TintaSiyasi.com -- Kasus kekerasan (LK) yang terjadi baru-baru ini tidak lagi membuat kita mengernyitkan dahi. Jauh sebelum kasus ini ada ribuan perempuan telah mengalami tindak kekerasan dengan berbagai macam bentuk penganiayaan. Berdasarkan data Kementerian PPPA, tercatat sebanyak 1.411 kasus tahun 2022, hal ini menambah daftar panjang kasus kekerasan perempuan pada tahun 2021 berjumlah 10.247, yang dilaporkan 10.368 orang (Tribratanews.polri.go.id, 1/10/2022).
Jumlah kekerasan pada perempuan di atas ibarat gunung es, yang tampak di permukaan hanya sebagian kecil. Sementara yang tidak tampak lebih besar lagi. Begitu juga dengan kasus kekerasan yang dilaporkan hanya sedikit, sementara yang tidak dilaporkan ada banyak kasus.
Ada banyak pertimbangan yang pada akhirnya perempuan memilih untuk menutup mulut. Di antaranya karena ancaman, takut aibnya menyebar, tidak berani menghadapi polisi atau ketidakpercayaan terhadap hukum dan lain sebagainya. Oleh karena itu, upaya menteri PPPA Bintang Puspayoga dalam mengkampanyekan “dare to speak up” (Kompas.com, 25/9/2022) saja belum cukup menjadi solusi untuk menuntaskan KDRT, apabila tidak adanya support sistem kehidupan yang menyeluruh. Sebab KDRT merupakan problem sistemik yang dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan.
Akar Masalah Terjadinya KDRT
Kekerasan terhadap perempuan mengingatkan kita pada masa jahiliah sebelum Islam datang memuliakan perempuan. Atau mengulangi sejarah kelam bangsa Eropa yang menjadikan kaum perempuan hanya sebagai budak pemuas nafsu belaka. Maka tidak berlebihan jika dikatakan peradaban hari ini adalah peradaban jahiliah modern. Pasalnya manusia kembali memperlakukan perempuan sebagai objek kekerasan.
Peradaban jahiliah modern ini kembali karena mencampakkan Islam sebagai tatanan kehidupan bernegara. Kemudian menerapkan kapitalisme demokrasi dalam mengatur umat manusia. Maka sama saja kondisi jahiliah masa lalu sebelum datangnya Islam dengan kondisi masa kini setelah datangnya Islam namun tidak diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Sebab Islam tidak akan dapat dirasakan jika umat Islam tidak mengamalkannya secara komprehensif.
Maka akar persoalan KDRT ini tidak lain adalah karena menjadikan kapitalisme demokrasi yang berakidah sekularisme ini sebagai way of life umat Islam. Saat bersamaan umat Islam hanya mengamalkan Islam pada ranah ibadah ritual semata. Sementara dalam perkara ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan dan juga hukum dibangun berlandaskan sudut pandang kapitalisme demokrasi.
Lihatlah, berapa banyak kasus KDRT berawal dari kekurangan ekonomi. Disebabkan sulitnya mencari pekerjaan. Sementara beban menafkahi keluarga adalah kewajiban suami dalam Islam. Maka faktor finansial akan terus menjadi salah satu pemicu KDRT apabila negara tidak hadir untuk membuka seluas-luasnya lapangan pekerjaan. Namun sayangnya dalam kapitalisme demokrasi ini, alih-alih membuka lapangan pekerjaan yang ada semakin hari semakin banyak karyawan yang di PHK, mempersempit ruang PNS, dan banyaknya pedagang kecil yang gulung tikar akibat persaingan perusahaan raksasa dari pemodal miliader yang dilahirkan oleh kapitalisme ini.
Begitu juga KDRT dipicu kasus kurang mendapatkan pendidikan islami baik di sekolah, lingkungan masyarakat apalagi negara. Berapa banyak pernikahan terjadi bukan karena landasan agama. Sehingga membangun keluarga tanpa ruh Islam, di mana sepasang suami istri tidak memahami hak dan kewajiban yang harus ditunaikan kepada masing-masing pasangan. Mustahil kapitalisme demokrasi memfasilitasi dan mengedukasi rakyat dengan pembinaan keluarga dengan nilai-nilai islami. Yang ada masyarakat dididik oleh tayangan televisi dengan moral yang merusak generasi terus-menerus dibiarkan rusak oleh kapitalisme ini.
Dan berapa banyak kasus KDRT yang tidak mendapatkan keadilan hukum dalam kapitalisme demokrasi ini akibat malu speak up. Pun jika berani speak up namun kasusnya tidak ada jaminan akan lebih baik saat sistem demokrasi kapitalisme terus memproduksi problematika dari berbagai lini kehidupan. Seperti problem ekonomi, sosial, pendidikan dan hukum yang karut marut di negeri ini. Dan juga regulasi demi regulasi yang diciptakan oleh akal manusia yang hanya menambah rumit penyelesaian masalah di tengah-tengah kehidupan manusia. Karena tidak menjadikan Islam sebagai landasan berpikir dan bertindak. Sebagai contoh RUU TPKS yang kontroversial. Alih-alih menekan angka kekerasan pada perempuan justru yang terjadi adalah memunculkan liberalisasi pergaulan dan angka kekerasan yang semakin tinggi.
Maka, dari sini jelaslah bahwa akar persoalan KDRT bersumber dari sistem demokrasi kapitalisme. Sistem inilah yang mengalihkan sudut pandang manusia dalam menjalankan seperangkat aturan kehidupan, dari pandangan Islam menjadi pandangan sekuler. Pandangan sekularisme ini lahir dari dunia Barat. Jika ditelaah pandangan sekularisme ini lahir karena kaum Barat merasa agama adalah sumber masalah sehingga harus dipisahkan dari pengurusan negara. Maka kita kenal dengan istilah tidak boleh bawa politik dalam agama dan tidak boleh bawa agama dalam politik. Pandangan seperti ini sejatinya mengingkari Islam sebagai rahmatan lil'alamin.
Islam Solusi Tuntas Persoalan KDRT
Islam agama yang distempel oleh Allah SWT di dalam surah Al Maidah ayat 3. Islam merupakan agama sempurna dan menyeluruh. Syariatnya mampu menjadi solusi paripurna terhadap semua persoalan umat manusia. Baik persoalan individu, masyarakat maupun negara. Ketika kita meyakini masa jahiliah bangsa Arab dulu telah lenyap, dikarenakan datangnya agama Islam tinggi yang dibawa oleh sosok mulia yakni Rasulullah SAW. Maka semestinya kita juga harus meyakini masa jahiliah modern saat ini mampu dilenyapkan satu-satunya dengan menerapkan Islam itu kembali.
Maka persoalan KDRT adalah bibit-bibit prilaku jahiliah yang mestinya dituntaskan dengan cara bagaimana Rasulullah SAW menuntaskannya. Rasulullah SAW menerapkan Islam tidak hanya di ranah individu dengan cara mendidik individu dengan nilai-nilai Islam semata. Namun juga mengajak umat menerapkan Islam secara kaffah dalam kehidupan masyarakat dan juga bernegara.
Secara individual Islam telah mengatur dalam syariat pernikahan. Seorang suami tidak boleh ringan tangan pada istri, memukul istri hingga terluka. Islam memiliki tata cara dalam mendidik istri ketika istri membangkang atau nusyuz. Misalnya istri bermaksiat pada suami; tidak menyahut panggilan suami, tidak segera melakukan apa yang disuruh suami, tidak tunduk pada suami apabila suami menyuruhnya, meninggikan suara pada suami, tidak menghormati suami, berkata dengan kata-kata kotor dan tercela pada suami dan lain sebagainya.
Allah SWT menetapkan langkah-langkah untuk mendidik istri jika terdapat nusyuz. Allah SWT berfirman yang artinya: "Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkan mereka dari tempat tidur mereka, kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah SWT Maha Tinggi lagi Maha Besar (QS an -Nisa' : 34).
Selain itu negara juga wajib menerapkan perekonomian dengan konsep syariat Islam yang sempurna. Membolehkan apa yang dibolehkan syariat, dan melarang segala bentuk yang diharamkan syariat. Dalam bidang perekonomian, Islam melarang eksploitasi kekayaan alam milik umat. Dan Islam mewajibkan bagi negara untuk memfasilitasi umat agar mudah mendapatkan pekerjaan. Bahkan siapa saja yang tidak memiliki keahlian dalam bekerja akan dilatih oleh negara. Sehingga kewajiban bekerja untuk menafkahi keluarga bukanlah beban sebagaimana yang dirasakan hari ini. Ditambah lagi dalam Islam negara menstabilkan harga pangan, sehingga tidak meroket dari hari ke hari akibat kebijakan sistem demokrasi kapitalisme yang salah kaprah.
Islam juga mengatur kehidupan sosial masyarakat. Berbagai edukasi mengenai interaksi antara laki-laki dan perempuan dalam pandangan Islam wajib disampaikan oleh negara. Sehingga laki-laki dan perempuan memahami mana ranah yang bisa berinteraksi mana tidak. Misalnya boleh berinteraksi di tempat umum seperti pendidikan, pasar, bus, bank, perkantoran, rumah sakit dan tempat umum lainnya. Sehingga selain daripada tempat umum ini Islam melarang adanya interaksi antara laki-laki dan perempuan. Islam mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan yang demikian itu agar tidak terjadinya perselingkuhan yang mana faktor ini juga menjadi salah satu pemicu terjadinya KDRT dalam rumah tangga.
Negara juga wajib memberikan edukasi keluarga yang sakinah mawadah warahmah. Seluruh masyarakat dipahamkan bagaimana membangun keluarga, menjaga ketahanan keluarga dan mendidik generasi dengan nilai-nilai Islam yang agung. Islam memberi pendidikan pranikah, Islam juga menganjurkan agar terus mengkaji bab-bab fiqih keluarga agar memahami hak dan kewajiban kepada masing-masing pasangan dalam rangka beribadah kepada Allah SWT. Kajian-kajian tersebut difasilitasi oleh negara. Dengan demikian, maka sangat kecil kemungkinan seorang suami berlaku kasar terhadap istrinya apalagi sampai menganiaya dan merugikan anggota tubuh si istri. Sebab Islam sangat menjaga manusia dari penganiayaan.
Bagaimana hukum Islam dalam menyikapi KDRT atau penganiyaan. Persolan KDRT bukanlah persoalan penganiayaan lalu diproses hukum, jika telah dilakukan mediasi dan pihak teraniaya memaafkan sehingga kasusnya dianggap selesai sebagimana mekanisme sistem demokrasi kapitalisme hari ini. Islam menerima kata maaf namun sanksi tetaplah sanksi. Agar kasus tidak berulang atau terjadi pada orang lain lagi, karena dianggap hukum lemah dalam mengatasi KDRT ini. Maka dalam Islam sanksi tetap ditegakkan. Sekalipun penganiaya telah meminta maaf. Sehingga nanti akan dilihat jenis penganiayaan tersebut. Apakah membuat orang luka-luka dan kehilangan anggota tubuh. Jika terjadi kehilangan anggota tubuh atau luka-luka akan berlaku hukum qishash atau jika dimaafkan oleh pihak teraniaya maka hukumannya adalah tetap membayar diyat pada orang yang sudah dianiaya.
Rasulullah SAW bersabda: "Pada luka hidung, jika diambil batangnya, ada diyat. Pada luka lidah ada diyat. Pada luka dua bibir ada diyat. Pada luka dua biji mata ada diyat. Pada luka kemaluan ada diyat. Pada luka tulang rusuk ada diyat. Pada luka dua mata ada diyat. Pada luka satu kaki ada setengah diyat. Pada luka otak sepertiga diyat. Pada luka bagian dalam (rongga) ada sepertiga diyat. Pada tulang (yang diremukkan) ada lima belas ekor unta" (HR. an-Nasa'i).
Demikianlah Islam melindungi manusia dari penganiayaan. Maka jika penganiayaan menyebabkan luka-luka maka akan diqisas dengan setimpal. Bahkan jika menghilangkan nyawa atau membunuh maka balasannya di bunuh. Begitulah keadilan sistem Islam. Sehingga dengan begini manusia akan berfikir seribu bahkan berjuta kali, jika ia hendak menganiaya orang lain. Sebab sejatinya yang akan dirugikan adalah dirinya sendiri. Untuk itu support sistem kehidupan terbaik adalah sistem Islam yakni khilafah adalah perkara mendesak. Sebab hanya dengan khilafah umat manusia akan mendapatkan keadilan dan kesejahteraan.
Jadi, menyelesaikan persoalan KDRT tidak cukup hanya speak up saja. Harus menerapkan Islam secara kaffah pada seluruh aspek individu, masyarakat dan negara. Dengan begitu adanya support sistem yang mempersempit celah KDRT terjadi pada keluarga. Karena support sistem Islam mampu mensejahterakan perekonomian masyarakat, membina pemahaman masyarakat serta menegakkan hukum seadil-adilnya sesuai hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT. Untuk itu yakinlah solusi terbaik hanya ada dalam Islam. Pertanyaannya kapan kita kembali?
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Ismalisa, S.Pd.I
Aktivis Intelektual Muslimah Aceh
0 Comments