TintaSiyasi.com -- Hukum Indonesia kembali tercoreng nama baiknya. Setelah KPK melakukan OTT di Jakarta dan Semarang pada Rabu (21/9/2022) malam dan berhasil menjaring 10 orang yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
Lima diantaranya adalah pegawai Mahkamah Agung (MA, 4 orang) dan seorang hakim agung, Sudrajad Dimyati.
Terjerat kasus korupsi bukan hal langka di negara kita ini. Lemahnya hukum terhadap terpidana kasus korupsi membuat pelakunya tidak ada efek jera akan tindakan tersebut. Bahkan merambah ke kalangan dan Lembaga-lembaga lain di negara ini.
Hingga akhirnya kita harus mendapati kenyataan bahwa Lembaga yang diharapkan oleh masyarakat dapat mengadili para koruptor, justru terjadi tindakan korupsi di dalamnya.
Bahkan, jika ditelusuri lebih dalam, akan ditemukan jumlah kasus lebih besar lagi di Lembaga tersebut. Hal ini disampaikan oleh Direktur Pusat Studi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Fari Amsari. Beliau menganggap bahwa fenomena mafia peradilan ini “ sudah menjadi rahasia umum”.
“ Menurut saya, apa yang terjadi dengan kasus penangkapan OTT hakim dan pegawai Mahkamah Agung beserta para lawyer ( yang memberi suap ) ini sebenarnya adalah fenomena gunung es.”imbuh dia.
Feri mengungkapkan, bahkan jika investigasi atas mafia peradilan dilakukan lebih jauh, tak tertutup kemungkinan bakal terdapat “fakta-fakta yang lebih menakutkan” ketimbang yang terjadi dalam OTT KPK Rabu malam kemarin.
Sungguh miris sekali, Lembaga y ang seharusnya menjadi benteng keadilan bagi masyarakat, justru hancur dari dalam dan mencoreng rasa keadilan itu sendiri. Kemana lagi rakyat akan berharap mendapatkan keadilan di negara ini?
Jangan berharap banyak terhadap hukum yang berlaku dalam negeri ini. Karena hukum yang berasal dari akal manusia tidak akan dapat memberikan keadilan dan kesejahteraan dalam kehidupan. Lihat saja negara adidaya Amerika Serikat, pelaku utama penerapan sistem kapitalis sekuler di dunia ini, mereka tak mampu menyelesaikan setiap problema yang terjadi di negara mereka.
Kesenjangan sosial, kemiskinan, korupsi dan sebagainya selalu meliputi kehidupan mereka. Pembunuhan, pemerkosaan bahkan para gelandangan bertebaran di sana. Apalagi di negara kita yang masih dikategorikan negara berkembang, hal-hal yang terjadi seperti yang ada di AS kemungkinan besar pasti terjadi. Karena akar permasalahannya sama yaitu penerapan sistem yang salah dalam bernegara, yaitu sistem kapitalis sekuler buatan manusia. Korupsi akan tumbuh subur karena hukum bagi koruptor tidak memberikan efek jera.
Dalam sistem kapitalis sekuler yang diterapkan di negara ini, para koruptor tidak dihukum yang memberatkan, justru kelihatan lebih ringan ketimbang para pencuri kecil. Contohnya saja kasus suap yang melibatkan jaksa Pinangki. Dari vonis hakim Tipikor Jakarta dengan hukuman 10 tahun penjara, namun hukuman tersebut dipangkas oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjadi 4 tahun penjara. Pinangki dijebloskan ke lapas pada tanggal 2 Agustus 2021, dan kini ia sudah mendapatkan bebas bersyarat.
Lantas bagaimana dengan nasib hakim agung dan pegawai MA yang telah tertangkap OTT KPK saat ini? Apakah akan bernasib sama dengan jaksa Pinangki? Atau kasus- kasus korupsi lainnya yang tidak menunjukkan rasa keadilan yang tinggi?
Tentu saja kemungkinan hal itu bisa terjadi, karena korupsi dan suap menyuap ini seperti lingkaran setan. Yang melibatkan banyak pihak di dalam berbagai instansi pemerintahan dan penegak hukum. Karena itu ada peluang mereka saling menutupi kebusukan selama kolega.
Akhirnya, rakyat hanya menyaksikan segelintir drama Lembaga peradilan yang ada dalam negeri ini. Hukum hanya sekedar formalitas sahaja tanpa mampu memutuskan setiap kejahatan yang ada. Kejahatan semakin menjadi-jadi, korupsi sudah menjadi makanan sehari-hari bangsa ini. Lantas, masihkan kita percaya terhadap sistem peradilan di negeri ini? Jika para pelaku penegak hukum justru sebagai pelaku kejahatan- kejahatan tersebut?
Sudah saatnya kita kembali kepada hukum Allah. Menerapkan hukum atau sistem yang berasal dari Allah (sistem Islam) adalah solusi satu-satunya untuk bangsa ini. Sistem Islam telah menempatkan kedudukan seorang hakim amatlah penting. Jabatan hakim dalam sistem Islam hanya diisi oleh orang- orang alim dan benar- benar bertakwa. Dan hakim hanya memutuskan dan mengadili dengan menggunakan hukum Islam, bukan dengan hukum yang lain. Sehingga hukum Islam akan terhindar dari intervensi manusia dan tidak bisa ditafsirkan sesuai hawa nafsu. Wallahualam bissawab
Oleh: Rika Lestari Sinaga, Amd.
Aktivis Muslimah
0 Comments