TintaSiyasi.com -- Berita heboh baru saja terjadi di kalangan selebritis. Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba saja penyanyi dangdut berinisial LK melaporkan suaminya RB ke polisi. Banyak pihak yang terkejut dan seolah tidak percaya dengan berita ini. Pasalnya, selama ini kehidupan rumah tangga mereka dikenal harmonis.
Diberitakan, LK melaporkan kasus KDRT yang dialaminya ke Polres Metro Jakarta Selatan pada Rabu (28/9) malam. LK melaporkan RB terkait Pasal 44 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Berdasarkan laporan tersebut, RB terancam pidana lima tahun penjara dan denda Rp15 juta. Menurut keterangan dari kepolisian LK mengalami beberapa luka lebam di tubuhnya, dan akan dilakukan visum oleh pihak kepolisian. Setelah hasil visum keluar maka polisi akan memanggil terlapor RB untuk proses lebih lanjut.
Kasus KDRT sebenarnya bukan hanya dialami oleh para artis, hanya saja kasus ini akan mudah terekspos ketika menimpa publik figur. Masyarakat umum pun banyak yang mengalami KDRT, bahkan tidak sedikit yang berakhir dengan kematian. Adanya kasus-kasus semacam ini ibarat gunung es, yang hanya tampak hanya permukaannya saja, sementara masih banyak kasus di bawahnya yang tak terungkap di media.
Pada Maret 2021, Komnas Perempuan mencatat ada 8.234 kasus kekerasan terhadap perempuan yang ditangani oleh lembaga layanan mitra Komnas Perempuan. Kekerasan yang paling menonjol adalah Kasus dalam Rumah Tangga atau Ranah Personal sebanyak 79 persen atau 6.480 kasus. Ranah kekerasan terbanyak yang diadukan langsung ke Komnas Perempuan adalah KDRT/RP sebanyak 1.404 kasus atau 65 persen (iNews.id).
Sedangkan jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan pada periode 1 Januari 2022 hingga 21 Februari 2022 tercatat sebanyak 1.411 kasus. Jumlah tersebut berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPPA) Kementerian PPPA (kompas.tv).
Akar Masalah KDRT
KDRT bukan sebuah fenomena baru dalam kehidupan rumah tangga masyarakat. Di Indonesia, perkara KDRT telah tercantum dalam UU 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Namun, adanya undang-undang ini belum bisa menuntaskan masalah. Kasus KDRT tetap marak terjadi di kalangan masyarakat.
Kaum feminis menganggap bahwa akar masalah KDRT adalah paradigma bahwa laki-laki memiliki posisi sebagai pemimpin bagi perempuan. Feminisme menganggap paradigma tersebut menjadikan istri tampak lemah di mata suami sehingga rentan mengalami kekerasan. Oleh karena itu, aktivis feminis menginginkan adanya kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam rumah tangga.
Padahal sebenarnya akar masalah KDRT adalah karena tidak adanya penerapan aturan yang benar yang mengatur hubungan antara suami dan istri. Aturan yang benar itu adalah aturan Islam yang berasal dari Allah SWT. Hanya dengan penerapan aturan Islam akan terwujud keluarga sakinah, mawaddah, warahmah jauh dari pertengkaran, apalagi sampai terjadi kekerasan.
Islam Mengatasi KDRT
Sebagai agama yang paripurna, Islam juga memiliki solusi atas semua permasalahan yang terjadi, termasuk aturan terkait kehidupan berumah tangga. Aturan tersebut di antaranya:
Pertama. Islam menetapkan bahwa kehidupan rumah tangga adalah kehidupan persahabatan antara suami dan istri, yang dapat memberikan kedamaian dan ketentraman satu sama lain. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam suran Ar Rum ayat 21.
Kedua. Islam memerintahkan pergaulan yang ma’ruf antara suami dan istri sebagaimana yang dijelaskan dalam surat An Nisa' ayat 19.
Ketiga. Islam menetapkan kepemimpinan suami atas istri dalam rumah tangga sebagaimana dalam surat An Nisa' ayat 34. Meskipun demikian suami tidak boleh bertindak otoriter kepada istri, justru suami berkewajiban menjaga dan melindungi istri agar terhindar dari berbagai ancaman bahaya.
Keempat. Ketika terjadi perselisihan antara suami dan istri, ada mekanisme penyelesaian masalah yang sudah dijelaskan oleh syara', yaitu bisa dengan perantara pihak ketiga untuk mendamaikan keduanya.
Semua aturan di atas tidak bisa hanya dilakukan oleh individu, melainkan juga butuh kontrol masyarakat dan peran dari negara. Ketika terjadi pelanggaran syariat Islam seperti tindakan KDRT maka negara akan menerapkan sanksi Islam yang akan menghukum pelakunya dengan hukuman berat sesuai hukum Islam. Sanksi ini akan membuat jera dan mencegah orang lain untuk melakukan tindakan serupa.
Penyelesaian masalah ini hanya akan bisa terwujud ketika Islam diterapkan secara sempurna dalam institusi negara Islam, bukan negara yang menerapkan sistem kapitalis liberal seperti saat ini.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Sri Wulandari
Pengamat Keluarga
0 Comments