akan disematkan bagi mereka yang berusaha menjalankan syariat agama secara kafah. Mereka terpojokkan di negeri sendiri dan dimusuhi saudara sendiri. Sehingga secara sadar atau tidak, jika kita ikut mendukung proyek moderasi beragama sama halnya kita ikut mendukung antek-antek barat, memerangi agama dan saudara seakidah sendiri. Hal inilah yang sebenarnya tidak disadari oleh penguasa negeri, bahwa mereka sedang diperalat, bahwa mereka sedang diciptakan untuk menjadi pahlawan palsu.
Bersatu ala Islam Kafah atau Islam Moderat?
Berislam secara kafah bukan berarti kita anti Pancasila, bukan berarti kita intoleran. Karena Islam sendiri telah mengajarkan bagaimana cara bertoleransi yang benar, sesuai yang diajarkan Rasulullah saw. tanpa harus menyakiti perasaan yang berbeda keyakinan dengan umat muslim dan tanpa merusak akidah umat muslim. Bukankah susunan nilai-nilai Pancasila terkonsep dari Al-Qur'an? Bahkan dalam Al-Qur'an sendiri lebih rinci menjelaskan bagaimana cara menerapkan nilai-nilai Pancasila. Jadi, Bagaimana mungkin mereka yang berusaha menjalankan syariat Islam secara kafah disebut anti Pancasila, radikal dan antek-antek teroris?
Jika berislam secara kafah dianggap mengancam kerukunan umat dan menimbulkan ketegangan di tengah masyarakat, lantas bagaimana dengan Daulah Khilafah Islamiyah yang ternyata mampu membuktikan berislam secara kafah justru malah mempererat hubungan masyarakat, serta mampu melindungi masyarakat, aman lagi sejahtera. Tidak peduli mereka beragama Islam ataupun non Islam, tidak peduli apapun ras mereka, selama mereka bagian dari warga Daulah Khilafah mereka dipastikan akan aman dalam naungannya.
Mereka tidak dilarang menjalankan ritual keagamaannya dan tetap dibolehkan memeluk agamanya. Dan ini bertahan kurang lebih 13 abad lamanya di 2/3 dunia. Kisah wujud toleransi Daulah Khilafah Islamiyah yang terkenal sampai hari ini adalah kisah penaklukan Konstantinopel. Setelah berhasil menguasai kota bersama pasukannya, Sultan Muhammad Al-Fatih langsung menuju Gereja Haghia Sophia. Katika sampai Sultan Fatih tidak langsung membantai penduduk yang ada di dalam gereja tersebut, justru Sultan Fatih memerintahkan mereka pulang ke rumah mereka masing-masing dan menjamin keamanan mereka serta tidak memaksa mereka untuk masuk agama Islam. Ya, mereka aman dalam naungan Daulah Khilafah tanpa ada diskriminasi dan intimidasi.
Khatimah
Jika ada solusi yang lebih pasti dari Zat Yang Maha Sempurna dan Tak Terbatas, dalam mempersatukan umat, dalam mempererat hubungan masyarakat dan dalam membangun harmonisasi tanpa ada diskriminasi, tanpa ada saling usik mengusik, tanpa menggangu dan menyakiti perasaan umat beragama dan tanpa merusak akidah umat beragama terutama akidah umat Islam. Lantas, mengapa harus memilih dan tunduk pada solusi atau proyek buatan manusia yang hanyalah makhluk ciptaan yang tidak sempurna dan terbatas?
Jadi, apakah kita mau memilih bersatu ala Islam kafah atau ala Islam moderat? Pilih solusi bersatu dari Zat Yang Tidak Terbatas atau dari makhluk yang terbatas?
Wallahu a'lam bish-shawab
Oleh: Nur Hajrah MS
Aktivis Muslimah
0 Comments