Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Jokowi Dilantik Jadi Presiden G-20, Begini Komentar Ketua APEI


TintaSiyasi.com -- Ketua Asosiasi Politik Ekonomi Indonesia (APEI) Salamuddin Daeng mempertanyakan kredibilitas dan kekuatan Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi dengan terpilihnya sebagai Presiden G-20.  

“Banyak yang mengira ini bukanlah sebuah posisi yang penting. Cuma giliran kepemimpinan G20. Pandangan demikian sah-sah saja. Namun dari sisi geopolitik saat ini, dugaan semacam itu keliru. Karena ini adalah ujian terakhir bagi G20, apakah kredibel, kuat atau cuma dahan rapuh atau krupuk,” tuturnya kepada Tintasiyasi.com, Kamis (03/11/2022).

Selain itu menurutnya, posisi tersebut pertama kali bagi Indonesia berada dalam kepemimpinan yang sejalan dengan kebutuhan geopolitik dan pembukaan UUD 1945, yakni menjaga ketertiban dunia, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. 

"Atau dengan kata lain, Indonesia memimpin dunia sudah benar. Jokowi sudah dilantik sebagai G20 Presidency, dan Indonesia telah diangkat menjadi Climate Change Super Power. Percaya tidak percaya ini merupakan takdirnya Indonesia dan Jokowi. Secara spiritual ini wahyu jagat telah turun," sebut Salamuddin.

Oleh karena itu Salamuddin menyatakan, butuh cara yang benar bagi Indonesia untuk menuntaskan amanah tersebut. Menurutnya, kesempatan yang tidak akan datang lagi, jika sekarang tidak bisa menjalankan. Untuk itu ia menilai, Jokowi mesti berpikir keras, satu cara untuk menuntaskan banyak masalah.

“Satu kali dayung tujuh ribu kilometer lebih panjang Indonesia terlampaui. Jadi, cara apa yang bisa dilakukan Indonesia - Jokowi?” tanya Salamuddin. 

Salamuddin membeberkan beberapa poin tentang kepemimpinan dunia yang pernah terjadi dalam sejarah modern untuk diperhatikan sebagai bahan pembanding.

“Pertama harus dipimpin atau dipandu oleh sebuah falsafah dan ideologi. Sebuah cara pandang baru yang merupakan jalan yang harus ditempuh dan itu tentu saja menjadi tawaran Indonesia,” jelasnya.  

Ia melanjutkan, yang kedua adalah strategi, tentang sebuah konstitusi baru dunia, konstitusi bersama yang jika dipegang secara konsisten maka masih ada peluang dunia selamat. Sebaliknya jika tidak konsisten dan konsekuen, maka dunia terus meluncur ke jurang, seperti yang terjadi sekarang sedang menuju deras ke jurang. Ada yang berpegangan pada pohon, dahan, dan ranting yang telah rapuh. Sementara Indonesia sendiri katanya, belum menyediakan pegangan yang lain.  

“Ketiga, Indonesia harus dapat menyediakan uang. Untuk bisa menyediakan uang," imbuhnya.

Lebih lanjut katanya, ada tiga cara yang dapat ditempuh Indonesia untuk memperoleh uang tersebut. Pertama, Indonesia harus membuat uang yang dapat digunakan seluruh dunia untuk dapat keluar dari masalah tidak adanya uang, untuk menjalankan sistem baru yang ditawarkan indonesia. Kedua, kalau tidak bisa membuat uang maka Indonesia harus mencari uang. Ketiga, kalau tidak bisa mencari uang, maka Indonesia harus meminta semua orang mengumpulkan uang. 

Akan tetapi, jika seorang pemimpin hanya bisa meminta orang mengumpulkan uang, maka tegas Salamuddin, wibawa pemimpin tersebut tidak ada. Pemimpin tidak boleh menjadi pengemis apalagi mengemis kepada yang sedang susah.

"Setelah selesai dalam uang, selanjutnya adalah membangun organisasi kerja multilateral yang kuat, tangguh, dipercaya, dan punya kredibilitas untuk menjalankan strategi yang ada. Dunia ini terdiri dari orang tidak dan orang baik," jelasnya.

"Orang yang tidak baik karena mereka punya uang tapi membuat kerusakan. Sementara orang baik tidak punya uang dan tidak punya kekuatan untuk berbuat kebaikan. Inilah fungsi organisasi baru yang akan dibangun. Organisasi yang mengurus perusahaan, mengurus negara dan mengurus seluruh anggota masyarakat dunia," imbuhnya.

Salamuddin Daeng menyatakan, kemungkinan pemerintah Indonesia dan Jokowi bingung cara memimpin dunia, bukan hanya memimpin negara-negara, tetapi memimpin masyarakat dunia. 

“Bagaimana bisa Indonesia menjalankan? Apakah Indonesia mampu? Setahu kita dunia sudah mampu gayuh sepeda seratus kilometer, Indonesia merasa dirinya hanya bisa gayuh sepeda dua kilometer. Bagaimana memimpin?,” tegasnya. 

Ia menyarankan agar Indonesia dan Jokowi menunjukkan kepada dunia bahwa ada kemauan dan kesediaan mengemban amanah tersebut. Caranya, menurutnya, bisa dimulai dari APBN Indonesia dan dana CSR Indonesia dialokasikan untuk membiayai komunitas global yang mau mendedikasikan hidup mereka pada perbaikan dunia, membangun inisiatif iklim dan mendorong keterbukaan digitalisasi secara internasional dan transparansi.  

“Kalau belum punya uang bisa dimulai dengan membiayai Asia dulu, Jikalau uang masih sangat sedikit bisa dimulai dari ASEAN. Intinya harus dimulai dengan menjadi pemimpin yang banyak memberi. Bagaimana sinuhun, iso apa ora?“ pungkasnya. [] M. Siregar
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments