Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

HIV/AIDS Marak di Banyuwangi Akibat Sekularisme


TintaSiyasi.com -- Praktisi Kesehatan dan Mubaligag Zakiyyah angkat bicara soal dampak sekularisme. "Penyebab HIV/AIDS karena maraknya pergaulan bebas (free sex, lgbt, LsL) dan juga pengguna NAPZA suntik atau penasun yang didasari oleh pandangan hidup sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan)," katanya dalam Focus Group Discussion Tokoh Banyuwangi, Ahad, 30 Oktober 2022 di Kota Jajag, Banyuwangi.

"Sudah ada program sebagai upaya penanggulangan HIV AIDS, namun terus meningkat," kata Bu Zakiyya, sapaannya.

Ia menyampaikan pandanganya untuk mengatasi HIV/AIDS dengan menerapkan nidzamul ijtima’I fil islam. Nidzamul ijtima’i fil Islam merupakan sistem yang mengatur pergaulan pria dan wanita atau sebaliknya serta mengatur hubungan/interaksi yang muncul dari pergaulan tersebut dan segala sesuatu yang tercabang dari hubungan tersebut.

Ia memaparkan solusi Islam untuk pencegahan diantaranya dengan menundukkan pandangan dalam Q.S. An-Nur ayat 30-31, perintah menutup aurat sempurna, larangan tabaruj, larangan berkhalwat, komunitas wanita terpisah dengan komunitas pria dalam kehidupan khusus, di masjid, sekolah (tidak ikhtilat), kerja sama antara pria dan wanita hanya bersifat umum dalam muamalah.

"Pelaku zina akan dikenai sanksi rajam (muhshsan) dan jilid (ghoiru muhshan)," jelasnya.

Sedangkan untuk pelaku pelanggar yang tidak sampai berzina, takzir. Jika ada penderita HIV/AIDS sebagai pelaku zina dikenai sanksi rajam (muhshsan) dan jilid (ghoiru muhshan) dan perlakuan sebagai penderita secara khas.

Akan tetapi penderita bukan sebagai pelaku zina dilakukan karantina dan dilayani dengan pengobatan optimal dan mencegah penularan. Recovery kondisi penderita agar tetap positif menatap masa depan.

"Negara akan melakukan berbagai upaya untuk mendorong berbagai penemuan pengobatan mutakhir untuk mengobati HIV AIDS," jelasnya. 

Tertinggi Kedua

Praktisi kesehatan, dr. Tutik menyampaikan bahwa kasus HIV/AIDS di Banyuwangi tertinggi kedua di Jatim. "Terbanyak di Kecamatan Banyuwangi dan Muncar, " tambah dr. Tutik yang merupakan pemilik salah satu klinik di Banyuwangi. Ia menyampaikan usia paling tinggi terdapat pada kalangan anak muda. dr. Tutik juga menyampaikan bahwa penularanya melalui penggunaan jarum suntik/ penggunaan narkoba 70-80 persen, seks bebas 30-50 persen, dan LGBT.

Berikutnya Bu Tri yang merupakan Kepala Desa menyampaikan bahwa desanya merupakan desa pilot project, desa ramah anak dan perempuan. "Setiap orang punya kesempatan terkena HIV/AIDS karena secara fakta saya memiliki teman seorang dokter, seorang tentara yang justru terkena HIV/AIDS, " jelasnya.

Praktisi Kesehatan Ibu Akbarul juga menyampaikan bahwa Banyuwangi merupakan wilayah nomor tertinggi. Praktisi kesehatan yang melayani masalah HIV/AIDS menyampaikan pengidapnya usia remaja karena perilaku menyimpang, homo sexual, free sex, dan lain-lain.

"Lebih lagi memiliki komunitas dan memiliki aplikasi tersendiri sehingga mudah untuk berinteraksi dan anggotannya mencapai ribuan," tambahan Akbarul menyoroti HIV/IADS yang trennya makin meningkat.
 
"Penyebab HIV/AIDS adalah free sex dikalangan remaja, dan hanya sebagian besar juga dikarenakan video porno yang merebak, dan bahkan kecanduan karenanya (aktivitas ML)," tutur bu Lilik yang merupakan Kepala Sekolah di Banyuwangi.

"Sehingga butuh penanganan serius atas penyebab HIV/AIDS ini, seruan untuk orang tua memahami parenting untuk anak-anaknya. Pengalihan atas aktivitas remaja saat ini juga tidak solutif," tukasnya.

"Adanya ODHA menunjukkan adanya perilaku kemaksiatan, dan adanya pernyataan yang memaklumkan adaya ODHA, bisa menjadi kampanye terhadap membiasakan kemaksiatan. Jangan sampai menjadikan sebagai paradigma kemaksiatan sebagai aktivitas yang biasa," pandangan Bu Eka salah satu guru SMP di Banyuwangi 

Bu Ta'arufi yang merupakan guru juga menyampaikan bahwa penyebab HIV/AIDS yakni agama. "Anak - anak muda tidak diberikan pengajaran mengenai keimanan. Anak - anak sekarang jauh dari Al-Qur'an, pelajaran agama sedikit dan bahkan anak-anak yang cenderung semakin dewasa tidak mengaji," pengamatannya.

Ia juga menggambarkan bahwa anak-anak muda suka kepada aktivitas yg sia-sia karena orang tua memberikan gadget sejak dini, hal ini menyebabkan mereka tidak memiliki uswah.

"Figur yang ada saat ini jauh dari figur islami, dan Nabi Muhammad SAW hanya sebatas sebagai cerita," tambah Bu Ta'arufi.

Bu Yana seorang pengusaha juga menyampaikan, slogan-slogan menaklukan terhadap ODHA tersebut mengandung kampanye. "Sehingga perlu untuk mengambil solusi islam, tidak menjauhi ODHA, disisi lain mengisolasi ODHA serta lantas memberikan pengobatan kepada mereka. Butuh pengaturan yang lebih kompleks lagi," tambahnya.

Menurut Bu Olif pada satu kondisi, mereka down karena seolah hidup tidak lama lagi, mereka menyayat tangan dan mengoser darahnya ke dinding. "Ada pula yang berkomentar 'aku tidak mau sakit sendiri', sehingga saya sepakat jika dikarangtina, beserta diberikan pengobatan secara medis dan agamis," tambah Bu Olif.

Ibu Mudrika perwakilan dari pengusaha menyampaikan bahwa Islam mengatur dari ranah habluminallah harus ditanamkan sejak dini yakni akidah Islam.

"Habluminannas seperti kebijakan pemerintah tidak terarah, bahkan belum mampu mengurangi ODHA. Kemudian hablubinafsi agar kemudian remaja lebih menghargai dirinya," jelas Bu Mudrikah.

Adapun Dewi yang merupakan penggerak komunitas Ibu dan Istri Sholiha BWI, ia menyampaikan bahwa HIV/AIDS Penyakit prilaku, bukan penyakit medis. "Akar pemasalahnya, yaitu gaya hidup yang sekuler, dimana aktivitas masyarakat tidak disandarkan pada halal dan haram. Dan solusi yang diberikan saat ini tidak menyentuh akar permasalahannya, spt prostitusi justru dilokalisasi," tambah Bu Dewi.

Selanjutnya tanggapan dari ibu Vata yang merupakan penulis menyampaikan, "Free Sex harus dihilangkan, harus adanya aturan tegas untuk menghilangkan free sex. Justru sekarang aturan justru membolehkan free sex atas nama Hak Asasi. Sehingga aturan itulah yang harus di kritisi," menurut Vata.

Bu Effinda yang merupakan pemerhati remaja menyampaikan bahwa butuh langkah pencegahan, karena solusi saat ini masih berkutat pada hilir. "Akar masalah yang mendasar, view of life (pandangan hidup). Kita mengubah pandangan menjadikan Islam sebagai way of life. Kita memiliki komitmen menjadikan Islam sebagai pandangan hidup. Kita konsisten mau belajar, dan memperjuangkan Islam dengan membuat gerakan bersama untuk menyampaikan Islam," pungkasnya.[] Lilis/IM
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments