TintaSiyasi.com -- Dilansir dari radar depok, seorang Kepala rumah tangga berinisial K tega membantai anggota keluarganya di dalam rumahnya di RT3/8 Kelurahan Jatijajar, Kecamatan Tapos Kota Depok, Selasa (1/11). Akibatnya, seorang anak perempuan berinisial KPC (13) meninggal dan istrinya Nila Islamia (31) kondisinya saat ini masih kritis. Motif utama pembacokan ini diduga adalah faktor ekonomi dan terlibat utang-piutang. Pelaku bekerja sebagai Pekerja Harian Lepas (PHL), sehingga kebutuhan ekonomi tidak tercukupi.
Sesak terasa membacanya, ini bukan kali pertama terjadi. Menyusul kejadian penganiayaan terhadap istri yang dilakukan di tepi jalan di Pangkalan Jati, Cinere, Depok pada Sabtu (5/11). Awal percekcokan dipicu oleh masalah utang di bank. Pelaku mengaku emosi membanting motornya dan langsung menonjok wajah istrinya sebanyak tiga kali. (kompas.com)
Ironi memang. Suami yang diharapkan menjadi pelindung bagi keluarga, malah bagai musuh yang nyata. Ia menjelma menjadi predator keji yang tega menghabisi anak-istri.
Gambaran Pernikahan
Pernikahan layaknya bahtera yang mengarungi samudera, laki-laki sebagai nakhodanya. Suami harus mampu menentukan arah kemana tujuan kapal itu berlabuh. Dengan panduan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai kompasnya, maka itu tidak akan mungkin mengaburkan jalan. Tidak akan memalingkan tujuan karena arah perjalanan sudah dipandu dengan aturan syari'at Islam.
Lautan yang terbentang luas, tak mungkin luput dari badai dan gelombang. Problematika akan datang silih berganti, suami harus sigap dalam menghadapi segala kemungkinan. Jangan sampai, rintangan yang menghadang membuat kapal karam bahkan tenggelam. Bawalah bekal yang cukup, karena ini perjalanan terpanjang yang akan ditempuh. Sebaik-baik perbekalan ialah ilmu agama, karena jika bukan agama yang jadi pegangan, laki-laki akan habis diperbudak oleh hawa nafsu. Salah satunya adalah kekerasan dalam rumah tangga yang kerap terjadi dan berulang. Ini menunjukkan hilangnya fungsi qawwamah (kepemimpinan) laki-laki dalam rumah tangga.
Suami Sebagai Qawwam
Islam, menempatkan posisi laki-laki sebagai pelindung bagi perempuan. Allah SWT. berfirman:
"Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri)..." (QS. An-Nisa:34)
Selain itu, suami juga pengayom bagi keluarga. Dari Abu Hurairah (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw. juga pernah bersabda:
"Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya dan orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik akhlaknya terhadap istrinya". (HR. at-Tirmizi)
Ketika seorang laki-laki "mengambil" anak perempuan jauh dari rumahnya dalam arti menikahinya, tahukah? Dirimu harus menjelma menjadi sosok lembut penuh kasih sayang sebagaimana ibunya selalu memperlakukan ia demikian. Dirimu harus mampu menggantikan sang ayah yang tegas lagi kuat karena pundakmu akan memikul beratnya tanggung jawab. Dirimu juga harus senantiasa bersikap hangat, menjadi tempat berkeluh kesah sebagai pengganti saudara-saudaranya dahulu di rumah. Because, home is where your heart is... Jika cinta tak cukup untuk membuatmu bertahan, cukuplah Allah sebagai tujuan.
Allah melebihkan fisik yang lebih kuat, sehingga suami diberi mandat untuk menjamin nafkah yang layak atas keluarganya. Suami berkewajiban untuk berikhtiar di atas bumi mencari karunia Allah secara makruf, guna memenuhi kebutuhan keluarga. Rasulullah juga bersabda:
"Seorang Muslim berdosa jika tidak cukup upayanya untuk menafkahi orang-orang yang menjadi tanggungannya." (HR. Muslim)
Namun, dalam sistem sekuler kapitalistik saat ini, kebutuhan pokok bukan lagi soal sandang, pangan, papan saja. Melainkan, biaya pendidikan, kesehatan yang selangit dan masih banyak lagi menjadi hal yang harus ditanggung oleh suami. Di tengah himpitan ekonomi yang semakin sulit, mengharuskan sang istri untuk ikut memikul beban ekonomi keluarga demi terpenuhinya kebutuhan hidup. Sehingga, peran yang seharusnya dijalankan oleh istri sebagai ummu warobatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga) menjadi terganggu. Waktu dan energi sudah habis tersita tatkala mendidik anak-anak. Peran utama ibu sebagai madrasah pertama untuk anak-anaknya malah tak tertunaikan secara maksimal karena keterbatasan yang ada.
Ketika salah satunya mengabaikan peran utama, namun malah fokus pada peran yang tak wajib ia tunaikan dan pasangan hanya menuntut hak dengan melupakan kewajiban, hal itu dapat memicu riak-riak dalam rumah tangga yang bisa berdampak pada ketidakharmonisan keluarga. Tunaikan kewajibanmu sepenuh hati, niscaya hak akan otomatis terpenuhi.
Islam Solusi yang Solutif
KDRT bukanlah permasalahan individu saja, melainkan ini sudah merupakan masalah yang sistematik dan butuh solusi yang tuntas. Ada banyak hal yang menjadi penyebab hilangnya qawwamah pada laki-laki dalam belenggu kapitalisme saat ini. Tingginya beban hidup, dapat diindera melalui harga-harga yang terus merangkak naik membuat pasak lebih besar daripada tiang. Sulitnya mencari pekerjaan, belum lagi UU Cipta Kerja yang tak berpihak pada buruh. Gaya hidup hedonis yang berfokus pada mencari kesenangan dan kepuasan tanpa batas, sampai tidak lagi memperhatikan halal-haram untuk mencapainya; rumah besar, koleksi mobil mewah ditempuh dengan jalan riba. Serta lemahnya kemampuan seseorang untuk mengendalikan diri; egois, apatis, individualis semua tumbuh subur dalam sistem kapitalis ini.
Dalam sistem Islam, semuanya bisa teratasi dengan tuntas dan menyeluruh. Karena hukum yang dipakai adalah hukum syari'at yang bersumber dari Allah SWT serta bersifat baku.
Kesejahteraan umat dijamin penuh oleh Daulah Islamiyah. Sumber kas negara (Baitul Mal) tidak bertumpu pada pajak dan utang, sumber-sumber pendapatannya sudah jelas diatur oleh syari'at. Salah satunya, negara wajib mengelola SDA secara maksimal dan hasilnya dikembalikan penuh untuk kemaslahatan umat. Sehingga para ayah bekerja hanya fokus untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal, makanan dan pakaian saja.
Bukan hanya sebatas itu, daulah juga akan memberikan pemahaman tsaqafah Islam bagi seluruh umat. Keduanya akan dibina dan dipahamkan akan peran masing-masing di dalam masyarakat khususnya dalam ranah keluarga. Sehingga istri wajib memiliki sikap qana'ah selalu merasa cukup dengan apa yang telah diberikan oleh suami. Begitupun suami akan sepenuh daya dan upaya berikhtiar agar keluarganya tak sampai kekurangan. Akan dipahamkan bahwa standar kebahagiaan seorang mukmin hanyalah keridhaan Allah bukan hal-hal yang bersifat materi semata. Kesemua itu dapat terwujud jika Islam Kaffah telah ditegakkan.
Wallahu'alam bishawab.
Oleh: Purnamasari
Aktivis Muslimah
0 Comments