Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Empati yang Tertukar

TintaSiyasi.com -- Menyedihkan! Perayaan Halloween di Itaewon berujung maut. Siapa sangka kemeriahan pesta Halloween yang diikuti ratusan orang telah menelan korban jiwa. Korea Selatan dirundung duka atas tragedi Itaewon. Ungkapan bela sungkawa berdatangan dari berbagai negara termasuk Indonesia. 

Tak dimungkiri adanya bencana yang menewaskan ratusan korban sontak mengundang empati seluruh manusia. Semisal Presiden Jokowi menyampaikan bela sungkawa atas meninggalnya korban tragedi Itaewon. Memang sudah selayaknya ungkapan bela sungkawa itu dilayangkan oleh sosok penting sekelas presiden.

Sayangnya air mata anak bangsa masih belum kering. Keluarga dan korban tragedi Kanjuruhan masih berduka. Tanah kuburan korban yang meninggal masih basah. Di satu sisi tak sedikit korban yang masih bernyawa, kondisinya kini masih lunglai, terkapar di rumah sakit ataupun di rumah mereka. Adapula yang masih meratapi nasibnya (merah di bagian mata yang hingga kini masih belum pulih).

Tragedi Kanjuruhan yang menelan ratusan korban masih menyisakan duka, begitu pula tragedi Halloween di Korsel. Keduanya sama-sama memprihatinkan. Namun amat menyakitkan ketika melihat pernyataan penguasa negeri ini yang terlihat lebih berempati terhadap tragedi Halloween di negara lain daripada nasib tragis rakyatnya sendiri. Tak ada pernyataan "pemerintah bersama korban Kanjuruhan". Hal ini jelas menyakitkan hati rakyat.

Perayaan Halloween di Korsel yang berakhir tragis nyatanya tak mampu menjadi pelajaran bagi negeri ini. Pemerintah tetap mengizinkan perayaan Halloween yang notabene budaya asing yang jauh dari adat ketimuran dan minim manfaat bagi masa depan generasi.

Adanya pembiaran perayaan Halloween di negeri ini sebenarnya menunjukkan potret negara yang abai terhadap proses pembinaan karakter generasi di masa mendatang. Ajang pamer kostum karakter mistis sejenis hantu dan semacamnya dalam perayaan Halloween jelas tak mengandung nilai edukasi. Bahkan tak jarang karakter tersebut makin menipiskan keimanan individu.

Jika ditelaah lebih mendalam, perayaan Halloween hanya menguntungkan para pebisnis di bidang fun, fashion and food. Keuntungan secara materi jelas berlimpah ketika banyak pemuda yang menyewa kostum, membeli pernak-pernik Halloween dan sebagainya. Inilah karakter negara kapitalisme yang hanya fokus pada pemenuhan kesenangan jasadi dan mengabaikan nasib generasi.

Penguasa dalam pandangan Islam, bertanggung jawab penuh atas pembentukan kepribadian generasi melalui berbagai mekanisme baik melalui sistem pendidikan ataupun sistem ekonomi. Sistem pendidikan Islam bertujuan membentuk generasi berkepribadian Islam (memiliki pola sikap dan pola pikir Islami) dan berakidah Islam. Sehingga terjagalah akidah umat dari ajaran-ajaran sesat yang berasal dari luar Islam semisal perayaan Halloween.

Melalui sistem ekonomi Islam, negara wajib menjamin kesejahteraan rakyatnya dengan memberlakukan pengaturan harta kepemilikan (individu, negara, umum) serta menggunakan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat. Rakyat tak perlu bersusah payah mencari kekayaan melalui cara-cara yang merugikan atau bertentangan dengan syariat. Pasalnya negara Islam telah menjamin ketersediaan lapangan kerja yang luas dan sistem upah yang layak. 

Sistem Islam akan mampu melindungi akidah umat, menjamin masa depan generasi dan melahirkan penguasa yang bertanggung jawab penuh terhadap rakyat. Tak akan ada lagi empati yang tertukar layaknya penguasa kapitalisme yang minim kepedulian terhadap rakyatnya sendiri. []


Oleh: Nanik Farida Priatmaja
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments