TintaSiyasi.com -- Berita penyerangan oleh teroris KKB tidak pernah reda, sudah banyak korban yang berjatuhan baik dari pihak TNI, masyarakat sipil, tenaga medis maupun dari kelompok separatis itu sendiri.
Selain konflik para separatis (OPM) dengan para aparat, kerusuhan juga dipicu karena adanya konflik antarsuku, kesalahpahaman penduduk asli dengan para pendatang dan lain sebagainya. Bahkan disinyalir ada gerakan politik luar negeri yang ikut memicu terjadinya konflik di wilayah Papua.
Berulangnya kerusuhan di Papua tanpa ada penyelesaian yang real, makin membuktikan lemahnya sistem kedaulatan pemerintahan Indonesia. Entah disengaja atas dasar kepentingan dari sekelompok orang atau memang tidak tahu akar permasalahannya itu di mana.
Sebagai catatan, yang sering diulang di media masa, tujuan dan tuntutan oleh OPM adalah menginginkan Papua merdeka. Karena mereka merasa selama di bawah naungan negara Indonesia, kondisi kehidupan mereka jauh dari kata sejahtera. Masyarakat hidup miskin, tingkat keamanan yang sangat rendah serta hukum yang tidak berkeadilan.
Bila dibandingkan dengan pulau-pulau besar lainnya yang ada di Indonesia, Papua seharusnya menjadi pulau yang paling kaya dan sejahtera penduduknya, karena memiliki tambang emas "Freeport" yang terbesar di dunia. Ibarat ayam mati di lumbung padi.
Ketimpangan demi ketimpangan makin tampak jelas di depan mata, tetapi pemerintah seakan abai dengan semua itu. Inilah yang akhirnya memicu konflik di Papua. Jalan tol ribuan kilometer yang dibangun, bukan suatu bentuk kepedulian pemerintah terhadap masyarakat Papua, tetapi demi kepentingan pengusaha, karena bila kita melihat masyarakat Papua, jangankan memiliki kendaraan roda empat, untuk makan tiga kali sehari saja sudah beruntung. Pembangunan bukan untuk rakyat tetapi untuk kepentingan pengusaha. Penguasa dan pengusaha saling bekerjasama demi keuntungan mereka.
Hal inilah yang akhirnya memicu konflik, kecurigaan mencul dari kelompok separatis, bahwa militer yang diturunkan Pemerintah Pusat hanya untuk perlindungan terhadap korporasi yang harus mereka lawan. Dan kelompok separatis juga tidak luput dari penyusup yang memiliki kepentingan agar Papua lepas dari Indonesia, baik dari dalam negeri atau luar negeri.
Adanya diskriminatif yang dialami rakyat Papua, karena perbedaan fisik yang menonjol, rambut kriting, kulit hitam yang berbeda dengan mayoritas penduduk Indonesia ras Melayu.
Islam sebagai Solusi dalam Menjaga Ketahanan Negara
Berulangkali beberapa tokoh politik menyampaikan usulannya untuk segera mengakhiri konflik di wilayah Papua, dengan cara pendekatan secara humanis, karena karakter orang Papua sangat mudah terprovokasi. Atau dengan cara melibatkan HAM, agar kekerasan di Papua berkurang. Bukan akan menyelesaikan permasalahan malah akan menambah masalah bila ditangani HAM.
Dengan mengganti nama dari OPM menjadi KKB, kemudian diganti lagi dengan sebutan kelompok teroris, tetapi itu semua tidak berpengaruh. Dengan menyebut kelompok teroris ini saudara, yang tujuannya meredakan serangan mereka, mengundang tokoh-tokohnya ke Istana, diajak berdialog, tetapi hasilnya nihil, tidak ada solusinya.
Solusi yang ditawarkan dalam sistem demokrasi tidak satu pun menyentuh akar permasalahan dari konflik yang sedang terjadi. Islam sudah menawarkan solusi permasalahan kehidupan ini, baik masalah ibadah (hablu minallah), masalah diri (hablu minafsi) dan masalah masyarakat (habllu minannas).
Dalam bernegara, Islam juga mengaturnya, terbukti selama 13 abad Islam memimpin dunia dengan menegakkan syariat agama dalam naungan khilafah. Dengan dipimpin oleh seorang khalifah, dapat menyatukan berbagai macam suku dan ras. Kegemilangan peradabannya menjadikan setiap wilayah berkembang merata. Semua itu dapat terealisasi secara nyata karena khilafah menerapkan syariat Islam secara kaffah, sehingga umat Islam hidup sesuai dengan fitrahnya.
Perbedaan suku dan ras, itu tidak akan dipermasalahkan dalam Islam. Umat Islam adalah saudara dan kedudukannya adalah sama di hadapan Allah SWT dan khalifah wajib melindungi warganya yang ada dalam Daulah Islam, baik yang hitam atau putih, baik laki-laki, perempuan, anak-anak, lanjut usia maupun yang berkebutuhan khusus.
Masalah ekonomi dan kesejahteraan warga negaranya, khalifah juga memperhatikan. Disediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya dan menjamin semua laki-laki dapat pekerjaan sebagai bentuk dukungan atas diwajibkannya laki-laki memenuhi nafkah keluarganya. Dengan hasil kekayaan yang melimpah, seharusnya tidak ada lagi masyarakat Papua yang mengeluh masalah ekonomi, kemiskinan.
Seorang khalifah akan secara tegas menolak penguasaan sumber daya alam (SDA) oleh pihak asing, karena selain hasilnya akan banyak dinikmati oleh orang-orang kafir, penguasaan SDA oleh asing akan mengancam kedaulatan negara.
Memajukan bidang pendidikan terutama dalam masalah teknologi, meningkatkan kesejahteraan para pengajar karena kesejahteraan para pengajar akan mempengaruhi kwalitas dan semangat para pengajar untuk mencetak sumber daya manusia (SDM) yang unggul, yang dapat diandalkan oleh negara untuk mengelolah SDA dengan menggunakan teknologi yang canggih.
Menciptakan pasukan-pasukan tentara yang handal yang siap mengorbankan jiwa dan raganya, untuk mempertahankan kedaulatan wilayah negaranya dari serangan musuh.
Menolak setiap intervensi asing yang ingin ikut campur masalah dalam negeri, mengawasi dan menindak media asing dengan segala bentuk berita propagandanya, menolak segala bentuk bantuan yang akhirnya akan membahayakan ketahanan dalam negeri.
Hanya dengan Islamlah kedamaian dan kedaulatan di tanah Papua dapat terwujud. Rakyat Papua dapat menikmati hasil kekayaannya, kesejahteraan meningkat, hukum akan ditegakkan secara adil. Itu semua bukan hanya akan dinikmati oleh masyarakat Papua, tetapi semuat umat manusia di dunia, jika syariat Islam ditegakkan secara kaffah dalam naungan khilafah.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Tutik Indayani
Pejuang Pena Pembebasan
0 Comments